DARI mana datangnya instruksi penculikan para aktivis prodemokrasi? Boleh percaya boleh tidak: instruksi datang dari hati nurani Mayor Inf. Bambang Kristiono. Perwira Menengah (Pamen) Diperbantukan (pada) Komandan Jenderal Kopassus itu, beserta 10 anggota Grup IV Korps Baret Merah, sejak Rabu pekan lalu menjalani persidangan di Mahkamah Militer Tinggi II, Jakarta Timur. Di hari pertama itu para terdakwa mendengarkan dakwaan oditur militer Kol. CHK M. Harom Wijaya dan Kol. CHK Supratman.
Materi dakwaan setebal 27 halaman itu berkisah tentang pembentukan sebuah satuan khusus oleh Mayor Bambang pada Juli 1997. Namanya Tim Mawar. Anggotanya, selain Bambang sebagai komandannya, terdiri atas 11 orang, yaitu Kapten Inf. F.S. Mustajab, Kapten Inf. Nugroho Sulistiobudi, Kapten Inf. Julius Stefanus, Kapten Inf. Untung Budiarto, Kapten Inf. Dadang Hindrayuda, Kapten Inf. Joko Budi Utomo, Kapten Inf. Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Targetnya jelas: memburu dan menangkapi aktivis radikal. Latar belakangnya, kata terdakwa, karena terpanggil hati nurani untuk mengamankan kepentingan nasional. Sebab, dalam penilaian Bambang, demikian bunyi dakwaan itu, tindakan para aktivis tersebut akan mengganggu stabilitas nasional. Operasi itu dinyatakan amat rahasia, menggunakan metode hitam, dan dengan posko berdiri sendiri. Lalu, pendek kata, satu per satu target operasi diciduk, yaitu Andi Arief, Nezar Patria, Desmond J. Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Faisol Resha, dan Raharjo Waluyojati.
Dua korban penculikan, Andi Arief dan Pius Lustrilanang, memang mengenali para penculik itu. Pius, yang sedari awal sudah mengetahui bahwa para penculiknya adalah anggota Grup IV Kopassus, malah langsung mengenali sang komandan. "Saya tahu Bambang Kristiono. Dia salah satu penculik," katanya. Menurut Pius, Bambang adalah orang ketiga di Grup IV Kopassus, setelah komandan grup dan wakil komandan grup. Bambang sendiri adalah perwira operasi yang bertanggung jawab di lapangan.
Cuma, ada yang aneh di ruang sidang. Misalnya menyangkut materi dakwaan yang menyebutkan bahwa pembentukan Tim Mawar adalah "berdasarkan hati nurani" Bambang?bukan "atas perintah atasan". Ini gaya lama. Selalu saja pengadilan militer di republik ini berupaya menyembunyikan "ikan kakap" dan memajukan "ikan teri". Andi Arief dan Pius mencurigai "dikorbankannya" Bambang itu sebagai upaya ABRI untuk melokalisasi sebuah operasi "rahasia" menjadi suatu "kerja liar oknum". Logika yang akan diajukan kira-kira begini: jika dibuktikan kelak ada "kerja liar" oknum Baret Merah, tentulah itu bukan hasil kebijakan institusi ABRI.
Padahal, siapa pun masih ingat hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi ABRI: bahwa dari hasil pemeriksaan atas mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn.) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV Kopassus Kol. Chairawan, telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya. Anehnya, dakwaan di pengadilan bisa berbeda dengan hasil temuan DKP itu.
Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., bahkan punya pendapat lebih jauh. Menurut dia, seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak pidana penculikan. Karena itu, tidak ada alasan lain, Prabowo memang harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah Habibie mengeluarkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dalam temuan TGPF itu, disebutkan bahwa jika dalam persidangan anggota Kopassus tersebut terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.
Logikanya, kata Syamsu lagi, tidak mungkin kesebelas anggota Kopassus itu melakukan operasi secara sendiri-sendiri, tanpa perintah komandannya, kecuali saat itu mereka adalah pasukan yang melakukan desersi. "Saat itu, mereka tidak desersi, sehingga sudah pasti ada yang memerintahkan mereka," Syamsu menegaskan lagi. Dan semuanya terlampau jelas jika dirunut dari hierarki komando di Kopassus. Saat itu, komandan satuan tugas operasi penculikan adalah Mayor Bambang. Atasan langsung Bambang adalah Kolonel Chairawan, yang secara langsung bertanggung jawab kepada Danjen Kopassus saat itu, Mayjen TNI Prabowo Subianto.
Karaniya Dharmasaputra, Dwi Arjanto, Edy Budiyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini