Pada Februari 1991, tiba-tiba saya mendapat surat peringatan terakhir yang sebelumnya tidak pernah saya terima. Dalam surat itu disebutkan bahwa listrik rumah saya akan dimatikan karena ada tunggakan listrik sebesar Rp 531.960 pada Desember 1987. Peringatan itu aneh bagi saya. Sebab, rumah tersebut saya beli pada Juni 1989. Jadi, itu tidak mungkin merupakan tunggakan pemakaian listrik rumah saya. Karena itu, saya menyatakan keberatan dan lagi pula saya mendapat peringatan baru pada April 1991. Menghadapi ancaman eksekusi tersebut, dengan terpaksa saya membayarnya, walau itu bukan kewajiban saya. Hanya yang saya herankan, tunggakan Desember 1987 kok masih ada. Padahal, pembayaran rekening bulan-bulan berikutnya diterima terus oleh PLN. Kenapa setelah empat tahun baru ditagih, atau baru diketahui bahwa masih ada tunggakan? PLN berdalih, kenapa sewaktu saya membeli rumah tersebut rekening listriknya tidak dibaliknamakan, sehingga rekening tersebut masih atas nama pemilik rumah yang lama. Maka, tagihan tersebut juga harus menjadi tanggungan saya. Yang ingin saya tanyakan adalah: "Apakah memang ada undang-undang atau peraturan beli rumah yang mengharuskan juga diikuti balik nama listriknya?" Saya imbau kepada PLN, janganlah hanya disebabkan oleh administrasi PLN yang amburadul, pemilik rumah baru yang notabene tidak merasa menunggak harus bayar. Janganlah karena merasa punya wewenang, lalu memutuskan listrik secara sepihak. WARSITO SANYOTO, S.H. Jalan Teuku Cik Ditiro 53 (Menteng) Jakarta Pusat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini