Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Perjalanan kaisar lie ke dunia sana

Membakar uang dan sesaji buah semangka dan manisan tangkwe dalam upacara kematian orang cina kong hu cu diriwayatkan berasal dari mimpi perjalanan keakhirat kaisar lie sie-bin. (ils)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAISAR Lie Sie-bin -- menurut catatan sejarah - memerintah Tiongkok dari tahun 627 sampai 649 Masehi. Yang berkuasa waktu itu, dinasti Tang. Di zaman dinasti Tang ini, yang berlangsung sekitar 300 tahun lamanya, terkenal akan hasil kesenian dan kesusasteraannya. Cerita Sie Djin Kwie lahir di zaman ini. Sie Djin Kwie, adalah cerita seorang ienderal yang gigih melawan ketidak beresan, misalnya korupsi. Cerita yang kini dijadikan komik ini, hingga sekarang masih digemari. Syahdan pada suatu hari, kaisar telah tertidur selama tiga hari tiga malam. Dalam tidurnya, beliau bermimpi panjang sekali. Seseorang yang bermuka suram telah menjemput sang kaisar. Dia ini adalah penjaga akherat (orang Cina percaya, bahwa akherat itu tempatnya di bawah tanah). Berikut ini, perjalanan sang kaisar di akherat, yang kalau waktu sekarang ini sama dengan buku yang lagi jadi bacaan orang banyak yang berjudul: Life After Life. Tangkwe Dan Semangka Lie Siebin kemudian dibawa ke sebuah ruangan yang besar dan megah. Dinding ruangan berukiran naga indah sekali, ubin mengkilat dan di ujung ruangan yang tampaknya lebih dimuliakan duduk sepuluh orang dengan pa kaian kebesaran. Mereka adalah para Hakim Akherat Yang Terhormat. Suasana yang serba megah itu, membuat Lie kemudian duduk bersimpuh di hadapan para hakim. Giam Lo-ong - demikian salah seorang hakim tersebut -- terkenal sebagai hakim yang bertindak tegas, tidak pandang bulu, jujur, apalagi melakukan pungli: terang dia tidak doyan. Giam Loong inilah yang kemudian tarik suara: "Hai Lie Sie-bin, sudah berapa lam ikamu memerintah di dunia?". Lie denan suara gemetar menjawab: "Sudah 1 tahun Yang Mulia." Sidang akherat diskors beberapa menit, karena para hakim akan berunding sejenak. Perundingan selesai, kemudian berkata lagi Giam Lo-ong:, "Baik. Kamu harus kembali lagi ke dunia dan memerintah lagi selama 20 tahun." Rupanya Lie Siebin korban salah ciduk. Kemungkinan besar, malaikat juru cabut nyawa ada sedikit kisruh dalam melakukan tugasnya, karena para hakim belum menghendaki nyawa Lie Sielim Sambung Giam Loong lai: "Tapi karena kamu sudah terlanjur di sini, kamu boleh melihat-lihat keadaan di sini." Lie menjadi normal kembali nyalinya, sehingga dia memberanikan diri untuk bertanya kepada para hakim: "Apakah Yang Mulia ada pesan-pesan untuk dunia?. "Hmn, ya ada," jawab hakim yang lain. "Kami sangat senang sekali makan buah semangka dan manisan tangkwe." Manisan tangkue adalah labu air yang dikeringkan dan dijadikan manisan. Segera Lie menjawab lagi sambil bersembah: "Baik, Paduka Yang Mulia. Nanti akan hamba kirimkan." Rupanya, semangka dan labu air sulit tumbuh di Akherat, sementara para penghuninya gemar sekali memakannya. Sejak saat itu, Lie -- setelah dia kembali ke dunia - dari waktu ke waktu selalu mengekspor sem.ngka dan tangkwe ke akherat. Dan sejak itu pulalah, hingga kini, dalam upacara sembal yang pemakaman Cina, selalu tidak lupa menyertakan semangka dan manisan tangkwe sebagai sesaji. Anjangsana Lie di akherat dilanjutkan. Sampailah kaisar di tempat penyiksaan. Jumlah ruang penyiksaan ada 1 buah, masing-masing menurut macamnya siksaan. Juga tergantung dari macam dosa manusia yang dia lakukan di dunia. Ada pesakitan yang ditarik lidahnya, kemudian dimasukkan ke dalam minyak mendidih. Dosa dan kelakuannya di dunia untuk hukuman macam ini: selalu bermuka manis (terutama pada boss atau orang yang dituju karena ada maksud) tetapi hatinya selalu penuh kebusukan. Pesakitan yang lain lagi: kulitnya disayat-sayat dan tulangtulangnya dipatah-patahkan. Ketika hidup di dunia hobinya: tidak jujur dan korupsi lagi. Dan, macam-macam siksaan lagi, pokoknya sesuai dengan kelakuan dia di dunia. Tukang Tahu Hsiang Liang Dan tibalah Lie ke sebuah tempat untuk orang yang meninggal dengan masih menyisakan rasa penasaran. Tempat tersebut letaknya di kota Wang Tsu Tstien. Ada orang yang tanpa kepala, tapi masih hidup. Ada yang hidup dalam kemiskinan yang papa dan kelaparan yang menggigit. Mereka ini, semasa hidupnya kabarnya begitu rakus akan harta benda dan tidak pernah bisa merasakan bahwa tetangga atau teman baiknya membutuhkan makanan atau uang sementara miliknya melimpah. Orang yang serakah dan tidak dermawan pula. Sayup-sayup di kota Wang Tsu Tsuen itu, Lie merldengar ada beberapa orang yang memanggil namanya. Lie menghentikan langkahnya. Tergetar hatinya. Petugas akherat yang mengawal Lie berkata, kalau saja Lie mau mengulurkan tangannya dan memberi mereka bantuan, mereka tidak sengsara lagi di neraka. Dan siapa mereka? Oh, bekas anak buah Lie. Bagaimana ujud bantuan? Sementara Lie sendiri datang tanpa membawa harta atau uang sepeserpun. Petuas neraka kemudian berkata: "Ada caranya, Kaisar." Dia kemudian menyarankan agar kaisar mencari seseorang di negerinya. Namanya Hsiang Liang tinggal di kota Kai-fang, propinsi Hunan. Hsiang masih hidup, tapi hartanya di akherat ini sudah 13 gudang penuh. "Bisa dengan jaminan saya," kata petugas lagi, asal Lie berjanji nanti sekembalinya di dunia, dia membayar kepada Hsiang Liang. Maka dipinjamlah segudang penuh emas dan perak. Barang itu kemudian dibagi-bagikan kepada anak buah Lie yang menderita sengsara di kerak akherat. Tiga hari tiga malam Lie menadakan kunjungan kerja di akherat, di pintu kota, telah tersedia seekor kuda untuk kendaraan Lie kembali ke dunia. Begitu tubuhnya berada di punggung kuda, kuda sembrani itupun melesat cepat membawanya ke dunia kembali. Saat itulah permaisuri dan orang-orang Istana mendapatkan Lie siuman kembali. Kaisar telah hidup kembali, panjanglah usia Kaisar!' Begitu rakyat mengelu-elukan Lie. Kaisar kemudian memerintahkan Perdana Menterinya untuk mencari orang yang bernama Hsiang Liang, sekaligus membayar hutang Lie segudang emas dan perak. Rombongan yang dipimpin oleh Perdana Menteri itu kemudian berangkat. Dan betul saja, Hsiang Liang bisa ditemukan di kota Kai-fang di propinsi Hunan. Hsiang ternyata cuma seorang tukang tahu dan hidup dalam kemiskinan. Hsiang yang berhati baik dan jujur ini, seringkali membakar kertas berwarna menyerupai emas dan perak, manakala dia mengaso. Sejak saat itu, setiap tahun, Lie mengadakan sembahyang besar untuk memperingati anak buahnya yang telah gugur. Hingga kini, masyarakat Tionghoa kemudian memperingatinya sebagai sembahyang cioko, yang jatuh pada tanggal 15 bulan 8 tanggalan Imlek. Tidak lupa, sesaji dalam sembahyangan itu dilengkapi pula buah semangka dan manisan tangkwe. Bukan pungli, tapi unjuk hormat untuk Yang Mulia Para Hakim di akherat. Dan macam-macam perlengkapan lainnya. Ada lembaraul-lembaran yang berupa uang yang tampaknya sekilas seperti sungguhan. Dalam lembaranitu ada tertulis: heaenbanknote, currency for the otherworld - uang kertas sorga, mata uang untuk dunia lain. Di kanan kiri lembaran tersebut ada tertera lagi jumlah angka 5 dengan nol tujuh buah banyaknya. Kemudian ada gambar ukuran dada dari salah seorang "Menteri Keuangan Akherat". Tulisan-tulisan lainnya, banyak, tapi cuma bisa dibaca oleh orang yang mengerti huruf Cina. Ada pula surat permohonan ampun. Bentuknya lebih lebar dari pada uang akherat itu. Warnanya kuning, dalam garis lingkar dan persegi panjang, penuh oleh tulisan bentuk huruf Cina. Di beberapa sudutnya, ada lambang ,kembang teratai. Mereka yang takut menerima risiko dosanya di dunia dan takut akan siksaan neraka, kabarnya bisa minta ampun asal membawa kertas kuning ini. Perlengkapan ini biasa dibakar oleh keluarga yang masih hidup, bersamaan tubuh si mati dikremasi. Atau di hari ketika dia dikubur. Dari itu, "entar kalau mati, biar nggak nyusahin anak cucu, gua pesen aja sekarang." Ini ucapan seorang kakek kepada Bachrun Suwatdi dari TEMPO. Umur si kakek sudah 70 tahun. Dia siap sudah, tapi rupanya belum mendapat giliran untuk dipanggil. Sambil menaikkan kakinya sebelah, berkipas-kipas sementara celana komprang dan kaos oblong longgar bergoyan-goyang, si kakek mengaku telah membeli perlengkapan sembahyang cioko. Supaya tidak menyusahkan yang masih hidup, demikian sekali lagi dia menekankan. Bekal banyak ragam untuk orang mati ini namanya Kocoa. Artinya kertas yang direkat, dibentuk dalam bentu tertutup. Pesan Apa Saja, Oke Hikayat Kaisar Lie ini kemudian berkembang sedemikia rupa hingga sekarang. Bahwa bagi fnereka yang kebetulan dilahirkan sebgai orang Cina dan memeluk agama Budha atau Kong Hu Cu, demikian anda meninggal, anda tidak perlu takut kelaparan, kedinginan atau penasaran karena mobil Volvo anda tidak bisa dibawa serta. Karena selain uang jutaan dan surat pengampunan, yang meninggal dilengkapi pula dengan berbagai perlengkapan sama ketika dia masih hidup. Mulai dari perlengkapan primer seperti makanan kesukaan si mati, meja, kursi, tempat tidur, ada pula perlengkapan lain yang luks. Kalau si mati tergila-gila akan mobil Mercy, diapun akan dibekali oleh Mercy. Kalau perlu nanti "di sana" melancong, disediakan pula kapal layar dan kapal terbang. Bahkan ada pula sebuah Honda, eh, barangkali saja untuk cari angin sore-sore hari. Pokoknya komplit. Semuanya terbuat dari lembaran-lembaran bambu yang diraut dan kertas warna-warni yang saling direkatkan. "Wah, di Jakarta aja ada kira-kira dua puluhan tempat yang bikun kocoa begini," kata Hadiwijaya, 42 tahun, yang dulu namanya Oei Cin Hok. Letak "pabrik"nya ada di gang Burung, Jakarta Barat. Oei dibantu oleh tiga orang "ahli tekniknya", dan apa saja yang dipesan, dia selalu bilang oke. Asal harga sesuai. Satu set perlengkapan sederhana, bisa mengorek uang Rp 30.000. Harga ini cuma bisa dilengkapi dengan sebuah rumah-rumahan dengan perabotan dasar seperti meja, kursi, tempat tidur berikut, guling dan bantalnya. Satu koper kertas yang isinya ada 4 pesalin pakaian, komplit, sepasang sepatu, saputangan, sikat gigi, pasta atau odolnya, jam tangan, 10 lembar uang kertas sorga sejumlah 50 juta. Uang ini maksudnya untuk memulai usaha lagi di sana dan dagang lagi. Ada sepasang pembantu laki-perempuan yang disebut tonglamile. Artinya sepasang pelayan setia yang mengerjakan urusan tetek bengek rumah tangga. Kalau yang meninggal itu seorang wanita, Oei tidak lupa menyertakan pula perhiasan seperti gelang, kalung, cincin dan alat-alat kosmetik. Jangan lupa, semuanya ini terbuat dari kertas, yang mutunya lumayan bagusnya, sehingga menyerlpai benda yang asli. "Kalau mau lengkap lagi bisa. Paling harganya cuma Rp 100.000," ujar Kurniawan Sucianto yang dulunya bernama Tjan Kui Hong. Umurnya sudah setengah abad idan dia tinggal di gang Songsi, Jembatarl Lima, Jakarta. Yang dimaksud lengkap oleh Tjan ini ialah, kalau si mati mau dibekali pula alat-alat seperti kipas angin (karena kabarnya di akherat panas), kaset (kalau dia senang lagu lagu), televisi, mobil, kapl terbang? kapal laut bahkan kereta-api segala. Menurut Tjan, "insinyur" yang sudah berkecirnpung dalanl bisnis beginian 30 tahun lamanya, banyak yang pesan mobil akhir-akhir ini. "Yang paling disenangin yang tipe Mercy terakhir," kata Tjan lagi. Kalau kapal terbang, biasanya dia buatkan yang tipe Cessna yang bisa mengangkut sekitar 3 - 4 orang saja. Pesanan paling lama 4 hari, sudah sip. Kalau mau yang bentuknya lebih sedehana, tentu lebih cepat lagi. "Cuman, sekarang, sulit laku karena saingan banyak." kata Akon, yang juga tinggal di gang Burung, dekat rumah Oei "Kalau lagi milik, ya paling laku tiga perangkat dalam seminggu." kata Akon lagi. Selain saingan. nlaklumlah, orang mati tidak bisa diatur. Dari semua barang-barang pekerjaan tangan yang terbuat dari kertas itu, anehnya terbagi dalam dua bentuk yang berbeda. Lagi mereka yang tergolong Tionghoa totok, tipe rumah pesanannya masih dalam bentuk rumah asli Tiongkok, yang bisa kita lihat di film-film Mandarin. Untuk Cina peranakan, yang tidak pernah tahu negara leluhurnya, tipe rumah pesanannya mirip rumah rumah yang sekarang inilah. Sering pula, dalam bentuk kata reben besar, seperti lainnya bentuk-bentuk rumah kaum nouveau riche - kaum kaya baru - di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia. "Pokoknya pesan apa aja, oke deh," kata Than dengan semangat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus