Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA pemerintah melarang minimarket menjual bir, tiga mahasiswa Universitas Indonesia merekayasa botolnya menjadi beton. Dalam pengujian berdasarkan standar American Concrete Institute (ACI) dan Standar Nasional Indonesia (SNI), beton buatan mereka berkategori sangat baik, layak menjadi penopang gedung 50 lantai.
Beton itu dibuat Tim Alkalina, yang terdiri atas Muhammad Haikal Syarief, Baiti Rahma Maudina, dan Aninisa Salsabila. Mereka mahasiswa semester VI jurusan teknik sipil angkatan 2012. Beton buatan mereka menjadi juara III lomba ketahanan beton di Universitas Trisakti, Jakarta, pada awal April lalu.
Beton Alkalina ini tak terbuat dari semen seperti beton konvensional yang dipakai sebagai fondasi gedung perkantoran bertingkat. Ketiganya memakai silika yang terkandung dalam sampah botol. Saat melakukan riset, mereka mengumpulkan botol bekas dan menghitung kandungan silikanya. "Botol bir warna hijau ternyata punya kandungan silika paling tinggi," kata Haikal, ketua tim, di kampusnya.
Menurut Haikal, silika bisa menjadi pengganti semen sebagai bahan baku beton. Masalahnya, dengan penjualan bir dibatasi, tak mudah bagi Haikal dan teman-temannya mencari dan mengumpulkan botol sebanyak mungkin. Dari 20 botol bir hanya dihasilkan satu kilogram silika halus.
Silika sebanyak itu hanya cukup untuk membuat beton berdiameter 15 sentimeter dan tinggi 30 sentimeter. Untuk mendapat sampel yang representatif, Haikal butuh setidaknya lima kilogram silika. Artinya, butuh 100 botol bir untuk ditumbuk setiap kali dilakukan pembuatan dan pengujian.
Karena kesulitan mencari dan mengumpulkan botol bir, apalagi botol berwarna hijau, Tim Alkalina mencampurnya dengan sampah beton. Split itu dipakai mereka sebagai pengganti material kasar yang dicampur dengan pasir. Perekatnya adalah adonan silika ini. "Dalam satu sampel kandungan silika sekitar 15 persen," kata Haikal.
Pada hari ke-28, ketika beton-beton itu kering, hasil pengujian memakai SNI dan ACI itu membuat mereka berdecak kagum sendiri. Kekuatan beton mereka itu memiliki daya tekan 73 MPa atau 730 kilogram per sentimeter persegi. Dengan kekuatan sebesar itu, beton Alkalina masuk kategori K800, yang berada pada level sangat baik.
Beton konvensional yang dipakai sebagai fondasi gedung 50 lantai kekuatannya setara dengan K800 ini. "Karena itu sesuai dengan standar nasional," kata Haikal.
Biaya membuat beton berbahan silika ini juga lebih murah daripada beton semen. Tim Alkalina menghitung biayanya lebih murah 16 persen. Jika dijual, kata Haikal, harga per meter kubik beton silika hanya Rp 1,7 juta. Bandingkan dengan harga beton konvensional yang rata-rata dijual Rp 2 juta.
Dengan keunikannya itu, dan harga yang lebih murah, juri lomba ketahanan beton di Universitas Trisakti mendapuk mereka jadi juara III. "Karena ide dan bahan bakunya dianggap unik," kata Haikal.
Mereka belum akan berhenti meneliti silika sebagai bahan baku beton. Haikal dan teman-temannya masih mengulik beton-beton itu dengan menambah kadar silikanya. "Kami ingin tahu berapa kadar optimal silika pada tiap kubik beton," kata Haikal.
1. Botol kaca berwarna hijau bekas bir dikumpulkan dan dibersihkan dari berbagai label merek.
2. Botol lalu dimasukkan ke dalam mesin penghancur untuk menghancurkan kaca.
3. Beling botol kaca yang sudah hancur disaring menggunakan penyaring dengan teknik tes abrasi.
4. Hasil saringan yang diambil merupakan partikel menyerupai bubuk yang memiliki ukuran 12 milimeter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo