Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda kalau Presiden Joko Widodo mengganti Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo atas manuver-manuvernya yang berbau politik?
|
||
Ya | ||
37,75% | 2.107 | |
Tidak Tahu | ||
1,17% | 65 | |
Tidak | ||
61,08% | 3.409 | |
Total | (100%) | 5.581 |
PANGLIMA Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo dalam sebulan terakhir melancarkan aksi dan pernyataan yang dinilai sebagai manuver politik. Selain menginstruksikan untuk ramai-ramai menonton film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, Gatot menyebutkan adanya impor senjata dari institusi nonmiliter. Memang, belakangan terungkap bahwa Kepolisian Republik Indonesia mengimpor senjata, yaitu Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter dan 5.932 butir peluru. Senjata tersebut tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta pada Sabtu, 30 September 2017. Senjata milik Korps Brigade Mobil tersebut tertahan lama di Gudang Kargo Unex. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan tidak ada yang salah dengan impor senjata Polri. Dia menegaskan pengadaan senjata oleh instansi militer ataupun nonmiliter tetap harus seizin Kementerian Pertahanan. "Jadi tidak ada instansi yang salah atau benar. Cuma koordinasi yang kurang," ujarnya. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada lebih dari lima peristiwa yang menunjukkan manuver politik Gatot. Di antaranya pernyataan Gatot soal hak politik bagi anggota TNI, hadir dalam demonstrasi 212, hadir dalam rapat Partai Golkar, dan pernyataannya bahwa politik Panglima adalah politik negara. "Kegaduhan ini muncul lantaran ketidakmampuan sipil mengontrol militer," kata Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi, Puri Kencana Putri, merujuk pada laporan Kontras berjudul "Tentara Profesional dalam Tarik-Ulur Politik Nasional". Menurut Puri, hal ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab Presiden Joko Widodo yang menjadi panglima tertinggi. Menanggapi banyak tudingan kepadanya, Gatot mengatakan tidak mungkin Panglima TNI tidak berpolitik. Tapi Gatot mengklaim politik seorang panglima bukanlah politik praktis. "Politik Panglima adalah politik negara, bukan politik praktis," ujarnya di Cilegon, Banten, Selasa pekan lalu. Gatot juga mengklaim yang dilakukannya semata untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. Dia tak ambil pusing jika dianggap melakukan manuver politik. "Mereka punya pengertian sendiri, ya, tidak jadi masalah," ujarnya. Hingga pekan lalu, Jokowi tak juga mengganti Gatot. Dalam sidang kabinet paripurna 2 Oktober lalu, Jokowi mengingatkan para pembantunya agar tak membuat kegaduhan. "Fokus kerja saja," ujar Jokowi tanpa menunjuk satu orang. Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan semua anggota TNI, Polri, atau pegawai negeri sipil yang ingin berpolitik praktis harus keluar lebih dulu dari institusi negara. Lepas dari manuver politik Sang Panglima, hasil jajak pendapat pembaca Tempo.co menunjukkan mayoritas tidak ingin Jenderal Gatot diganti. l |
Indikator Pekan Ini Setujukah Anda dengan aturan Bank Indonesia yang memungut biaya top up kartu pembayaran nontunai?www.tempo.co. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo