Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih murni, masih wajar

1.000-an mahasiswa mengadakan aksi di taman sastra IKIP jakarta, mengecam perlakuan aparat keamanan terhadap aksi mahasiswa bandung di kantor kodya Bandung 12 april 1989. ada aksi mahasiswa lain.

29 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDUNG menggantung berat di angkasa. Tapi 1.000-an mahasiswa yang mengikuti acara -- dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta -- tampak tetap bersemangat. Suasana di sekitar Taman Sastra IKIP Rawamangun, Jakarta Timur, tempat acara digelar, tengah hari Selasa pekan lalu memang cukup untuk mengerek semangat. Lihatlah spanduk dan poster yang bergelantungan di sekitar tempat itu. Bunyinya macam-macam: Kekerasan hari ini dikutuk, Kami anti-kekerasan, Demokrasi sakit, mahasiswa bangkit. Di tengah taman sebelah barat kampus, didirikan sebuah panggung setinggi setengah meter, luas sekitar 2 x 2 meter. Di situ, bergantian para tokoh mahasiswa berpidato, membaca puisi, terkadang disertai yel-yel. Kebanyakan mengecam perlakuan aparat keamanan terhadap aksi mahasiswa Bandung di Kantor Kota Madya Bandung 12 April yang lalu. Kepada hadirin dibagikan pamflet atas nama Kelompok Solidaritas Mahasiswa Jakarta, dan pernyataan keprihatinan yang disusun oleh Forum Komunikasi (Forkom) Mahasiswa IKIP Jakarta. Inti kedua pernyataan itu: mengecam "Peristiwa Bandung". Di depan panggung ada gundukan tanah mirip kuburan, dan ada sebuah sangkar. Di dalamnya terkurung dua ekor merpati. Di belakang pentas terlihat sepatu lars tiruan dari kertas warna hitam, tingginya dua meter. Semua atribut itu dimaksudkan sebagai simbol gerakan anti-kekerasan, yang menjadi tema aksi hari itu. Sepatu lars tadi, misalnya, dibakar beramai-ramai pada penutupan acara, sembari menyanyikan lagu Syukur. "Peristiwa Bandung" yang dimaksud tadi adalah kejadian pada 12 April yang lalu. Ketika itu 150-an mahasiswa Bandung, yang gagal berdialog dengan Wali Kota Bandung Ateng Wahyudi mengenai kasus Kacapiring, menutup Jalan Merdeka di samping Balai Kota, yang mengakibatkan lalu lintas macet. Aparat keamanan kemudian membubarkan mahasiswa, mengakibatkan beberapa mahasiswa luka-luka. Selain itu, 33 mahasiswa ditangkap, tapi semua dilepaskan keesokan harinya. Aksi solidaritas di IKIP ini dikoordinasikan oleh Forum Komunikasi IKIP Jakarta. Inilah forum komunikasi dari para ketua senat, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), pengurus unit kegiatan di kampus, serta para tokoh mahasiswa lainnya, yang terbentuk tiga tahun yang lalu. Keesokan harinya, Rabu pekan lalu, 14 mahasiswa dari Kelompok Mahasiswa Jakarta (KMJ) mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Seperti biasa, mereka juga membawa poster, di antaranya berbunyi: Hidup ABRI, Batalkan sertifikat tanah Kacapiring. "Kami akan memperjuangkan masalah ini sampai tuntas. Sebelum itu, kami tak mau terlibat dulu dengan masalah lain," ujar Roy Maningkas, juru bicara kelompok ini. Sebelum ke BPN, kelompok ini sudah mengirim delegasi ke beberapa instansi untuk memprotes penggusuran tanah di Bandung itu. Sayang, mereka tak berhasil menemui Sonny Harsono, Kepala BPN. Karena itu, aksi serupa akan mereka lakukan lagi ke kantor lembaga pengganti Dijen Agraria itu, pekan ini. Sejauh ini berbagai aksi mahasiswa di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, oleh pemerintah ternyata masih dianggap wajar-wajar saja. Menteri P & K Fuad Hassan, misalnya, berpendapat, "Karena aksi-aksi itu diberitakan pers terus-menerus, timbul kesan seolah-olah dunia kemahasiswaan genting. Padahal, dunia perguruan tinggi, termasuk mahasiswanya, normal saja. Tak ada yang luar biasa." Bukan pula suatu hal yang luar biasa menurut Fuad kalau polisi turun tangan karena aksi yang dilakukan mahasiswa memacetkan lalu lintas. Itu suatu hal yang wajar juga katanya. Perkembangan yang menarik adalah kehadiran Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Sudomo di tengah mahasiswa. Meski sebelumnya terdengar kabar bahwa Menteri Dalam Negeri Rudini-lah yang segera akan mengunjungi kampuskampus, ternyata ia "didahului" oleh Sudomo. Sudomo bahkan mengatakan, aksi yang dilakukan mahasiswa masih murni, sekalipn sulit dihindarkan, aksi itu juga menimbulkan dampak. Di depan 600-an mahasiswa IKIP Jakarta, Rabu malam pekan lalu Sudomo menceritakan bahwa aksi-aksi mahasiswa selama ini mengakibatkan sejumlah investor asing bertanya-tanya. "Apakah aksi-aksi mahasiswa akan membesar seperti Malari tahun 1974?" kata Sudomo. Karena itulah Sudomo mengimbau agar mahasiswa menghindari aksi massa, yang punya peluang untuk diinfiltrasi pihak tertentu. Sehari setelah acara dengan mahasiswa IKIP itu, Kamis pekan lalu Sudomo mengadakan rertemuan dengan Gerakan Mahasiswa Kosgoro di Wisma Mas Isman Jakarta. Baik di IKIP maupun di Wisma Mas Isman, banyak pertanyaan yang diajukan mahasiswa pada bekas Pangkopkamtib ini. Sebagian besar menggugat pernyataannya yang menuduh aksi mahasiswa di Kedungombo "ditunggangi pihak tertentu", serta penilaiannya bahwa kepemimpinan sebagian besar rektor nol. "Kalau rektor goblok, berarti pemerintah juga goblok," kata seorang mahasiswa di Wisma Mas Isman. Sudomo menjawab, "Saya tak mengatakan rektor goblok. Saya tak mau mencari kambing hitam." Sudomo melihat ada kendala komunikasi antara rektor dan mahasiswa, yang sebenarnya tak perlu terjadi. Padahal, rektor diharapkan menguasai berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. "Dalam kasus Kedungombo, misalnya, jika rektor memahami masalahnya, ia bisa mengkomunikasikannya dengan mahasiswanya. Kalau begitu, diperkirakan tak akan terjadi aksi mahasiswa," katanya.Amran Nasution, Ahmadie Thaha, Diah Purnomoawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum