PANTAI Karang Tengah di Pulau Nusakambangan berhadapan dengan
Cilacap. Penuh orang pagi 11 Desember, bersamaan dengan Selasa
Kliwon Bulan Sura. Tapi keramaian itu tidak ada hubungan dengan
urusan Lembaga Pemasyarakatan di pulau narapidana itu.
Lebih dari 1000 orang terdiri dari nelayan, pejabat daerah, para
simpatisan atau pun hanya sekedar mau tahu saja. Mereka
merayakan apa yang disebut "sedekah laut". Upacara ini diadakan
di Buian Sura setiap tahun kalau jatuh hari Jumat atau Selasa
Kliwon.
Upacara berjalan cukup tertib, karena seperti pasukan yang akan
maju perang, para nelayan "kakap" dan "teri" berbaris rapi. Tak
ada perbedaan antara nelayan trawl dan tradisional. Paling
depan, ada empat orang yang mengenakan pakaian serba hitam
menggotong nampan dibungkus kain merah putih. Pimpinan
upacaranya sendiri, -- Atas Munandar (44 tahun) -- mengenakan
pakaian lurik hijau, sarung yang disampirkan dan destar (ikan
kepala) gaya Cilacapan.
Ngruwat
Sementara itu, sekitar 125 perahu berhias rapat memenuhi pantai
Karang Tengah. Hampir tiap perahu sarat membawa komaran yaitu
sesajen yang berbentuk rumah-rumahan kertas berwarna dengan
ukuran sekitar 1 meter. Isi sesaji yang ada di dalam komaran
tergantung pada kemampuan si nelayan. Kalau tahun sebelumnya
seorang nelayan banyak menangkap ikan, sesajennya pun sesuai
dengan rezekinya.
Biasanya, dalam komaran ada sebuah kepala kambing hitam,
seperangkat alat kosmetik, kain baju berwarna hijau -- yang
dipercaya semua itu berupa upeti untuk Nyai Roro Kidul, ratu
laut selatan. Selain ketiga benda pokok tadi tidak luput pula
sesajen yang berupa kapur sirih, jajan pasar, ayam panggang,
cerutu atau rokok kretek dan alat-alat pertanian dalam ukuran
mini.
Di antara selingan suara ombak, beberapa perahu motor membawa
transistor. Yang keluar bukan suara gamelan atau lagu-lagu
daerah, tapi nyanyian Boney M. Setelah di tengah laut
iring-iringan perahu berpencar. Mereka membuang sesajen di
tempat mana biasanya mereka menangkap ikan.
Pelayaran Cilacap-Karang Tengah selesai, selanjutnya tahap kedua
yang lebih berat. Yaitu perjalanan ke Batu Bale. Tempat ini
terletak di paling selatan Pulau Nusakambangan. Di tempat itu
ada sebuah batu yang berbentuk kerucut terbalik. Di Batu Bale
itulah konon terletak markas para pengawal Nyai Roro Kidul dan
sekaligus juga tempat musyawarah mereka. Di atas batu itulah,
nampan yang dibawa tadi diletakkan. Sesajen kolektif ini terdiri
dari alat kosmetik (untuk berdandan Nyai Roro yang berupa bedak,
sisir, kaca, cemara dan gincu), kelapa muda hijau, pisang tiga
macam, pepaya, gula batu, kopi, gula merah, kembang tiga rupa,
kapur sirih, kemenyan dan ampo (tanah).
Setelah upacara di Batu Bale selesai, para nelayan pergi ke Kali
Lanang. Dinamakan demikian karena bentuk batu karang ini
menyerupai kelamin lakilaki dan pada ujungnya keluar air. Segala
botol, jeriken atau tempat air model apa saja mereka isi
penuh-penuh. Air ini dianggap berkhasiat, untuk diminum dan
memandikan perahu atau jala, agar sang ikan atau udang mudah
ditangkap.
Konon upacara ini telah mentradisi sejak 1932, ketika Sunan Sala
ke-XI memerintahkan agar Bupati Cilacap mengadakan sedekah laut
semacam ini.
Ada manfaat merayakan sedekah laut ini. Yaitu -- biarpun cuma
satu hari atau dua -- para nelayan yang "kakap" dan "teri" bisa
berkumpul. Di Cilacap, ada 6.400 nelayan yang kalau dijumlah
dengan keluarganya menjadi 25.000 jiwa. Dari jumlah tersebut,
95% terdiri dari nelayan melarat yang cuma mengandalkan perahu
kecil dan jalanya saja -- biasa disebut nelayan tradisional.
Sisanya, apa yang disebut nelayan maju pemilik pukat harimau.
Upacara sedekah laut tidak cukup sehari saja. Sebab setelah
kembali dari upacara di Batu Bale, malam harinya di tempat
pelelangan ikan ada pertunjukan wayang kulit. Pagelaran yang
berbentuk ngruwat (untuk menolak mara bahaya) ini biasanya
membawakan lakon Babad Segara Kidul. Keesokan harinya, masih
ada lagi pesta lanjutan. Yaitu khitanan anak-anak nelayan dan
penguburan kembali para nelayan yang telah "gugur" di medan
ikan. Mereka yang telah tewas di laut dan dikuburkan terpencar,
siang itu ditanam kembali di pekuburan Karang Suci, Cilacap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini