INILAH hadiah ulang tahun ke-21 yang menggembirakan: dua trofi Adinegoro PWI Jaya untuk karya jurnalistik foto. Peraihnya dua wartawan TEMPO: fotografer Robin Ong dan reporter Riza Sofyat -- masing-masing juara kedua dan ketiga. Tapi, perjalanan untuk meraih karya terbaik tahun 1991 itu bukan tak ditempuh dari upaya yang panjang. Tak kurang 100 rol film dihabiskan Robin selama meliput Asian Games XI di Beijing, sebagian dibidikkannya ketika Yayuk Basuki bertarung di lapangan tenis, dan salah satu di antara rekaman fotonya itulah yang menghasilkan penghargaan foto terbaik. Trofi juara kedua itu hampir saja luput, andaikata fotografer kami yang banyak meliput peristiwa olahraga tersebut gagal naik pesawat menuju Beijing, dua tahun silam. Bayangkan, paspor dan kartu akreditasi sudah di tangan, tapi tiket pesawat masih belum didapat. Padahal, pesta pembukaan Asian Games XI tinggal dua hari. Ketika akhirnya Robin mendarat di ibu kota Republik Rakyat Cina tersebut, datang kesulitan baru. Birokrasi petugas di negara komunis itu sempat membuat Robin cemberut. Gerak wartawan mancanegara di Workers' Stadium, stadion utama Beijing, dibatasi. Memotret pertandingan hanya diizinkan dari tempat yang sudah ditentukan. Itu pun harus adu sikut dengan puluhan wartawan foto lain. "Waktu itu kami seperti disekap di dalam kotak," kata Robin. Ternyata kemudian justru perjuangan dari dalam "kotak" itulah yang menghasilkan trofi PWI Jaya 1991 untuk karya foto jurnalistik bagi Robin. Lain lagi perjuangan Riza Sofyat, ketika itu wartawan TEMPO di Biro Bandung, yang ditugasi meliput demonstrasi menentang SDSB di Universitas Padjadjaran. Masalahnya, pada saat demonstran sedang menggebu-gebu, hujan turun. Sebagian khalayak berlarian mencari tempat berteduh atau pulang. Namun, Riza tetap bertahan dan melakukan peliputan, sekalipun deadline sudah mepet. Ternyata, penantiannya tak sia-sia. Salah satu di antara hasil bidikannya atas peristiwa itu dimuat TEMPO edisi akhir tahun, dan kini dinyatakan juri sebagai Juara III Trofi PWI Jaya. Sejak awal 1992, Riza bergabung dengan majalah Forum Keadilan. Robin dan Riza sekali lagi membuktikan bahwa sebuah karya bukan turun dari langit, tapi lahir dari inspirasi, imajinasi, keahlian, dan banyak keringat. Bagi TEMPO, kemenangan kedua wartawan itu makin melengkapi berbagai penghargaan -- sebagian besar karya jurnalistik foto -- sejak 1981. Tahun lalu, hadiah jurnalistik Adinegoro 1990 diraih koresponden TEMPO di Vancouver, Toeti Kakiailatu, yang ketika cuti ke Tanah Air membuat liputan mengenai kehidupan di Pulau Buru, sepeninggal tahanan politik G30S-PKI. Kemenangan itu kemudian dilengkapi pula oleh karikaturis Priyanto. Kemenangan tentu saja sesuatu yang menggembirakan, tapi sekaligus juga sebuah tantangan. Seperti kata seorang fotografer terkenal: kehebatan kita bergantung pada karya yang berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini