Saya ingin menanggapi tulisan "Pulang Pergi, Kurang Tepat" (TEMPO, 18 April 1992, Kontak Pembaca). Di situ penulisnya antara lain meminta TEMPO memberikan arti atau padanan untuk kata yang menurutnya aneh, seperti sentana, menyura, menyoal, legah-leguh, dan nafsi-nafsi. Sebetulnya, kata-kata itu bisa dicari sendiri dalam kamus karena memang itulah salah satu fungsi kamus. Tapi, biasanya, kamus hanya dibuka jika kita mengalami kesulitan memahami kata bahasa asing. Bila menjumpai kata Indonesia yang tidak kita kenal, kita bukannya membuka kamus, melainkan pada umumnya menggerutu dan merasa terganggu. Rupanya, bukan hanya film nasional yang sulit menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bahasa nasional pun ternyata sering kita anak tirikan. Menurut hemat saya, kamus perlu dibuka setiap kali kita menjumpai kata yang tidak kita kenal, baik itu kata asing maupun kata Indonesia. Kita terpaksa mengakui bahwa kita ini sebenarnya miskin kosakata bahasa sendiri. Hanya sebagian kecil yang kaya, misalnya para penulis TEMPO. Jadi, agar dapat memahami tulisan si kaya, kitalah yang harus memperkaya diri. Caranya? Tidak serumit menjadi konglomerat. Cukup dengan memiliki kamus, sedikitnya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tiga dari lima kata aneh yang ditanyakan di atas ada dalam KBBI: sentana, menyoal (kata dasar soal), dan nafsi-nafsi (kata dasar nafsi). Kata legah ada dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia), yang diacukan ke kata lega. Dalam Malay English Dictionary(MED) susunan Wilkinson, kata legah diacukan ke kata legoh yang artinya kira-kira bunyi keras seperti berdentam (booming and banging) dengan contoh penggunaan: menyatakan salut penghormatan kepada almarhum. Kata sura ada dalam banyak kamus, menyatakan nama bulan pertama kalender Islam. Dalam MED dan iKamus Jawa Kuna Indonesiar susunan L. Mardiwarsito, sura juga berarti dewa atau pahlawan. Arti lain adalah minuman keras. Dalam bahasa Sunda dikenal bentukan kasura, yang artinya ada serpihan kayu halus atau ijuk yang tersisip ke kulit ari. Dengan menyimak kalimatnya, kita dapat menentukan arti mana yang dimaksud si penulis. Sebagai orang yang sehari-hari menangani naskah, saya ingin mengajak para penulis untuk lebih cermat memilih kata. Bila Anda ingin mengangkat kata Indonesia lama, Anda sebaiknya menggunakan kata yang mudah dilacak pembaca dari kamus yang mudah didapat, misalnya KBBI. Dengan cara ini, selain Anda leluasa menggunakan kata, pembaca pun tidak kebingungan, kecuali pembaca yang enggan membuka kamus. SOFIA MANSOOR-NIKSOLIHIN Kepala Bagian Penyuntingan Penerbitan ITB Jalan Genesya 10 Bandung-40132
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini