Percayakah Anda dengan pengakuan Freddy Budiman yang bersekongkol dengan aparat mengedarkan narkoba?
Ya
92,6%
1.962
Tidak
5,8%
123
Tidak Tahu
1,6%
33
Total
(100%)
2.118
KEPALA Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian cemas akan tingkat kepercayaan publik yang semakin ambruk terhadap korps kepolisian. Dia merujuk pada informasi yang ditulis Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar tentang pengakuan persekongkolan Freddy Budiman dengan aparat, termasuk polisi, untuk bisa mengimpor dan mengedarkan narkotik di Indonesia.
Menurut Tito, informasi Haris sebenarnya masih sumir karena tidak menyebut pelaku dan waktu kejadian. ”Tapi siapa yang lebih dipercaya? Tentu pihak Haris,” katanya di Denpasar, Rabu pekan lalu.
Tito pantas gusar karena nyata keberpihakan publik itu. Ini seperti yang ditunjukkan lewat jajak pendapat di Tempo.co. Dari 2.000-an responden , hampir semuanya mempercayai pengakuan Freddy seperti yang diungkap Haris.
Haris sendiri menulis atas motif menekankan kelemahan hukum di Indonesia, yang menjadi dasar penolakannya terhadap eksekusi mati. Dia mengisahkan pernyataan Freddy, yang ditemuinya dua tahun lalu di Nusakambangan, Jawa Tengah, di media sosial Facebook, yang lalu menyebar cepat.
Isinya: keterlibatan sejumlah personel kepolisian, tentara, Bea dan Cukai, serta Badan Narkotika Nasional dalam penyelundupan narkotik. Keterlibatan itu dibayar Freddy hingga ratusan miliar rupiah.
Selama ini keterlibatan aparat dalam kejahatan narkotik hidup dalam desas-desus di masyarakat. Bahkan ada olok-olok, aparat yang korup sering bertanya kepada pengguna atau pengedar yang tertangkap: ”Mau jadi beras atau berkas?”—isyarat bahwa sebuah kasus bisa diselesaikan dengan jalan ”damai”.
Dalam perkara Freddy pun hampir mustahil tidak ada aparat yang terlibat. Indikasinya, sang terpidana bisa leluasa memproduksi narkotik, sekaligus mengedarkannya, dari sel tempat ia menjalani hukuman.
Indikator Pekan Ini
Apakah Anda setuju Wali Kota Tri Rismaharini meninggalkan Surabaya untuk mengikuti pilkada DKI Jakarta 2017?www.tempo.co.
Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971