Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sibuk Cekcok, Lupa RUU

Dikaburkan oleh perseteruan politik, DPR melupakan sejumlah soal penting.

16 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUKANG stempel. Itulah julukan yang melekat pada DPR di masa Orde Baru. Fungsi kontrol wakil rakyat kepada pemerintah, yang seharusnya menjadi tugas mereka, tidak dijalankan secara benar. Presiden begitu berkuasa. Namun, setelah angin reformasi mulai menerpa Indonesia, berbarengan dengan naiknya Abdurrahman Wahid, suasana itu berubah drastis. DPR bukan lagi kaki tangan eksekutif. Segala tindak-tanduk presiden dievaluasi secara kritis.

Pemecatan dua orang menteri, misalnya, begitu antusias ditanggapi oleh wakil rakyat dengan mengajukan hak interpelasi. Dugaan korupsi yang mengarah pada lingkar dalam Istana Presiden dalam kasus pembobolan dana Bulog dan sumbangan Hassanal Bolkiah juga tidak luput dari incaran mereka. Hak angket pun segera disiapkan. Setiap ucapan presiden, yang memang sering berbau kontroversial, menjadi bahan diskusi para wakil rakyat.

Kesibukan berpolitik jangka pendek itu membuat tugas utama DPR membuat undang-undang jadi kedodoran. Masih banyak rancangan undang-undang (RUU), yang memang menjadi tugas utama wakil rakyat itu untuk menggodoknya, belum kelar dibahas. Beberapa RUU sisa DPR semasa B.J. Habibie menjadi presiden belum juga tuntas dibahas (lihat tabel). RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hingga kini tidak jelas nasibnya. Padahal, undang-undang itu sangat dibutuhkan saat ini untuk menggantikan undang-undang lama yang sudah tidak bisa mengakomodasi berbagai persoalan pidana.

Tidak hanya itu. Draf RUU Nanggroe Aceh Darussalam, yang pernah diusulkan oleh Pemerintah Daerah Aceh, hingga kini juga tidak jelas kelanjutannya. RUU itu adalah aspirasi rakyat Aceh agar di daerah itu diberlakukan aturan hukum khusus untuk mengatur kehidupan mereka. Selain itu, draf peraturan perundangan itu juga dimaksudkan untuk meredam keinginan rakyat negeri Serambi Mekah itu untuk merdeka. Jelas, dilihat dari prioritas, undang-undang ini mendesak untuk dibahas.

Sistem peradilan, yang saat ini keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan, juga tidak menjadi prioritas bahasan anggota dewan. Meski sejumlah calon hakim agung sedang diseleksi oleh DPR, menurut pengamat politik Arbi Sanit, upaya dewan mengubah citra peradilan belum sepenuhnya dilakukan. ''Bagi saya, ukuran DPR berprestasi adalah apabila menghasilkan undang-undang untuk mengubah birokrasi dan memperbaiki peradilan termasuk Mahkamah Agung," ia menegaskan.

Dan orang layak khawatir. ''Sekarang kontrol terhadap pemerintah menguat, tapi fungsi legislasinya terkapar karena sibuk berkonspirasi," kata Arbi Sanit. Tidak hanya itu. Saling balas dan kecam sesama anggota menjadi hal lumrah terdengar hampir tiap hari. Anggota DPR cenderung menjadi benteng aktivitas elite politik jagoan mereka ketimbang mengikuti aspirasi rakyat. Lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap kinerja para anggota dewan, Parliament Watch, juga melihat hal yang sama. ''Saat ini memang terlihat yang muncul lebih untuk kepentingan partai daripada kepentingan nasional," kata ketuanya, Kemal Roemawi.

Lebih bernafsunya anggota DPR bersikap kritis terhadap presiden ketimbang mengurusi masalah undang-undang, menurut Arbi, lebih karena faktor gengsi kekuasaan DPR terhadap eksekutif. ''Mereka mau membalik tradisi Orde Baru, tetapi terjebak oleh nafsu berkuasa," tuturnya. Karena itu, fungsi kontrol yang dikedepankan sehingga fungsi legislasinya terbengkalai.

Aktivitas politik jangka pendek itu jelas menguras waktu dan tenaga para wakil rakyat. ''Semua pembahasan RUU molor dari yang dijadwalkan, kecuali masalah keuangan, APBN, dan perpajakan," kata anggota Komisi V asal Fraksi Reformasi, Alvin Lie. Selama sepuluh bulan bekerja, dari 36 RUU yang masuk ke DPR, baru 17 yang selesai dibahas. Di antara jumlah itu, 16 disahkan dan 1 ditolak. Sebagain besar RUU yang disetujui adalah tentang pembentukan kabupaten dan provinsi baru.

Ketua DPR Akbar Tandjung membantah anggapan bahwa DPR saat ini mengesampingkan tugas utamanya. Menurut Akbar, jumlah RUU yang telah dibahas sudah cukup banyak. Sedangkan interpelasi yang dipakai anggota dewan adalah bagian dari tugas mereka mengontrol presiden. ''Pendukung fanatik Gus Dur saja yang reaksinya sudah tidak proporsional dan mencari-cari kesalahan," ujarnya.

Meski mengaku pembahasan RUU agak tersendat, Alvin Lie mengatakan itu bukan disebabkan oleh aktivitas politik anggota dewan, melainkan oleh persoalan teknis belaka. ''Itu masalah bahasa hukum saja. Karena semua RUU itu harus nyantol ke Komisi II dahulu, beban mereka jadi cukup berat," ujarnya.

Selain itu, minimnya dukungan tenaga ahli dalam soal perundangan juga menjadi kendala DPR memproses undang-undang secara cepat. ''Memang ada Pusat Pengkajian dan Penyajian Informasi. Tapi karena mereka melayani semua komisi, jumlahnya tidak memadai," kata Alvin Lie. Idealnya, menurut Akbar Tandjung, harusnya staf ahli berjumlah ratusan, bukan puluhan seperti saat ini.

Mengontrol presiden memang sudah menjadi tugas DPR. Tetapi, jika tugas itu dipakai sebagai dalih menelantarkan tugas lain yang substansial, jelas jauh dari harapan rakyat yang memilih mereka. Seperti presiden, yang kini menjadi sorotan, anggota DPR tak bisa bersembunyi dari penilaian publik pemilihnya.

Johan Budi S.P., Adi Prasetya, Ardi Bramantyo

Nasib Rancangan Undang-Undang DPR

Sisa masa B.J. Habibie
USULAN PEMERINTAH

HAM dan Komnas HAM
Status: Tidak jelas

Minyak dan Gas Bumi
Status: Ditunda pengesahannya
Keterangan: Pembicaraan tingkat IV (paripurna) batal dengan alasan yang tidak jelas.

Telekomunikasi
Status: Tidak jelas
Keterangan: Pernah diprotes praktisi penyiaran karena dinilai akan mengurangi kebebasan pers.

RUU Pengganti KUHP
Status: Pernah dibahas
Keterangan: Tahap akhir penyelesaian draf di Departemen Hukum dan Per-undang-undangan.

Keselamatan dan Keamanan Negara/ Penang-gulangan Keada-an Bahaya (PKB)
Status: Tidak jelas
Keterangan: Di zaman Habibie, RUU ini sempat disetujui DPR tapi urung diundangkan karena ditentang banyak kalangan.

Ketentuan Pokok Peraturan Perundang-undangan
Status: Tidak jelas

Perfilman
Status: Tidak jelas

Penyiaran
Status: Tidak jelas

Pemekaran Wilayah (11 buah)
Status: Disahkan
Keterangan: Disahkan dengan sejumlah perubahan.

Era Presiden Abdurrahman Wahid
USULAN PEMERINTAHPenetapan Perpu tentang Pengadilan HAM menjadi UU
Status: Ditolak DPR
Keterangan: Semua fraksi meminta pemerintah segera mengajukan RUU mengenai Pengadilan HAM.

Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) (6 buah)
Status: Dalam proses

Serikat Pekerja
Status: Disahkan
Keterangan: Masih diprotes sebagian besar pekerja, terutama pasal tentang keharusan untuk mencatatkan diri kepada pemerintah dan pasal tentang kewenangan pemerintah untuk membubarkan serikat pekerja.

Konvensi ILO tentang Pelarangan dan Penghapusan "Kerja Paksa" Anak-Anak
Status: Disahkan

APBN Tahun 2000
Status: Disahkan

Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian Internasional
Status: Dalam proses
Keterangan: Pembicaraan tingkat I (Menteri dan DPR).

Perubahan atas UU No. 3/1999 tentang Pemilu
Status: Disahkan

Pengadilan HAM
Status: Dalam proses
Keterangan: Pem-bicaraan tingkat I.

Perubahan UU Perpajakan (5 buah)
Status: Dalam proses
Keterangan: Masya-rakat perpajakan dan kalangan dunia usaha menilai RUU tersebut tidak akan meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, tetapi sangat menekan wajib pajak (WP). Sebagian pengusahan bahkan menginginkan keten-tuan pengampunan pajak.

Perlindungan Varietas Tanaman
Status: Dalam Proses
Keterangan: Pem-bicaraan tingkat I.

Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan
Status: Dalam Proses
Keterangan: Pem-bicaraan tingkat I.

Penyelesaian Perselisihan Industrial
Status: Dalam Proses
Keterangan: Pem-bicaraan tingkat I.

Tentang Yayasan
Status: Dalam Proses
Ketrangan: Pem-bicaraan tingkat I.

INISIATIF DPR

Pemekaran Wilayah (3 buah)
Status: Dalam Proses
Keterangan: Pem-bicaraan tingkat I.

RUU Kepresidenan
Status: Belum diproses
Keterangan: Pemerintah dan DPR sepakat untuk menggarap RUU Kepresidenan setelah MPR selesai melakukan amen-demen UUD 1945.

USULAN PEMDA DI ACEH

RUU Nanggroe Aceh Darussalam
Status: Belum diproses
Baru disampaikan ke DPR, tapi belum diajukan sebagai hak inisiatif DPR.

USULAN BPPN

RUU Penyehatan Perbankan Nasional (PPN)
Status: Belum diproses

Diolah dari berbagai sumber

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus