Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tiga golongan di filipina

Di filipina terjadi perdebatan seru tentang jalan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan bagi masyarakat. badan pembangunan filipina neda membatasi pemerataan hanya untuk golongan pendapatan menengah.

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIR-AKHIR ini di Pilipina tengah berlangsung suatu perdebatan yang ramai, antara para perencana ekonomi maupun masyarakat umum, yakni tentang bagaimana hasil-hasil pembangunan dapat dibagi secara lebih merata di antara seluruh lapisan masyarakat. Para teknokrat Pilipina yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan ekonomi kuatir bahwa konsentrasi kekayaan dan pendapatan pada golongan yang relatif kecil merupakan suatu faktor perintang, yang menghambat pertumbuhah ekonomi yang pesat. Mereka berpendapat bahwa pemerataan kekayaan dan pendapatan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena perluasan pasaran domestik bagi hasil-hasil industri domestik. Dan karena perluasan landasan pendapatan (income base) yang dapat meningkatkan tabungan dalam negeri untuk membiayai investasi-investasi produktif. Umumnya pembagian pendapatan di negara-negara berkembang memang lebih pincang daripada di negara-negara maju. Tapi di Pilipina lebih gawat lagi. Dibanding dengan negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia, pembagian pendapatan di Pilipina lebih pincang. Proyeksi NEDA Dengan memakai ukuran Bank Dunia maka 20% dari penduduk yang berpendapatan tinggi memperoleh 53,3% dari pendapatan nasional (GNP) Pilipina selama 1975. Lebih menyolok lagi mengingat bagian pendapatan yang diperoleh 10% dari penduduk Pilipina yang paling kaya, mewakili 37'Yo dari pendapatan nasional. Sebaliknya 40% dari penduduk yang berpendapatan rendall, hanya memperoleh 14,7% dari pendapatan nasional, sedangkan 40% dari penduduk yang berpendapatan menengah memperoleh 32,0% dari pendapatan nasional. Kontroversi - yang akhir-akhir ini meletus di Pilipina adalah mengenai proyeksi-proyeksi sementara yang barubaru ini disusun oleh badan pemb angunan nasional Pilipina, yaitu National Economic and De elopment Authority (NEDA), mengenai perkembangan dalam pola pembagian pendapatan di Pilipina sampai tahun 2000. Dalam proyeksi sementara ini maka pemerataan pendapatan yang diharapkan akan dapat tercapai dalam dua dasawarsa mendatang untuk sebagian besar hanya terbatas pada golongan yang berpendapatan menengah saja, sedangkan golongan yang berpendapatah rendah secara relatif tidak mengalami kemajuan sama sekali. Hal ini jelas terlihat dari grafik di bawah ini: Angka-angka di atas jelas memperlihatkan bahwa dalam proyeksi-proyeksi NEDA, pemerataan hasil-hasil pembangunan yang diharapkan akau tercapai dengan sistim perpajakan yang progresif, untuk sebagian besar hanya akan menguntungkan golongan yang berpendapatan menengah. Sedangkan golongan yang berpendapatan rendah relatif tidak akan mengalami kemajuan sama sekali. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama periode 1975 - 2000 bagian pendapatan nasional yang diperoleh 20% penduduk yang terkaya secara relatif akan menurun dengan 9%, dan sebagian terbesar akan tersalur pada golongan yang berpendapatan menengah (meningkat dengan 105). Sedang golongan yang berpendapatan rendah malahan mendapat bagian yang realtif lebih kecil daripada yang diperolehnya dalam tahun 1975 (turun dengan 1%). NEDA Pilipina berusaha menangkis kritik-kritik tajam ang dilontarkan terhadap proyeksinya yang kontroversiil dengan mengemukakan bahwa golongan yang miskin dalam tahun-tahun mendatang akan dapat menikmati perluasan fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, pemukimaryang lebih baik akibat kenaikan dalah pengeluaran-pengelutan pemerintah untuk jasa-jasa sosial ini, yang pada umumnya tidak akan tercermin dalam ukuran pendapatan yang dipakai untuk proyeksi ini. Alasan lain yang dikemukakan untuk membenarkan proyeksi NEDA sehenarnya lebih kontroversiil lagi: Pengalaman negara-negara lain telah menunjukkan bahwa kenaikan dalam tingkathidup golongan menengah merupakan tulang punggung daripada proses pertumbuhan. Lampu Merah Tak jelas apakah proyeksi NEDA ini dilatarbelakangi pesimisLne pada pihak perencana bahwa dalam tahap-tahap pertama proses pertumbuhan ekonomi, kepincangan pembagian pendapatan yang memburuk tidak dapat dielakkan. Namun kritik-kritik tajam yang dilontarkan terhadap proyeksi NEDA telah mendorong sementara pihak di NEDA untuk meninjau kembali kegunaan dari proyek mengenai pola pembagian pendapatan. Dan sebaliknya memusatkan perhatian dalam dasawarsa-dasawarsa mendatang pada sasaran yang lebih relevan bagi peningkatan taraf hidup golongan yang miskin yaitu penghapusan atau sedikitnya pengurangan dalarn jumlah penduduk yan miskin. Yakni yang hidup di bawah tingkat kemiskinan absl)lut, yang dapat diukur dari tingkatpendapatan minimum yang larus diperoleh suatu rumah tanga yang terdiri atas enam anggota untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Dengan memakai ukuran tingkat kemiskinan ini maka ternyata bahwa dewasa ini kurang lebih 75% dari penduduk Pilipina hidup di bawah tingkat kemiskinan. Pada waktu ini NEDA sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk menurunkan persentase penduduk yang miskin ini menjadi sedikitnya 30% pada tahun 2000. Sebagai suatu negara berkembang yang pada umumnya menghadapi masalah-masalah yang serupa seperti yang dialami Pilipina, maka kita patut mengikuti pula dengan seksama perdebatan yang tengah berlangsung di negara tetangga kita. Meskipun pembagian pendapatan di negara kita tidak begitu pincang seperti Pilipina, namun hal ini tidak berarti bahwa kita boleh puas dengan keadaan yang lebih baik ini, karena proses pertumbuhan ekonomi mempunyai momentum tersendiri yang sulit dihentikan sekali proses ini mulai berjalan. Maka patut pula kita sekarang menjaga agar kepincangan dalam pembagian pendapatan tidak menjadi lebh buruk dalam tahun-tahun mendatang Dalam 5 - 10 tahun mendatang proses tersebut lebih sulit lagi dihentikan daripada sekarang. Sebaiknya pula kita menganggap kesimpulan dalam tulisan Sundrum - ahli ekonomi dari Universitas Nasional Australia mengenai pola konsumsi di daerah perkotaan di Jawa selarna periode 1970 - 1976 - sebagai tanda lampu merah. Sundrum mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi sekarang lebih menguntungkan daerah perkotaan daripada daerah pedesaan di Jawa, serta pembagian pendapatan yang memburuk di daerah-daerah perkotaan di Jawa selama periode 1970 - 1976. Dalam pada itu masalah penghapusan kemiskinan absolut dari bumi Indonesia patut dijadikan masalah pokok dalam strategi pembangunan nasional jangka pendek maupun jangka panjang yang perlu ditanggulangi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Apakah pada waktu ini hanya 20 atau 25% atau bahkan 50% dari penduduk Indonesia masih miskin, ini sebenarnya suatu masalah akademis saja. Tapi yang pasti: persentase yang paling rendah pun berarti bahwa puluhan juta penduduk Indonesia masih miskin. Artinya tak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus