Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI semut merubung nasi, ratusan mahasiswa berkumpul di lapangan parkir Monas, Jakarta, Sabtu dua pekan silam. Berbeda dari biasanya, sekumpulan mahasiswa itu tidak berteriak-teriak beringas sambil mengusung spanduk berisi slogan. Sebaliknya, mereka berbaris tertib dan rapi, berdiri tegak sempurna seperti layaknya militer berupacara.
Begitulah suasana apel akbar anggota resimen mahasiswa (menwa) pelbagai perguruan tinggi di Jakarta. Mereka menyatakan sikap menentang pembubaran menwa. Mereka juga menuntut agar keberadaan menwa tetap dipertahankan, direevaluasi, dan diredefinisi, serta tidak menutup kemungkinan atribut menwa akan diganti.
Apel akbar merupakan buntut dari polemik pembubaran menwa yang telah bergaung selama sebulan terakhir. Tentu saja, seperti isu lain, seperti kasus Buloggate, orang ramai menanggapi. Ada yang setuju, ada pula yang tidak. Para mahasiswa di IAIN Semarang termasuk yang setuju terhadap pembubaran menwa. Keputusan itu diperoleh melalui referendum mengenai perlunya menwa di kampus, medio Mei. Mahasiswa IAIN itu juga meminta pemerintah segera mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Penggunaan dan Pembinaan Menwa dalam Bela Negara atau Ketertiban Umum, yang selama ini menjadi landasan hukum keberadaan menwa. Hasil referendum itu didukung DPRD Jawa Tengah.
Pemerintah sendiri akhirnya setuju mencabut SKB itu setelah Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin bertemu Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono, 25 Mei silam. Meskipun demikian, tidak secara otomatis ”tentara kampus” itu lantas ikut bubar. Anggotanya terang-terangan memamerkan sikap resistensi. Menyusul keputusan mencabut SKB itu, sejumlah anggota menwa di pelbagai perguruan tinggi di pelbagai kota melakukan unjuk rasa menentang pembubaran organisasi mereka, seperti yang ditunjukkan pada apel akbar di Monas itu.
Jajak pendapat TEMPO memperlihatkan sikap yang hampir seimbang antara yang setuju dan tidak setuju menwa dibubarkan. Responden—mahasiswa Jakarta yang di kampusnya ada kegiatan menwa—yang setuju beralasan bahwa kehadiran menwa sudah tidak relevan dengan keadaan dan tuntutan reformasi yang mengutamakan sipil di atas militer. Selain itu, responden juga melihat menwa lebih banyak mendatangkan masalah internal di kampus. Pendapat ini agaknya dipengaruhi oleh terjadinya beberapa insiden yang melibatkan menwa, misalnya aksi pemukulan mahasiswa oleh anggota menwa di kampus IAIN Semarang, yang mendorong lahirnya referendum itu.
Sementara itu, responden yang tidak setuju menwa dibubarkan punya argumen sendiri. ”Kami dapat melatih kedisiplinan, kekompakan, dan jiwa karsa,” kata Suprayadi, anggota menwa Universitas Tarumanegara, Jakarta. SKB Tiga Menteri juga tak perlu dicabut, menurut mahasiswa kedokteran semester akhir ini, melainkan hanya perlu diperbaiki, terutama tentang peran menwa dalam keamanan dan sistem komandonya.
Pendapat tersebut didukung Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Ir. Lily Hendrajaya. Kepada Tempo Interaktif, Hendrajaya mengatakan selama ini keberadaan menwa di kampusnya tidak bermasalah. Karena itu, ITB tidak melihat alasan menwa harus dihapus. ITB justru akan menjadikan menwa sebagai satu unit kegiatan kampus, sebagai wahana pendidikan bela negara dengan latihan keprajuritan yang utuh, tidak setengah-setengah seperti sekarang. Institut ini menginginkan menwa, kelak, menjadi semacam Reserved Officer Training Corps (ROTC) di Amerika. Di situ mereka akan mendapat pendidikan militer secara utuh dengan penjenjangan yang jelas sehingga lulusannya bisa disetarakan dengan lulusan akademi militer. Adapun keanggotaannya secara sukarela.
Walhasil, menwa tampaknya perlu ganti wajah.
Wicaksono
Apakah menwa masih diperlukan sebagai penjaga ketertiban dan keamanan kampus? | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ya | 42%Tidak | 56% | Tidak tahu | 2% | | Bagaimana pendapat Anda dengan pernyataan bahwa kehadiran menwa lebih merupakan representasi kepentingan negara (militer) ketimbang kepentingan kampus atau mahasiswa sendiri? | Setuju | 48% | Tidak setuju | 52% | | Apakah menwa perlu dibubarkan? | Ya | 51% | Tidak | 48% | Tidak tahu | 1% | | Bila ya, mengapa Anda mengatakan demikian? (multiple) | Kehadiran menwa sudah tidak relevan dengan keadaan dan tuntutan reformasi | 59% | Menwa lebih banyak mendatangkan masalah internal di kampus | 44% | Menwa sering menimbulkan kekacauan di kampus | 17% | Maksud dan tujuannya tidak jelas | 12% | Membuat dirinya seperti TNI | 7% | | Bila tidak, mengapa Anda mengatakan demikian? (multiple) | Dapat menjadi salah satu aktivitas di kampus | 50% | Menwa dapat ikut menjaga keamanan dan ketertiban di kampus | 49% | Dapat menjadi ajang pelatihan disiplin bagi mahasiswa | 46% | Hak yang sama sebagai salah satu unit kegiatan mahasiswa | 5% | | Apakah pemerintah perlu mencabut SKB Tiga Menteri tentang Penggunaan dan Pembinaan Menwa dalam Bela Negara atau Ketertiban Umum? | Ya | 55% | Tidak | 44% | Tidak tahu | 1% | | Siapakah yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban di dalam kampus? | Satpam | 65% | Semua mahasiswa | 24% | Menwa | 20% | Semua yang terlibat dalam kegiatan kampus | 14% | Polisi kampus | 11% | | |
---|
Metodologi jajak pendapat :
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo