GEDUNG Kejaksaan Agung di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, mirip sebuah benteng. Penjagaan dilakukan ekstraketat. Pintu gerbang belakang, yang menghadap Jalan Hasanudin di kawasan Bulungan, kini dijaga sekelompok petugas keamanan. Tamu, termasuk wartawan yang biasanya bebas lalu-lalang, tak luput dari pemeriksaan.
Maklum, sejak sebuah bom meledak di Kejaksaan Agung, 4 Juli silam, polisi agaknya masih jauh dari menemukan sang dalang. Sejauh ini polisi baru memeriksa saksi-saksi dan menemukan jip Hardtop putih yang dicurigai sebagai kendaraan pelaku. Sejumlah fakta juga didapat polisi.
Fakta-fakta itu, antara lain, bom yang meledak adalah dari jenis rakitan dengan daya ledak relatif rendah. Sedangkan bom kedua yang belum meledak terdiri atas bahan peledak TNT 160 gram, dan detonator buatan pabrik senjata Pindad di Turen, Malang. Berdasarkan nomor serinya, diketahui bahwa bom tadi dikirim dari Pindad pada 30 Desember 1996 ke Gudang Pusat Amunisi Angkatan Darat, Saradan, Madiun. Temuan polisi atas adanya tumpukan sidik jari pada bom di lantai tiga gedung itu mengindikasikan pemiliknya lebih dari satu orang.
Dari fakta itu, sampai akhir pekan lalu ada 25 saksi yang sudah diperiksa polisi. Sembilan di antaranya pengawal Tommy Soeharto. Menurut Kadispen Polri Brigjen (Pol.) Dadang Garnida, pengawal itu lima dari kepolisian dan empat orang anggota TNI. Mereka memang ada di lokasi kejadian saat bom meledak karena persis saat itu Tommy tengah menjalani pemeriksaan dalam kasus tanah 144 hektare yang dijadikan Sirkuit Sentul, Bogor. Menurut Kapolri Rusdihardjo, para pengawal itu berpangkat bintara hingga perwira pertama.
Fakta berupa jip Hardtop putih ditemukan Tim Buru Sergap Kepolisian Resor Jakarta Selatan di kawasan Cileungsi, Bogor. Menurut saksi mata di sekitar Kejaksaan Agung, jip itu ditumpangi enam penumpang bertubuh kekar. Empat dari enam orang yang menjadi penumpangnya telah diperiksa. Tapi, lagi-lagi masih terlalu dini menuduh mereka kawanan yang meledakkan kejaksaan. Namun, ada saksi yang mengaku melihat mobil jip itu parkir di sebuah rumah di Jalan Rasamala, Menteng, Jakarta Pusat, tak jauh dari Jalan Cendana.
Sementara itu, berdasarkan pemeriksaan saksi, polisi juga sudah mendapat informasi identitas salah satu pelaku, yang ternyata bekas anggota Pasukan Pengamanan Presiden berpangkat sersan mayor. Tersangka keburu kabur sebelum polisi datang. Kendati demikian, petugas telah membuat sketsa wajah dua orang tersangka yang dicurigai.
Walhasil, yang ada di tangan polisi memang baru jenis dan asal bom, sidik jari di bom, saksi-saksi, serta mobil. Pelaku, motif, serta dalang di balik aksi yang menjadi mata rantai berikutnya belum ada di tangan. Yang tersisa hanya sejumlah dugaan dan skenario.
Satu versi skenario itu dikemukakan satu sumber TEMPO di Kejaksaan Agung. Ia mengatakan, dari hasil-hasil pemeriksaan polisi terungkap bahwa pelaku pengeboman itu adalah aparat TNI. Mengenai motifnya, dia menduga ada dua kemungkinan. Pertama, aksi pengeboman itu semacam teror terhadap kejaksaan, yang sedang berupaya mengungkap kasus dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme Keluarga Cendana. Kalau ini benar, berarti dalangnya Keluarga Cendana. Kemungkinan kedua, pengeboman itu merupakan upaya pengalihan perhatian publik dari kasus uang palsu yang melibatkan seorang jenderal ke arah Keluarga Cendana.
Benarkah? Dugaan bahwa pelakunya pihak tentara mungkin dikaitkan dengan surat yang dikirim Kapolri Jenderal Rusdihardjo ke alamat KSAD Jenderal Tyasno Sudarto. Menurut Kadispen Polri Brigjen Dadang Garnida, surat tersebut berisi permintaan bantuan kepada Angkatan Darat untuk menuntaskan penyidikan meledaknya bom di Kejaksaan Agung. Sejauh ini, belum ada jawaban pihak TNI soal ini.
Sementara itu, dugaan Cendana ada di balik aksi bom ini juga dibantah Juan Felix Tampubolon, pengacara keluarga Soeharto. Tampubolon melihat bahwa upaya mengaitkan Cendana dalam kasus peledakan bom ini cuma untuk mengalihkan perhatian publik. ''Bukankah ada juga berbagai kemungkinan lain, misalnya bahwa yang berada di belakang pengeboman ini adalah pejabat kejaksaan sendiri, atau aparat militer, atau pihak ketiga lainnya," katanya.
Sementara, tudingan bahwa dalang pengeboman itu jenderal yang tersangkut perkara uang palsu—meski masuk akal karena memang ada kasusnya—belum didukung bukti di lapangan. Baunya sudah tercium, tapi asal-muasal sang bau, apalagi siapa yang melepas sang bau, masih tanda tanya besar.
Wicaksono, Iwan Setiawan, Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini