Dalam tulisan Wanti-Wanti Antisubversi(TEMPO, 25 Juli 1992, Nasional), yang memuat wawancara dengan Jaksa Agung terdapat kesalahan. Pada bagian taicing semacam pengantar tertulis "Jaksa Agung menilai UU Anti Subversi buatan Orde Lama masih perlu ditegakkan." Selanjutnya, pada alinea keempat tertulis, "UU itu positif bagi aparat penegak hukum. Harus ditegakkan . . .." Sebetulnya yang disampaikan oleh Jaksa Agung dalam wawancara itu, tidak seperti yang ditulis TEMPO. Yang disampaikan Jaksa Agung adalah, "Undang-undang Anti Subversi sampai sekarang masih merupakan hukum positif yang masih ditegakkan oleh penegak hukum." Penempatan kata "positif" dalam tulisan TEMPO itu, dapat diartikan bahwa Undang-Undang Anti Subversi merupakan undang-undang, yang menurut penegak hukum, merupakan undang-undang yang baik. Padahal, kata positif dalam konteks "hukum positif" yang disampaikan Jaksa Agung mempunyai arti "hukum yang berlaku masa sekarang" merupakan istilah hukum yang sudah baku. Tampaknya, kata "positif" dalam penulisan TEMPO ditempatkan dalam konteks yang berlainan sehingga pengertiannya tentu menjadi sangat berbeda. Untuk itu, agar masyarakat tidak menerima informasi yang salah, tulisan ini bermaksud menjelaskan penggunaan kata "positif" yang digunakan Jaksa Agung dalam kaitannya dengan "hukum positif", yakni hukum yang berlaku sampai sekarang. SOEPARMAN, S.H., M.H. NIP 230010969 Kepala Humas Kejaksaan Agung RI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini