Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Menuju Hidup di Flat

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah pusat dan pemerintah Jakarta saat ini sedang tekun mempersiapkan hunian baru berupa rumah susun untuk warga bantaran sungai ataupun waduk. Mereka yang kebanyakan pemukim liar "dipersilakan" pindah karena sungai dan waduk akan dinormalisasi biar banjir tak sudi mampir lagi.

Relokasi warga ke hunian vertikal sudah dimulai puluhan tahun silam. Tapi dulu memang belum ada masalah banjir besar seperti sekarang. Majalah Tempo pernah mengangkat ceritanya dalam edisi yang terbit pada 27 Januari 1979.

Saat itu sebuah rumah susun empat lantai dibangun di atas tanah 540 meter persegi di Desa Bulak Macan, Bekasi. Gedung yang dibangun oleh Yayasan Dharmais, yang diketuai oleh Kepala Negara, itu ditujukan sebagai model perumahan pegawai negeri rendahan, asrama prajurit, dan perumahan warga golongan berpenghasilan rendah lainnya.

Reportase Tempo saat itu antara lain menyebutkan bahwa bangunan ini menghabiskan 66 ton besi kanal produksi PT Krakatau Steel serta ratusan ton batu apung (bermis) eks Sukabumi, Jawa Barat. Contoh rumah sederhana bertingkat empat itu juga dilengkapi dengan pelataran tempat bermain bagi anak-anak. Dirancang sedemikian rupa sehingga tiap 16 apartemen dapat dikelola sebagai satu rukun tetangga.

"Kan, tidak memalukan kalau rumah begini berdiri di belakang gedung-gedung bertingkat di Jalan Thamrin," ujar Presiden Soeharto kepada Menteri Pekerjaan Umum Purnomosidhi saat meninjau pembangunan gedung bersama Gubernur Jakarta dan sejumlah pejabat teras lainnya.

Tak lama setelah peninjauan ke sana, Gubernur DKI Tjokropranolo pun mengimbau para pemilik tanah sepanjang jalan-jalan raya di Jakarta agar mengiklaskan tanahnya untuk dibangun perumahan rakyat bertingkat empat. Dengan imbalan, para pemilik tanah boleh menempati dan memiliki lantai terbawah secara cuma-cuma. Sedangkan lantai dua dan seterusnya akan disewa-belikan kepada para peminat.

Gagasan rumah murah bertingkat empat sebelumnya dibawa Menteri Muda Perumahan Cosmas Batubara, yang tahun lalu khusus mempelajari berbagai aspeknya di Inggris. Adapun Direktorat Perumahan Ditjen Cipta Karya berperan mengadakan sayembara perencanaannya.

Kaum pemborong bangunan yang berizin usaha di Jakarta menjadi pesertanya. Mereka diizinkan mengajukan usul pembuatan maisonette, yakni apartemen yang terdiri atas dua lantai. Pokoknya, apartemen itu harus mencakup ruang makan, kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan, jangan lupa: tempat jemuran pakaian. Calon penghuninya, seperti dijelaskan Noer Saiyidi dari Direktorat Perumahan, adalah yang penghasilannya rendah, Rp 20-100 ribu.

Apakah itu akan laku? Cosmas saat itu mengakui masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan rumah bertingkat empat. Ini tecermin, umpamanya, dari hasil survei LP3ES tentang bentuk. Anggota staf LP3ES, Amir Karamoy, dalam majalah Prisma, November 1978, menambahkan bahwa rumah mandiri yang diinginkan itu hendaknya "berada langsung di atas tanah". Sebab, "Tanah," tulis Karamoy, "erat hubungannya dengan tradisi dan kultur masyarakat agraris, ciri umum masyarakat kita."

Adapun perumahan flat yang sudah berdiri di Jakarta, menurut observasinya, "Umumnya dihuni oleh masyarakat yang corak, struktur, dan tingkat kebudayaannya relatif kompleks, dan berlokasi di daerah elite." Contohnya flat Departemen Luar Negeri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang didiami oleh golongan berpenghasilan menengah ke atas, bukan golongan berpenghasilan menengah ke bawah yang hendak dirangkul Perumnas.

"Kebudayaan hidup di flat" tampaknya meminta perhatian khusus dalam perencanaan, seperti hubungan antara tanggung jawab kolektif dan individu dalam perawatan flat itu. Juga masalah bising, penyediaan fasilitas sekolah, transportasi umum, tempat pembuangan sampah, dan kebun bersama. Desain perumahan flat itu sendiri—memanjang atau melingkar—dapat memecahkan atau justru menimbulkan masalah menjemur pakaian, tempat rekreasi anak-anak, serta jalur hijaunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus