Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

PSSI: Dari Konflik Ke Konflik

27 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PSSI agaknya bisa dipelesetkan menjadi Persatuan Sepak-sepakan Indonesia. Sebab, urusan bola sering terpinggirkan di organisasi ini. Yang mengemuka selalu urusan politiknya: rebutan jabatan, pamor, dan kekuasaan. Pekan lalu, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi membekukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ini, baik pengurus maupun segala kegiatannya.

Ini sejarah baru bagi sepak bola Indonesia. Pada zaman Andi Mallarangeng memang ada pembekuan, tapi itu hanya pada pengurusnya. Menjadi sejarah karena pemerintah turun tangan menyelesaikan konflik di organisasi swasta yang kebetulan mengurus bola dan, anehnya, mendapat kucuran anggaran negara itu.

Imam membekukan PSSI karena organisasi ini tak menghiraukan tiga surat tegurannya. PSSI membandel karena tetap mengizinkan dua klub-Persebaya dan Arema-yang sedang kisruh kepengurusan, tetap bermain di liga. Padahal Badan Olahraga Profesional Indonesia tak meloloskan keduanya. Rupanya, konflik di PSSI terjadi bukan kali ini saja. Pada 1977, Tempo menulis laporan mengenai hal ini.

Waktu itu ribut tentang banyaknya pengurus Persija masuk ke PSSI. Maka pengurus inti PSSI periode 1977-198I mirip badan pengurus Persija yang berkuasa sekarang. Acub Zaenal, Ketua Bidang Teknik Persija kini, memegang kendali Ketua Bidang Pembinaan PSSI.

Selain itu, Frans Hutasoit, Ketua Komisi Teknik Persija, menangani Ketua Bidang Kompetisi dan Pertandingan, Ketua Bidang Pembinaan Persija Suparyo Poncowinoto menjabat Ketua Bidang Organisasi, dan anggota Komisi Teknik Persija Maulwi Saelan ditarik menjadi Sekretaris Umum PSSI.

Satu-satunya pengurus PSSI dari eks pengurus periode sebelumnya yang dipimpin Bardosono cuma R. Sumantri, yang sehari-harinya menjabat Direktur Gelora Senayan. Komposisi kepengurusan PSSI tersebut kabarnya lahir setelah ketiga formatur, Ali Sadikin, Solihin G.P., dan Wahab Abdi, berunding selama dua jam di rumah Ali Sadikin.

Muncul pula komentar yang mengatakan bahwa sesungguhnya tokoh-tokoh Persija tersebut telah dipersiapkan sejak dua tahun lalu ketika kemelut pertama melanda kepengurusan Bardosono. Tentu oleh oposisi Bardosono yang tak kurang pula memiliki konsep meningkatkan persepakbolaan nasional.

Dalam komposisi kepengurusan Ali Sadikin itu terdapat sedikit kejanggalan. Orang bertanya mengapa bukan Hutasoit yang ditempatkan di Bidang Pembinaan Tim Nasional. Dia dianggap lebih berpengalaman daripada Acub dalam soal pembinaan tim. Tapi mungkin para formatur menilai sukses Acub dengan tim Irian Jaya menempatkan dia lebih dekat kepada tim nasional ketimbang Hutasoit, yang lebih berbobot sebagai tokoh klub Jayakarta.

Tapi, apa pun alasan para formatur menempatkan Hutasoit sebagai Ketua Bidang Kompetisi, kedudukan ini tentu merikuhkan yang bersangkutan. Hutasoit tak banyak memberi komentar. Awalnya dia mengaku tidak akan diikutkan dalam pengurus PSSI, "Karena Pak Ali minta saya mengurus di bawah saja." Tapi ternyata dia menarik Hutasoit ke atas. Dan tentu saja dia harus loyal kepada bekas atasannya, meskipun mungkin dalam hatinya dia lebih senang berkecimpung di bidang pembinaan atau mencurahkan keringatnya di Persija dan Jayakarta.

Diboyongnya empat tokoh pengurus Persija ke tingkat PSSI menimbulkan pula masalah organisasi bagi yang ditinggalkan. Ini terlihat dari komentar Urip Widodo, Ketua Umum Persija: "Saya sedih, tapi rela demi kepentingan nasional." Urip kemudian mengatakan kepada Tempo bahwa "ompongnya pengurus Persija merupakan tantangan untuk mengadakan scouting pengurus di kalangan muda".

Di kalangan penggemar bola, "promosi" beberapa pengurus Persija ke tingkat PSSI dikomentari sebagai taktik Ali Sadikin untuk menguasai persepakbolaan nasional. Maklum, Jakarta adalah basisnya. Dengan merangkul jago-jago Persija, friksi antara pengurus PSSI dan Persija bakal dihindarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus