Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Pasukan Baret Biru, Jangan Dulu

Warga Jakarta menolak kehadiran pasukan perdamaian PBB untuk menyelesaikan kasus Maluku.

16 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALUKU dan Maluku Utara adalah ketidakpastian. Konflik antarpenduduk berwarna SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) di dua provinsi di Indonesia bagian timur itu sampai kini tak kunjung terselesaikan. Ribuan orang sudah meregang nyawa dan ribuan rumah, sekolah, tempat ibadah hangus terbakar atau rusak.

Makin lama, harapan akan datangnya penyelesaian damai malah menjauh. Padahal, berbagai cara sudah ditempuh untuk meredakan berbagai konflik yang sudah berlangsung hampir satu setengah tahun itu. Terakhir, Pemerintahan Abdurrahman Wahid menerapkan darurat sipil di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, akhir Juni lalu.

Sayangnya, bentrokan dan baku bunuh tak juga berhenti, meskipun aparat keamanan sudah menyita belasan ribu senjata dan menangkap belasan kapal pengangkut senjata. Bentrokan terakhir terjadi di kawasan Teluk Dalam, Ambon, Kamis pekan lalu, yang menewaskan empat orang.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah Maluku? Forum Suara Rakyat Maluku dan masyarakat Maluku di Jakarta minta agar pemerintah mengundang pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu memulihkan keamanan di provinsi seribu pulau itu. Mereka menilai, aparat TNI dan Polri tidak netral dalam mengatasi keamanan sehingga konflik di Maluku tak segera bisa dipecahkan.

Tapi, mayoritas responden jajak pendapat Majalah TEMPO menolak usulan itu. Hanya sebagian kecil yang menyetujuinya. Menurut mereka yang menolak, Maluku merupakan urusan dalam negeri Indonesia sehingga harus diselesaikan oleh Indonesia sendiri. Sebagian responden juga menganggap campur tangan asing hanya akan memperkeruh situasi. "Kita punya tentara dan hukum sendiri. Mengapa harus minta bantuan PBB? Apakah ada jaminan mereka bisa menyelesaikan masalah Maluku?" kata Sri Wahyuni, ibu rumah tangga yang tinggal di Penggilingan, Jakarta Timur.

Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo, bisa memahami banyaknya responden yang menolak kehadiran Pasukan Baret Biru tersebut. "Masyarakat masih mengalami trauma dengan kasus Timor Timur. Jangan-jangan Maluku juga akan terlepas dari Indonesia," katanya. Selain itu, pasukan PBB juga tak bisa netral sebagaimana di Timor Timur dulu. Dia sendiri juga setuju Indonesia tidak langsung meminta bantuan asing sebelum benar-benar mengusahakan sendiri perdamaian di Maluku.

Repotnya, penyelesaian dalam negeri selama ini masih belum menunjukkan hasil apa-apa. Kalau begitu, kepada siapa lagi penyelesaian konflik Maluku bergantung? Sebagian besar responden menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada masyarakat Maluku sendiri. Sebagian yang lain meminta peran aparat keamanan yang lebih serius untuk menyelesaikan kasus Maluku.

Menurut Imam, aparat keamanan memang harus bekerja lebih keras dan masyarakat Maluku harus mengambil peran yang lebih besar. Dia mengusulkan agar dibentuk pasukan pencipta perdamaian nasional yang berisi TNI dan Polri, serta pasukan penjaga perdamaian nasional yang terdiri dari masyarakat sipil. "Pasukan pertama diterjunkan ke wilayah rawan, yang kedua di daerah yang aman," katanya. Usulan Imam ini sejalan dengan pendapat sebagian responden yang menganggap perlunya dibentuk tim rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus Maluku. Tapi, apakah semua itu bisa segera menuntaskan konflik di Maluku? Agaknya masyarakat Maluku mesti bersabar, sementara pemerintah harus bergegas selagi masih ada peluang.

M. Taufiqurohman dan Agus S. Riyanto


Apakah Pemerintah Indonesia perlu minta bantuan pasukan perdamaian PBB untuk ikut menyelesaikan konflik di Maluku?
Ya79,1%
Tidak20,9%
Bila ya, mengapa Anda menjawab demikian?
TNI tidak mampu menyelesaikan konflik itu63,6%
Ada Provokator37,4%
Pemerintah kesulitan anggaran22,4%
 
Bila tidak, mengapa Anda menjawab demikian?
Maluku merupakan urusan dalam negri Indonesia72,0%
Campur tangan asing hanya akan memperkeruh situasi44,8%
Aparat TNI masih sanggup menangani30,2%
 
Seandainya campur tangan Pasukan Perdamaian PBB tidak diperlukan, siapa yang harusmenyelesaikan konflik di Maluku
Rakyat Maluku sendiri80,8%
Tentara Nasional Indonesia36,2%
Kepolisian Republik Indonesia19,8%
 
Apakah Anda mempunyai usul lain untukmenyelesaikan masalah di maluku?
Perlu di bentuk tim rekonsiliasi59,5%
Tambah jumlah aparat26,0%
Terapkan darurat militer19,0%
Mengisolasi Maluku17,4%
Memasukan Personel keagamaan yang agamanya berbeda dengan masyarakat setempay13,9%
 

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO, bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 511 responden di lima wilayah DKI, pada 11-12 Juli 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode acak bertingkat (multi-stages random sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan lewat kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.

    MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB

    Independent Market Research
    Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum