Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMANFAATKAN arus listrik, tim mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia mengembangkan teknik mencari potensi sumber air bersih di dalam tanah. Metode ini dinilai dapat membantu warga di kawasan yang sulit mendapatkan pasokan air bersih atau tengah dilanda kekeringan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim yang beranggotakan Ade Rama Tanjung Putra, Luthfan Togar Harahap, Miftahul Umam, dan Tiva Rahmita itu menggunakan metode pengukuran resistivitas atau kemampuan suatu bahan menahan arus listrik. Listrik dialirkan dengan elektroda dari batang-batang besi sepanjang 30 sentimeter yang ditancapkan pada permukaan tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi bawah tanah bisa diketahui dengan membaca hasil pengukuran resistivitas. Makin rendah resistivitas, konduktivitas atau kemampuan material mengalirkan listrik makin tinggi. "Arus listrik lebih cepat mengalir di air ketimbang di material lain, misalnya batuan," kata Ade, Rabu pekan lalu.
Mereka telah menguji coba metode pelacakan akuifer ini di Desa Sirnajaya, Bogor, Jawa Barat. Warga desa itu sebelumnya harus berjalan hingga 6 kilometer untuk mendapatkan air bersih. Rangkaian pipa penyalur air tidak menjangkau semua rumah penduduk. Mata air yang dimanfaatkan masyarakat pun keruh dan cenderung berlumpur.
Untuk menentukan lokasi akuifer, Ade dan timnya melakukan survei lingkungan dan menandai sumur-sumur yang tertera dalam peta dengan perangkat global positioning system. Plot lokasi pemasangan elektroda dalam peta kemudian dikomparasikan dengan bentang alam.
Tim memanfaatkan metode multichannel, yang lebih ringkas, dalam memasang elektroda. Metode ini dikembangkan pengajar di Departemen Fisika UI, Yunus Daud. Pengaliran arus listrik berlangsung tiga-lima jam. "Kalau pakai model lama, yang single channel atau hanya memakai dua elektroda, bisa semingguan," ujar Ade.
Data pengukuran kemudian diolah dengan aplikasi di komputer laboratorium kampus. Nilai hambatan listrik itu, menurut Ade, tergantung jenis batuan. Lokasi di kawasan vulkanis, seperti Desa Sirnajaya, memiliki resistivitas lebih tinggi dan batuan lebih keras.
Dengan teknik itu, mereka berhasil menemukan titik sumber air yang dekat dengan permukiman. "Metodenya cukup akurat dan memperkecil risiko kesalahan pengeboran yang memakan biaya cukup tinggi," tutur Ade. "Kami ingin mengembangkan perangkat yang lebih ringkas," dia menambahkan.
Ade mengatakan metode ini bisa diaplikasikan di berbagai daerah. Teknik ini juga berfungsi melacak sumber air hingga kedalaman 500 meter. "Kalau air tidak keluar, kemungkinan besar disebabkan kesalahan pengeboran atau peralatannya tidak kuat menembus batuan keras yang melindungi akuifer."
- Elektroda: 56 batang besi, ditancapkan berbaris dengan jarak 5 meter
- Panjang rangkaian: 275 meter
- Jangkauan sinyal listrik elektroda: hingga 500 meter ke bawah permukaan tanah
- Tegangan listrik: 12 volt
- Durasi injeksi listrik: 3-5 jam
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo