Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Berita Tempo Plus

Mereka yang Menolak Ratih

Responden jajak pendapat TEMPO berpendapat, rakyat terlatih tidak berbeda dengan Pam Swakarsa. Lebih dari 80 persen menolak ikut pasukan partikelir itu.

28 Desember 1998 | 00.00 WIB

Mereka yang Menolak Ratih
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Dalam jagat pewayangan, ada Dewi Ratih, dewi yang menyiratkan kesetiaan. Tapi bukan karena soal setia atau tak setia jika belakangan ini Panglima ABRI Jenderal Wiranto memopulerkan akronim Ratih--untuk Rakyat Terlatih--pasukan sipil yang terlatih dan dipersenjatai. Mereka akan bertugas terutama pada masa pemilihan umum dan sidang umum MPR mendatang.

Wajar kalau kini banyak pihak yang ngeri membayangkan akibat yang ditimbulkan dengan adanya pasukan partikelir itu. Pengalaman munculnya Pam Swakarsa beberapa bulan lalu membuktikan bahwa bukan keamanan yang diperoleh masyarakat, melainkan pertumpahan darah.

Paling tidak itulah pendapat sebagian besar responden jajak pendapat TEMPO yang dilaksanakan dua pekan lalu. Menurut mereka, Ratih ya setali tiga uang dengan Pam Swakarsa. Kesamaan kedua lembaga ini tidak cuma pada bentuk pasukannya, tapi juga niat yang terkandung di belakang pembentukannya.

Pembentukan pasukan ini memang banyak dicurigai masyarakat. Meski Pangab menegaskan Ratih dibuat untuk memperkuat pasukan ABRI yang jumlahnya terbatas, sebagian besar responden TEMPO berpendapat bahwa pemerintah ingin menggunakan Ratih sebagai tameng untuk mempertahankan kekuasaannya.

Dengan adanya Ratih, pemerintah mendapat legalitas untuk memberangus gerakan-gerakan yang berseberangan dengan kebijakan formal dan pemberangusan itu dilakukan oleh elemen masyarakat sendiri dalam wujud Ratih. Dengan kata lain, konflik antara masyarakat dan aparat dialihkan menjadi konflik antarpenduduk sipil. Keuntungannya bagi pemerintah dengan menerapkan strategi ini, selain tangan mereka bersih dari titik darah akibat bentrokan antarwarga, citra mereka pun tidak akan seburuk ketika aparat yang memuntahkan peluru seperti dalam insiden Semanggi.

Karena hitung-hitungan itulah responden dengan tegas menolak keterlibatan warga sipil dalam pengamanan SU MPR dan pemilu dalam bentuk apa pun. Meski doktrin pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang dianut Indonesia membuka peluang bagi terlibatnya warga masyarakat sebagai bagian dari pengamanan--seperti yang wujudnya kita lihat dalam hansip--toh saat ini gagasan itu dinilai responden lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

Karena itu pula hampir tidak ada responden yang mau ikut Ratih jika pendaftaran pasukan yang rencananya akan dimulai Januari tahun depan ini jadi diterapkan. Hanya 4 persen yang menjawab bersedia ikut serta dan 9 persen lainnya mengatakan masih ragu-ragu.

Akan gagalkah Ratih? Belum tentu juga. Jajak pendapat ini memang memotret keinginan masyarakat dalam sebuah segmen waktu tertentu. Artinya, apa yang mereka suarakan bisa saja berubah. Apalagi proyek ini didukung oleh penyediaan dana yang tidak kecil. Paling tidak, setiap "prajurit" akan menerima upah bulanan yang menurut Pangab jumlahnya tidak akan lebih rendah dari upah minimun regional. Di tengah suasana susah kerja, susah uang, dan susah pangan seperti sekarang, gemerincing uang adalah alat rayu yang paling ampuh untuk membuat orang terpengaruh.

Kalau sudah begini, kuncinya memang kembali ke pemerintah. Adakah mereka tergerak untuk tidak mengulangi peristiwa Semanggi atau Cawang, saat seseorang dari kalangan rakyat beratribut Pam Swakarsa tewas terbunuh dengan sepotong tongkat tertancap di mulut?

Arif Zulkifli



Tentang metodologi jajak pendapat ini:

  • Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 505 responden di lima wilayah DKI pada 8-14 Desember 1998. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan sebesar 5 persen.

  • Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit analisis kelurahan, rukun tetangga (RT), dan kepala keluarga (KK). Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.

    INFO GRAFIS
    Maukah Anda ikut terlibat dalam Ratih?
    Tidak mau87%
    Mau4%
    Tidak tahu/ragu-ragu9%
     
    Samakah Ratih dengan Pam Swakarsa?
    Sama saja73%
    Berbeda27%
     
    Perlukah rakyat dilibatkan sebagai pengaman pemilu dan SU MPR?
    Tidak perlu77%
    Perlu12%
    Tidak tahu/ragu-ragu10%
     
    Apakah yang sedang dilakukan pemerintah dengan membentuk Ratih?
    Pemerintah ingin mempertahankan kekuasaan dengan menjadikan rakyat sebagai tameng54%
    Pemerintah ingin ada konflik dalam masyarakat agar kekuasaannya bertambah kuat26%
    Pemerintah ingin rakyat terlibat dalam pengamanan pemilu dan SU MPR 199916%
    Pemerintah kekurangan tenaga pengamanan pemilu sehingga rakyat dilibatkan10%
     
    Apa yang akan terjadi jika Ratih jadi dilaksanakan?
    Bentrokan antaranggota masyarakat81%
    Pemilu dan SU MPR menjadi aman19%
     

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus