SAPI, domba, keledai dan kuda enggan pulang kandang. Tikus-tikus
memboyong sa.rannya, lantas ngungsi. Ular yang sedang tidur
panjang di musim dingin, juga bangun lebih pagi dan keluar dari
liangnya. Burung-burung merpati beterbangan terus, tanpa mampir
ke sarangnya lagi. Sang kelinci, dengan cuping telinga yang
mendongak terus, meloncat-loncat dan tabrakan tak karuan. Bahkan
ikan-ikan pun pada ketakutan, dan berlompatan ke atas muka air.
DENGAN 'indikator-indikator' itu, sebuah brosur setebal 6
halaman yang dikeluarkan Jawatan Seismologi Tientsin (1973)
mengajak rakyat Tiongkok "memenangkan perang rakyat melawan
gempa." Ditulis dalam bentuk puisi, pedoman itu mengundang
partisipasi rakyat dalam penanggulangan bahaya gempa di Tiongkok
'gudang gempa' yang sudah ribuan tahun selalu membawa korban.
Tapi betul kelakuan ganjil binatang itu dapat jadi petunjuk
dalam gempa? Pertanyaan itu, sempat jadi topik konperensi
ilmiah di Pusat Penelitian Gempa di Menlo Park, California (AS),
akhir 1976. Begitu dilaporkan oleh buletin Berita Direktorat
Geologi/Geosurvey sletter, September yang lalu.
Menurut alasan ahli RRC, "organ-organ tertentu dalam tubuh hewan
mungkin peka terhadap berbagai perubahan bawah-tanah menjelang
gempa." Hal itu telah dibuktikan oleh sejarah, melalui
pengamatan terhadap kelakuan binatang sebelum gempa-gempa
dahsyat yang terakhir.
Kemungkinan itu ada juga dikemukakan oleh sarjana-sarjana
Amerika di Memo Park. Mungkin saja binatang tertentu dapat
merasakan perubahan medan magnit bumi yang kecil sekali sebelum
gempa. Atau kemungkinan lain: ada hinatang yang mampu mendengar
getaran gempa. Berbeda dengan manusia yang batas pendengarannya
hanya berkisar antara 0,03 KHz sampai 20 KH, daya tangkap
kuping binatang jauh lebih tinggi.
Sang Monyet Resah di California
Misalnya, kelelawar menghasilkan getaran suara setinggi 150
KHz untuk 'mengemudi' pekerbangannya hampir 10 x tinggi
frekuensi yang mampu didengar manusia. Selain itu, diduga bahwa
binatang dapat 'erasakan' perubahan sifat batu-batuan yang
mengalami ketegangan menjelang gempa.
Tapi apa sifat batu-batuan itu, belum jelas. Pokoknya, menurut
pengamatan para sarjana di Arnerika, beberapa ekor kera
chimpanzee di Pusat Penelitian Kera-Manusia (Primate) di
Stanford University, California, ternyata sangat resah ebelum
gempa ringan menggelitik daerah itu. Sayangnya, kejadian itu tak
direncana sebelumnya. Sehingga tak jelas perubahan bawah-tanah
apa yang dirasakan sang kera itu.
Di Tiongkok sendiri, menurut seorang ahli RRC, T'ang Min, baru
sejak 1970 Partai Komunis Tiongkok mulai mempopulerkan teknik
meramal gempa secara sederhana dengan mengamati kelakuan
binatang serta perubahan warna dan tingginya muka air sumur.
Kampanye itu digerakkan oleh almarhum Chou En-lai Tak berarti,
'ilmu' itu sebelumnya tak diketahui rakyat Tiongkok. Cuma saja,
karena 'ilmu' itu belum tersusun rapi seperti ilmu tusuk jarum
(akupunktur) penganutnya mungkin masih sedikit sebelum Chou
En-lai memulai kampanyenya.
Dua jan sebelum gempa bumi yang dahsyat melanda Pohai, 18 Juli
1969 seorang penjaga macan di kebun binatang Tientsin
menyaksikan kelakuan aneh macan-macannya. Dia segera melapor
pada seismolog-seismolog setempat, bahwa "gempa bumi yang
dahsyat mungkin akan melanda daeah ini." Betul juga, gempa
Pohai itu berkekuatan 7,4 pada skala Richter - kurang lebih
sekuat gempa yang melanda pegunungan Jayawijaya di Irian, tahun
lalu.
RRC Kecolongan Juga
Kejadian lain di propinsi Szechuan, September 1972. Satu regu
pengamat gempa melaporkan gempa yang menjelang setelah
menyaksikan "ayam-ayam pada panik, babi menolak pulang kandang,
kuda dan domba lari kian-kemari seperti kesurupan . . . "
Berikutnya propinsi LiaI)ning, Desember 1974. Ketika sumur-sumur
di 4 komune rakyat mulai berlumpur dan mendidih (padahal itu
musim dingin!), tikus-tikus keluar dari lubangnya, sementara
ular yang sedang tidur panjang (hibernaJing) terjaga dan
menggeliat ke atas es. Tak lama kemudian gempa sekuat 4,8
(ringan) menggelitik muka bumi 70 Km dari Haicheng.
Tapi entah apa sebabnya, penguasa di tempat itu merasa gempa
Desember 1974 itu belumlah biangnya. Rakyat tetap diperintahkan
berjagajaga, saunbil menjalankan latihan mencegah huru-hara
waktu gempa. Dan betu juga, gempa yang jauh lebih dahsyat (7,3
skala Richter) menimpa kota Haicheng sendiri tnggal 4 Pebruari
1975.
Ketika delegasi RRC menceritakan hal itu di konperensi Unesco
tentang gempa di Paris, Maret 1976, para sarjana botak maupun
gondrong dari negerinegeri maju terbengong-bengong. Namun ketika
RR(' kccolongan' oleh gempa 'prematur' di Tangshan, beberapa
bulan setelah konperensi gempa di Paris itu, giliran para
sarjana Tiongkok untuk saling tuding-tudingan.
Ternyata, kelakuan binatang saja tak dapat dijadikan indikator
gempa, yang suka menyerang tiba-tiba, beberapa detik saja
lantas bai-bai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini