Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Meninggal dunia

Pimpinan PT National Gobel dan tokoh PPP meninggal dunia.(alb)

28 Juli 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"JAUH sebelum pohon pisang mati, ia telah memproses kehidupan anak turunannya sebagai generasi penerus." Itu ucapan Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel dalam tiap kesempatan memberi pengarahan kepada sekitar tiga ribu karyawan perusahaannya pada masa lampau. Sabtu lalu, pukul 23.05, beberapa jam setelah menyelesaikan salat isya dalam posisi berbaring, "pohon pisang" itu "mati". Tetapi, "anak turunan"-nya berupa 17 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang memang sudah dibenahi. "Ia telah menciptakan sistem, dan sistem itu tidak harus tergantung kepadanya," ujar Freddy Siwalette, general manager PT Met & Gobel, yang mengimpor dan mengageni produk Matsushita, kepada TEMPO. Berangkat sebagai tengkulak pisang di kampungnya di Gorontalo, Sulawesi Utara, sarjana ekonomi Universitas Krisnadwipayana itu merintis industri elektronik dengan PT Transistor Radio Manufacturing, 1954. Enam tahun kemudian, bekerja sama dengan Matsushita Electric Industrial Co. Ltd. terbit produksinya pertama, "Radio Cawang". Keterampilan Gobel merangkul Matsushita, raksasa elektronik terbesar di Jepang itu, banyak dikagumi. Dengan modal US$ 15 juta (40% Gobel, 60% Matsushita), PT National Gobel berdiri, 27 Juli 1970. Sepuluh tahun kemudian, perusahaan yang memproduksikan barang-barang audio, video, alat rumah tangga, dan komponen itu sudah menyetorkan hampir Rp 7 milyar pajak tahunan. Enam tahun lalu Gobel menyerahkan jabatan direktur utama PT National Gobel kepada Kinoshita, seraya menyerahkan sebagian sahamnya untuk karyawan Kelompok Gobel yang sudah mengabdi lebih dari lima tahun. Ia sendiri, sampai saat terakhir bertindak sebagai komisaris utama perusahaan. "Ia lebih Jepang dari orang Jepang," kata seorang staf perusahaannya. Pemegang Kun Santo Zuikosho (Bintang Pusaka Suci Kelas III) dari pemerintah Jepang itu tiba di kantor sebelum pukul 08.00. Tidak jarang ia tidur di pabrik, kadang bersama istri. Ia pernah berkata, "Bila kita harus membungkuk kepada orang Jepang, mereka pun harus mau membungkuk kepada kita." Giat di berbagai organisasi profesi - terakhir ketua Kadin Indonesia Komite Jepang, ketua Bidang Pendidikan Kadin Indonesia, ketua Himpunan Usahawan Indonesia-Jepang Gobel juga ambil bagian di bidang politik. Berbeda dengan sementara pengusaha besar, bekas ketua Partai Syarikat Islam Indonesia itu sampai wafatnya tercatat sebagai anggota DPR dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada 1972 ia menerima Satya Lencana Pembangunan. Lima tahun kemudian dinyatakan sebagai Pengusaha Teladan oleh pemerintah DKI Jakarta. Namun, kepergian "sang induk" tetap menimbulkan tanda tanya di sekitar penggantinya. Mungkinkah "putra mahkota" itu terdapat di antara anak-anaknya sendiri? "Kalau dia memang bisa, silakan, tapi kalau tidak bisa, lebih baik minggir," tutur Siwalette mengulangi ucapan Gobel tentang anak-anaknya. Memang ada di antara anak itu bekerja di perusahaannya. Tetapi mereka mulai dari bawah, kalau perlu jadi juru tulis. Dalam urusan dinas, anak-anak itu harus membuat perjanjian bila ingin menemui ayahnya. Kinoshita memang mengisyaratkan Barlianta Harahap, salah seorang komisaris perusahaan, sebagai calon yang direstui. "Harahap tampaknya sudah mempelajari sosial budaya lePan," katanya. Sejam sebelum menghembuskan napas terakhir, Gobel sempat mengumpulkan ketujuh anaknya (dari istri pertama, Annie Nento, wafat 1968). Hingga awal pekan Ini, ketujuh anak otu, bersama sanak saudara dan kerabat dekat, mengurus pemakaman Gobel di kampung halamannya, Gorontalo. Tak seorang pun bisa ditanyai tentang wasiat terakhir sang ayah. Pengusaha yang liat itu akhirnya dikalahkan komplikasi penyakit antung, ginjal, darah tinggi, dan gula. Dilayati Presiden dan Ny. Tien Soeharto, serta sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha, jasad berusia hampir 54 tahun itu tampaknya memang sudah lama siap. Ia menolak cuci darah, juga menampik pencangkokan ginjal. "Nyawa di tangan Tuhan," katanya berulang-ulang. Betapapun, nasib Kelompok Gobel di tengah persaingan yang kian seru masih layak dipertanyakan. Tanpa sang induk, ketujuh belas perusahaan itu kini memasuki periode baru. Tujuh yang terbesar adalah PT Gobel Dharma Nusantara (agen tunggal National Gobel), PT Paditraktor (produsen alat pertanian dan baterei), PT Met & Gobel, PT Gobel Dharma Cipta Yasa (iklan & promosi), PT Gobel Dharma Sarana Karya (jasa pemeliharaan & makanan), PT First Nabel Supply (perkayuan), dan PT National Gobel sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus