TIDAK tahu persis apakah Putrou Neng selincah Shang Kuang Lin
Fung, itu aktris dalam film-film silat dari Taiwan. Tapi bagi
seantero penduduk Aceh - terutama di kampung Blang Pulo, Aceh
Utara -- pendekar wanita dengan sebutan Panglina Putrou Neng
ini cukup terkenal. Di samping mempunyai cerita yang bukan main
dan lain dari yang lain.
Nama aslinya: Nian Niko Kian Khi. Pendekar wanita asal Tiongkok
ini bersama 2.000 orang pasukannya berlayar menuju selatan.
Berlabuhlah dia kemudian di pesisir timur Aceh. Berhasil
menaklukkan beberapa daerah di tepi pantai, Kian Khi akhirnya
menguasai kerajaan Lamuri di Aceh Besar dari tahun 1050 -1069.
Daerah kekuasaannya semakin besar, Kian Khi akhirnya menetap di
Blang Pulo dan membuat basis pertahanannya di Blang Lancang.
Tempat terakhir ini kini terkenal sebagai proyek LNG.
Itu Janda Muda
Dikabarkan pula ketika Putrou Neng menginginkan daerah kekuasaan
yang lebih luas lagi lalu menyerbu kerajaan Peureulak di Aceh
Timur, kali ini ia terpaksa harus menundukkan kepalanya pada
Panglima Syeh Abdullah Kan'an. Kemudian Syeh yang baik hati itu
mengajak damai si pendekar wanita tersebut. Dari panglima
Peureulak inilah kemudian Kian Khi diberi gelar Panglima Putrou
Neng.
Dia kemudian menetap di Blang Pulo. Hidup tenang dan lebih
jinak. Karena dia rupawan, tidaklah heran jika begitu banyak
putera Aceh tergila-gila padanya. Sadar bahwa dia cantik, Putrou
Neng mengajukan beberapa syarat berat. Bahwa siapa-siapa yang
ingin memperisterinya, harus membawa mas kawin seguci besar.
Syarat ini rupanya bukan jadi halangan bagi pemuda Aceh saat
itu, terutama kaum bangsawannya. Kabarnya banyak yang berlomba
untuk mempersuntingnya. Dari sekian banyak yang antri, yang
beruntung adalah seorang pemuda tampan. Meurah Johan namanya,
putera Raja Adi Gaunali dari kerajaan Lingga, Aceh Tengah.
Tanggal dan pesta besar pun ditetapkan harinya.
Alkisah, Meurah Johan yang disangka bernasib untung, tertimpa
nasib buntung. Ketika dia akan mengecap manisnya malam
pengantin, kesialan telah melandanya. Keesokan hari. orang
banyak gempar. Meurah Johan kedapatan kaku tubuhnya sudah, di
atas pelaminan pengantin. Kematiannya cukup misterius dan mereka
yang memandikan tubuh Meurah Johan mendapatkan bahwa kemaluan
Meurah Johan jadi kebiru-biruan. Mungkin karena saat itu belum
ada cara bedah mayat, Meurah Johan dikuburkan secara
besar-besaran, sama seperti sehari dia dikukuhkan jadi suami
Pitrou Neng.
Bisik-bisik tentang kematian Meurah Johan segera lenyap, ketika
mata orang banyak dialihkan ke si janda muda, Putrou Neng.
Begitu ada lamaran yang berkenan di hatinya, tentu dengan syarat
yang harus dipenuhi, menikahlah Putrou Neng. Kasus seperti
Meurah Johan segera terulang lagi: pengantin laki meninggal di
tempat tidur pengantin dan itunya tetap berwarna kebiru-biruan.
Anehnya, toh banyak pemuda yang tidak kapok. Mungkin Putrou Neng
cantik sekali, atau dia punya aji-aji untuk menaklukkan hati
lelaki atau mungkin pula Aceh - waktu itu -- kekurangan orang
cantik. Pokoknya, dikabarkan bahwa jumlah pemuda (kebanyakan
anak Raja) sudah mencapai 99 orang.
Singkit cerita, majulah pemuda yang ke-100 . Dia adalah seorang
syeh asal Gujarat, India. Syeh Hudam, demikianlah namanya,
berhasil mempersunting Putrou Neng. Artinya syeh bisa hidup
terus dan tidak mengalami kematian seperti 99 suami semalam sang
pendekar wanita.
Apa gerangan rahasia manjur dari Syeh Hudam? upanya dia telah
menyelidiki kasus demi kasus pemuda yang menikahi Putrou Neng.
Dengan kepala dingin (dan nafsu tetap di dada), Syeh Hudam
pasang kupihg sambil tanam mata-mata untuk menyelidiki cerita
rakyat yang tinggal di sekitar puri sang janda yang berbisik
bahwa Putrou Neng di rambut alat vitalnya memelihara
kalajengking.
Pantaslah! Karuan saja, 99 orang pemuda yang kena sengat alat
vitalnya jadi meninggal. Dan Syeh Hudam yang berkepala dingin
dan bisa mengatur siasat mempunyai akal. Ibu jarinya dia beri
minyak anti bisa. Pendek cerita, sang kalajengking yang melekat
di jempol Syeh Hudam mendapatkan ajalnya. Syeh dari Gujarat ini
selamat dan hidup terus. Malam-malam yang aman dan nyaman ada di
tangan Syeh Hudam.
Kabarnya, kalajengking ini adalah binatang piaraan Putrou Neng,
agar sewaktu-waktu dia kalah, kalau hendak diperkosa, lawannya
akan meninggal di arena ranjang kenikmatan. Biarpun si lawan
menang di medan peperangan. Taktik lain untuk mengalahkan
musuh-musuh Kian Khi. Anehnya, begitu kalajengkingnya meninggal,
Putrou Neng jadi wanita yang sakit-sakitan. Usia yang sudah tua?
Entahlah. Pendek kata, isteri Syeh Hudam akhirnya meninggal
tanpa mendapatkan turunan. Kuburannya kini masih ada. Di Blang
Lancang, di desa Blang Pulo, di tepi jalan masuk proyek LNG
kini. Orang daerah itu menatakan bahwa kuburan lain yang turut
meramaikan nisan puteri Cina ialah suaminya yang berjumlah 99
orang. Kuburan Syeh Hudam sendiri hingga kini masih ada. Dia
tidak dikuburkan di dekat Putrou Neng. Tapi di sebuah bukit di
Blang Pulo.
Baik kuburan Putrou Neng maupun kuburan Syeh Hudam, hingga kini
masih ada. Cuma jangan kaget kalau melinat kuburan itu
kadang-kadang dipugar dan sering pula dibiarkan menyemak lagi.
Kuburan di Aceh, adalah sebagian dari obyek pariwisata. Jadi
harap maklum, kalau mendapat senggolan kritik, makam di sana
tiba-tiba jadi bersih. Dan kalau sudah -- dilupakan lagi tum
buhlah semak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini