JAKARTA-Bandung tidaklah jauh. Apalagi ada dua jalan tol yang boleh dipilih sesuka hati. Jakarta-Ciawi atau Jakarta-Cikampek. Tetapi kami tak bercerita soal jalan. Kami mau cerita, walaupun Bandung itu mudah dicapai dari segala jurusan, toh kami perlu punya kantor biro di sana. Karena peliputan di pedalaman Jawa Barat tentu lebih efisien jika dikoordinasikan dari Paris van Java itu. Apalagi di sana ada berbagai perguruan tinggi yang besar, katakanlah ITB. Banyak yang bisa ditulis, dari yang sangat ilmiah sampai mahasiswa yang turun ke jalan. Maka, penjajakan untuk sebuah kantor biro sudah dilakukan sejak 1978. Hasan Syukur, yang kini 47 tahun, salah seorang perintis yang sampai sekarang tetap setia pada profesinya sebagai wartawan TEMPO. Bahkan di akhir dasawarsa 1970 itu, tak tanggung-tanggung, Hasan merelakan sebagian rumah kontrakannya yang sempit di Jalan Pasundan untuk dijadikan markas TMPO. Sekarang ia tentu bangga bisa menyaksikan kantor TEMPO yang megah di Jalan Hanangbanga -- tergolong kantor yang kelima selama ada Biro Bandung. Ini pun masih rumah kontrakan, sehingga masih ada kemungkinan suatu saat pindah kantor lagi. Selain Hasan -- sarjana komunikasi lulusan Universitas Padjadjaran kelahiran Garut -- masih banyak pasukan TEMPO yang sekarang menghuni Biro Bandung. Ada ceweknya lho, Ida Farida, 31 tahun, yang sudah 5 tahun bergabung dengan kami. Sarjana sastra yang sealmamater dengan Kang Hasan ini lebih suka pakai celana panjang dan berjalan-jalan naik gunung. Bukan menyaingi pria, supaya lebih praktis saja. Kemudian ada Sigit Haryoto, sarjana elektro Institut Teknologi Bandung yang kelahiran Malang, Jawa Timur. Karena pendidikannya itu, Sigit yang lahir tahun 1963 lebih banyak meliput rubrik Ilmu dan Teknologi. Tapi Sigit dikenal sebagai penggemar berat teater. Ketika mahasiswa, ia pernah menjadi ketua Studi Teater Mahasiswa (Stema) ITB. Seangkatan dengan Sigit adalah Riza Sofyat. Berusia 27 tahun, putra Serang ini sedang menyusun skripsi untuk sarjana hukum. Belum dua tahun bergabung, Sigit banyak bergumul dengan berita penuh darah, kriminalitas. Ia suka ke pengadilan, bukan saja urusan skripsi tetapi juga urusan berita. Di Biro Bandung juga ada ustad. Hedy Susanto-lah orangnya. Julukan itu muncul karena Hedy, 28 tahun, memang setenang kiai -- dan pernah menjadi redaktur pelaksana tabloid Salam. Tentu saja ia paling cocok meliput soal-soal agama. Namun, jika sekali waktu ia meliput masalah ilmu dan teknologi, itu pun sesuai dengan pendidikannya, sarjana teknik sipil. Yang terakhir, dan bukan berarti tidak penting, adalah Gatot Triyanto, yang memimpin biro ini sejak 2 tahun lalu. Gatot, 29 tahun, adalah salah satu dari sejumlah wartawan TEMPO lulusan IPB -- sampai-sampai kami suka menyebut IPB itu kepanjangan dari Institut Publisistik Bogor. Gatot, anak Blitar ini hidup rukun dengan seorang istri dan dua anak. Itulah, pembaca, orang-orang biro TEMPO di Bandung, yang wilayahnya cuma Provinsi Jawa Barat -- itu pun kalau ada berita di Ciputat, Depok, atau Bekasi, wartawan Biro Jakarta suka melakukan intervensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini