Saya, seorang penulis naskah teater untuk panggung dan televisi, beberapa tahun lalu mendapat kabar bahwa naskah teater anak-anak milik saya yang berjudul Layang-Layang akan diterbitkan oleh UNESCO di Tokyo, Jepang. Naskah itu adalah naskah pemenang utama yang diselenggarakan oleh Departemen P dan K lewat kantor Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan di Jakarta. Berkali-kali saya dihubungi secara lisan oleh Bapak Soemantri (alm.) dari Kantor Dinas Sejarah dan Pur- bakala, Jakarta. Dan beberapa waktu kemudian, saya mendapat kabar, juga secara lisan, untuk me-rewrite naskah tersebut. Naskah asli dengan runing time 90 menit harus di-rewrite menjadi 30 menit (permintaan UNESCO). Saya kerjakan, lalu saya serahkan segera. Setelah itu saya menunggu sampai beberapa tahun, dan beberapa kali saya temui Bapak Soemantri tak pernah berhasil sampai beliau meninggal. Setahun yang lalu, lewat Kasim Akhmad, saya mendapat kiriman fotokopi buku berjudul Together in Dramaland yang diterbitkan oleh The Asian Cultural Centre for UNESCO, Tokyo, dengan penerbitan perdana pada 1987. Sudah tentu ini membuat saya senang dan sekaligus kecewa. Senang karena naskah saya bisa mewakili penulis-penulis naskah teater anak-anak di Indonesia. Kecewa karena sampai sekarang saya belum pernah mendapat "sesuatu", yang tentunya menjadi hak saya sebagai penulis bila hak itu ada. Bukankah me-rewrite juga pekerjaan yang tidak gampang. Begitu juga tentang "hak" seorang penulis yang karyanya diterbitkan, apalagi sekarang sedang ramai-ramainya orang menegakkan "hak cipta" bagi para seniman. Saya tidak tahu, jawaban untuk masalah ini harus saya peroleh dari siapa, tapi yang jelas saya ingin penjelasan yang paling jelas. Atas kerja sama dan segala perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. HARDJONO W.S. d/a IMKA YMCA Kombes M. Doeryat 9-10 Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini