Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJALAH Tempo edisi 1-7 Agustus 2016 di halaman 68-70 memuat artikel berjudul ”Jaring Laba-laba di Jalur Pantura”. Isi artikel tersebut adalah reportase hasil wawancara Tempo dengan Saudara Kris Suyanto, Presiden Direktur PT Katama Suryabumi.
Disebutkan bahwa Saudara Kris Suyanto adalah pemegang hak paten teknologi fondasi Jaring Laba-laba (Jalla), tapi apa yang disampaikan sebenarnya adalah prestasi dari Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL).
Tujuan Saudara Kris Suyanto mengundang wartawan Tempo adalah untuk membangun opini seakan-akan Jalla adalah nama baru. Padahal Jalla dan KSLL adalah sama. Ini adalah sebuah siasat dari Saudara Kris Suyanto. Secara legal, Jalla dan KSLL adalah dua paten yang berbeda. Tapi, secara ilmiah, Jalla adalah sebuah karya plagiat (penjiplakan, peniruan) dari KSLL.
Ir Ryantori
Co-inventor dan pemilik KSLL
Terima kasih atas informasi tambahan yang Anda berikan. Dalam artikel itu sudah disebutkan bahwa teknologi ini diciptakan oleh Anda dan Ir Sutjipto (almarhum) pada 1970-an.
Opini Freddy Budiman
SAYA menilai opini Tempo terlalu naif soal Freddy Budiman, gembong narkotik yang telah dieksekusi mati. Dalam membaca setiap pernyataan orang, harus juga dilihat cara dan waktunya sehingga dapat terbaca niat atau motifnya.
Saya menilai informasi yang ditulis Haris Azhar di media sosial tentang pengakuan Freddy bahwa ia bersekongkol dengan aparat dalam mengedarkan narkotik tidak dibarengi dengan niat baik membenahi institusi negara, tapi hanya ingin membuat gaduh karena sengaja disampaikan saat Freddy dieksekusi.
Jika saja Haris Azhar menyampaikan info itu jauh hari sebelum Freddy dieksekusi, ia akan berjasa dan Freddy tidaklah mati dengan sia-sia. Paling tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi pembenahan institusi negara karena memberikan informasi penting bagi negara. Berbeda dengan kenyataannya sekarang. Maka jangan disalahkan jika Haris diminta membuktikan infonya sendiri tanpa dibantu oleh Freddy Budiman.
A.R. Prabu
[email protected]
RALAT
DALAM rubrik Wawancara dengan Komisaris Jenderal Suhardi Alius di halaman 103 edisi 8-14 Agustus 2016 terdapat pertanyaan ”Bahrun Naim akan diapakan kalau kembali?”. Yang benar adalah ”Para pengikut Santoso akan diapakan kalau kembali?”. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo