SURAT DARI REDAKSI SETELAH 14 tahun bekerja bersama-sama, akhirnya Susanto Pudjomartono terpaksa kami lepaskan. Bekas Redaktur Pelaksana TEMPO itu kini menjadi Pemimpin Redaksi The Jakarta Post (JP), koran Jakarta berbahasa Inggris itu. Beban baru ini jatuh ke pundak Mas Santo -- begitu ia biasa kami panggil -- karena pemimpin redaksi sebelumnya, Sabam Siagian, diangkat menjadi duta besar di Australia. "Sebetulnya, saya berat melepas Santo," kata Pemimpin Redaksi Goenawan Mohamad dalam acara perpisahan yang diadakan Rabu malam pekan lalu, di kediaman Wakil Pemimpin Redaksi TEMPO Fikri Jufri, di kawasan Rawamangun, Jakarta. Tak cuma Goenawan, sejumlah teman lainnya punya pendapat sama tentang kepergian Santo. "Kalau rapat sedang buntu, saya selalu minta pendapat Santo, dan Santo sering memberi ide yang bagus," kata Fikri Jufri. Tapi kenapa kemudian Santo dilepas? Goenawan melihat pentingnya JP karena koran itu menjadi cermin pers Indonesia di luar negeri, seperti halnya orang melihat The Straits Times untuk Singapura. Karena soal citra itu, mutu JP harus tetap terjaga. Maka, setelah Sabam Siagian harus meninggalkan koran tersebut, dan direksi JP kemudian menganggap Santo orang yang tepat untuk menggantikannya, TEMPO pun melepas Santo. Sebagai salah satu pemegang saham JP --Kompas, Suara Pembaruan, dan Suara Karya termasuk pemegang saham lainnya -- TEMPO memang harus peduli pada JP. Hubungan itu pula yang menyebabkan kami merasa Santo tak terlalu jauh. "Rasanya, ia cuma pindah kamar," komentar seorang teman. Terkadang, saat-saat malam deadline, tiba-tiba Santo muncul ke TEMPO dan langsung terlibat guyon dengan teman-teman lain. Sekalipun cuma pindah kamar, toh keharuan tak bisa disembunyikan. Itu tergambar dalam acara di rumah Fikri tadi. Tak sedikit teman yang diberi kesempatan berbicara malam itu terus terang menyatakan merasa kehilangan. Ada yang mengatakan kepindahan itu menyebabkan ia kehilangan partner di lapangan tenis, malah ada yang merasa kehilangan seorang pembimbing. Setelah lulus dari Jurusan Publisistik UGM, 1966, Susanto sempat bekerja di berbagai penerbitan, termasuk kantor berita asing, dan kemudian bergabung dengan TEMPO, 1977. Selama beberapa tahun kemudian ia menjadi penanggung jawab rubrik Nasional di majalah ini, sebuah rubrik yang membutuhkan wawasan politik yang luas. Santo tampaknya pas untuk itu. Maka, ketika dipromosikan menjadi redaktur pelaksana, ia memegang kompartemen yang membawahkan rubrik Nasional. Dari pendataan, selama lima tahun ini, Nasional merupakan rubrik yang paling sering menjadi Laporan Utama. Artinya, Susanto termasuk orang yang sering harus bergadang sampai pagi untuk mengurusi Laporan Utama. "Saya hitung-hitung saya sudah 700 kali bergadang di TEMPO," katanya. Sebelum melepas Santo, kami sudah sering melepas orang untuk bekerja di tempat lain. Misalnya Dahlan Iskan, Pemimpin Redaksi Jawa Pos, koran besar dari Surabaya itu, sebelumnya adalah Kepala Biro TEMPO di Surabaya. Cukup membanggakan kami, ternyata kini cukup banyak alumni TEMPO bertebaran di berbagai media di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini