Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Protes Petani Kratom

Protes petani kratom Indonesia dalam perdangan ke Amerika Serikat. Juga ada sengketa konsumen pembelian kios.

9 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan Satu Harga Kratom

SEBUAH gerakan sedang dilakukan petani. Pelaku usaha dan eksportir kratom Indonesia menuntut adanya perdagangan yang adil (fair trade) dalam transaksi bisnis kratom dengan pembeli dari Amerika Serikat yang dimotori American Kratom Association (AKA). Gerakan ini dinamakan Gerakan Satu Harga & Tolak COD atau GRATUGA-TCod. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan ini muncul karena banyaknya kerugian petani dan eksportir kratom Indonesia lantaran praktik perdagangan tidak adil yang dilakukan oleh pihak pembeli. Banyak kratom milik petani dan eksportir kratom Indonesia tidak dibeli dengan harga pantas, bahkan tidak dibayar sama sekali dengan berbagai alasan. Menurut petinggi AKA, masalah ini terjadi, antara lain, karena tidak ada kepastian hukum tentang kratom di Amerika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) melarang kratom di Amerika karena terdapat banyak isu penyalahgunaan kratom di negara tersebut. Sampai detik ini, FDA tetap memberlakukan import alerts kratom dari Indonesia. Untuk dapat mengekspor kratom ke Amerika, pihak penjual mengganti nama kratom dengan nama lain, seperti pathcoulli dan green tea

Meskipun dapat diekspor menggunakan nama kratom (Mitragyna speciosa) pada dokumen ekspor, di tengah perjalanan dokumen tersebut diganti dengan dokumen transit sehingga saat sampai di Amerika tetap menggunakan nama komoditas lain. Ketika sampai di negara tujuan, banyak kratom yang ditahan oleh petugas bea dan cukai karena tidak sesuai dengan nama komoditas yang tertulis pada dokumen.

Selain itu, transaksinya memakai sistem cash on delivery, yang artinya semua risiko dibebankan kepada petani dan eksportir kratom Indonesia. Ketika barang ditahan, pembeli tidak akan membayarnya. Akibat hal ini, kerugian yang dialami petani dan eksportir kratom Indonesia mencapai puluhan miliar rupiah.

Di sisi lain, pembeli selalu menekan harga beli kratom dari Indonesia US$ 3 per kilogram. Padahal harga jual retail di Amerika mencapai US$ 100 per kilogram. Harga US$ 3 hanya pantas untuk kratom yang bercampur tulang daun dan lainnya. Itu adalah kratom sampah yang rawan terkontaminasi serta berisiko jika masuk ke pasar Amerika dan dikonsumsi. 

Dengan kondisi tersebut, AKA dengan segala cara berusaha meyakinkan pemerintah Indonesia supaya mendekati FDA guna melonggarkan kebijakan larangan penggunaan kratom di Amerika. Padahal, seperti kita ketahui tahu, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN melarang peredaran kratom di negara-negara anggotanya. Hanya Indonesia yang masih memberi kebebasan ekspor kratom sampai 2024.

Untuk menyikapi hegemoni pembeli Amerika yang dimotori AKA, para petani dan eksportir kratom Indonesia dengan ini menyatakan sebagai berikut.

  1. Kami menolak AKA beserta pembelinya datang ke Indonesia karena selalu menipu petani dan mengobral janji serta tidak membawa investasi.
  2. Kami akan selalu informatif kepada FDA, Badan Narkotika Amerika Serikat (DEA), dan pihak-pihak yang berwenang di Indonesia.

Langkah ini kami ambil guna melindungi petani dan pengusaha eksportir kratom Indonesia dari kerugian yang lebih besar.

Suhairi dan Heriyandri
Atas nama petani kratom Indonesia


Kios Hayam Wuruk

SAYA membeli kios di pusat belanja LTC Glodok, Hayam Wuruk, Jakarta, pada 2013 dan melunasi pembayarannya pada 2018 senilai Rp 3 miliar. Manajemen berjanji akan memberikan dokumen berupa surat hak milik, bukti pajak bumi dan bangunan, serta dokumen izin mendirikan bangun segera setelah pembayaran lunas. Namun sampai sekarang janji itu belum dipenuhi.

Saya sudah mensomasi manajemen pusat belanja itu enam kali, bahkan sudah menjalani sidang di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Tapi manajemen Hayam Wuruk berkelit tak mengembalikan uang. Kami juga sudah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan telah masuk tahap replik dan duplik. Tapi sampai sekarang tak ada kejelasan ihwal pengembalian dana. 

Herman Kho Siauw Kiak
Jakarta 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus