Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Megap-megap Imigran Gelap

SEJAK 1976, Australia menjadi harapan baru bagi warga negara yang tengah dilanda konflik.

8 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Megap-megap Imigran Gelap

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK 1976, Australia menjadi harapan baru bagi warga negara yang tengah dilanda konflik. Mereka datang ke sana sebagai imigran gelap. Orang Indonesia sudah lama membantu mereka dengan perahu-perahu kayu dan imbalan per kepala. Dalam Tempo edisi 27 Mei 1989, ulah para penyelundup tersebut diulas di artikel "Melacak Jejak Sindikat Kupang".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reportase dimulai dari pengawalan sepuluh laki-laki berkulit legam di Bandar Udara El Tari, Kupang. Mereka warga negara Bangladesh yang ditangkap di pantai Kupang, 6 Mei 1989, ketika akan menyeberang secara?gelap?ke Australia.?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepuluh orang itu mengaku meninggalkan tanah air mereka karena memimpikan kehidupan yang lebih baik. "Anda kan sering mendengar negara kami kerap ditimpa bencana alam," ujar Aminul Haq, salah seorang di antara mereka. Dari Bangladesh, kesepuluh pengadu nasib itu terbang menuju Singapura lewat Bangkok pada 12 April. Setelah tinggal di Singapura sebagai turis, mereka masuk ke Jakarta.?

Di Jakarta, rombongan ini menetap di kediaman salah seorang kenalan mereka. Setelah itu, pemimpin rombongan, M. D. Melon, terbang ke Kupang untuk mencari perahu yang bisa disewa ke Australia. Ketika mampir di Denpasar, Melon bertemu dengan Jeffri Basoeki, mahasiswa perguruan tinggi di Kupang, yang dikenalnya.?

Pada 23 April, dua sekawan itu menyeberang ke Pulau Rote dengan feri. Tujuannya: mencari Ali, Udin, dan Marzuki yang menetap di Desa Papela. Para nelayan Pulau Rote itu kabarnya sanggup menyediakan perahu untuk berlayar ke Australia. Melon mengenal ketiganya di penjara di Broome, Darwin. Pada Juni-Agustus 1988, Melon mendekam di penjara Broome. Dakwaannya: masuk secara?gelap?ke Australia.

Namun, kali ini, sewaktu didatangi Melon dan Jeffri, tiga nelayan itu tak bersedia menyediakan perahu. Alasannya: masih bulan puasa. Melon diharapkan bersabar menunggu sampai Lebaran. Melon keberatan. Pada 3 Mei, ia bertemu dengan Salim, nakhoda perahu layar motor Bone Jaya, di Pantai Oeba, Kupang. Dengan biaya Rp 8 juta, Salim bersedia melayarkan Melon, yang menyerahkan uang Rp 2 juta.?

Setelah itu, Melon mendatangkan sembilan kawannya yang ia tinggalkan di Jakarta. Rombongan tiba pada 4 Mei. Jeffri lalu menghubungi Dominggus Sewu, sopir yang biasa mengantar turis, untuk menyewa kendaraan. Persis pada malam takbiran, kesepuluh pemuda Bangladesh itu merayap dalam?gelap?dengan mobil sewaan menuju Pantai Oeba. "Perjalanan itu?gelap-gelapan karena saya dilarang menyalakan lampu mobil," Dominggus berkisah.?

Setiba di pantai, mereka langsung masuk ke perahu Bone Jaya. Jangkar perahu hampir diangkat ketika mendadak lima petugas Kepolisian Resor Kota Kupang menyergap Melon dkk.?

Menurut koran The Australian, ada sekitar 100 ribu pendatang haram di Australiadi antaranya masuk lewat Kupang. Adakah ini diatur sebuah sindikat yang disebut The Australian sebagai "Kupang Syndicate"? Melon menolak sebutan itu. "Terserah mau dinamakan apa." Ia terpaksa menempuh cara ini karena, secara legal, kata dia, sangat sulit masuk ke Negeri Kanguru.

Kepala Imigrasi Kupang Benyamin Kettu pun ragu akan keberadaan "Sindikat Kupang". Kalau ada nelayan Kupang yang membantu?imigran?gelap, ucap Kettu, hal itu semata-mata bertujuan mendapatkan keuntungan sesaat.

Direktur Jenderal Imigrasi Roni Sikap Sinuraya malah kasihan kepada pemilik kapal yang tergiur sejumlah uang tapi kemudian tertangkap. Sebetulnya soal masuknya orang asing ke Australia itu tak merugikan Indonesia. Cuma, demi menjaga hubungan baik kedua negara, Imigrasi akan menangani kasus-kasus semacam ini karena, "Kita tidak ingin membuang penyakit ke Australia," katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus