Beberapa waktu lalu, saya dengan bangganya ingin memperkenalkan kawasan Puncak kepada seorang teman yang kebetulan orang Belanda.Tentunya saya ingin bercerita bagaimana nilai sejarah jalur Puncak yang merupakan cikal-bakal jalan raya di Pulau Jawa. Selain itu, sekaligus saya ingin memperlihatkan betapa indahnya pemandangan di sana.
Namun, yang terjadi, janganlah bermimpi bisa mendapatkan pemandangan indah. Yang ada hanyalah hamparan kebun teh yang tertutup oleh deretan tenda-tenda biru yang sangat berantakan. Kios-kios pedagang kaki lima, dengan tidak beraturan, menjejali badan-badan jalan sepanjang jalur kebun teh. Belum lagi lapak-lapak dan tumpukan sampah, yang sama sekali tidak dibersihkan oleh para pemilik tenda tersebut, teronggok di sana-sini. Bahkan beberapa kios sudah berubah fungsi menjadi semi rumah tinggal, dengan menembok beberapa bagian bangunannya.
Ironis sekali kebrengsekan itu berdampingan dengan slogan-slogan ketertiban dan keindahan dari Pemda Bogor yang terpampang di tebing-tebing jalan.
Yang mengherankan adalah tidak adanya upaya dari pihak Pemda Bogor untuk menertibkan atau menata para pedagang itu. Sebab, menurut informasi, keadaan seperti itu sudah berlangsung cukup lama, jauh sebelum zaman ”gonjang-ganjing” reformasi yang sering kali dipakai sebagai alasan untuk menolelir ketidakteraturan.
Jika Pemda Bogor bertanggung jawab, tentunya akan berusaha memperbaiki keadaan ini. Tentunya dengan cara yang bijak, agar para pedagang pun tidak terlalu dirugikan.
Buggi Rahardi
Bintaro Jaya
Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini