Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, sudah siapkah pemerintah melaksanakan pembatasan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi mulai 1 April nanti?
|
||
Ya | ||
10,66% | (69) | |
Tidak | ||
87,77% | (560) | |
Tidak Tahu | ||
2,79% | (18) | |
Total | (100%) | 647 |
MESKI dikritik kanan-kiri, pemerintah tampaknya tak punya opsi lain. Pada awal April nanti, kurang dari dua bulan saja, masyarakat umum tak akan bisa lagi membeli bahan bakar minyak bersubsidi alias Premium. Kita semua hanya boleh membeli Pertamax atau bahan bakar minyak lain yang harganya tak disokong subsidi pemerintah. Nanti, cuma pengendara sepeda motor dan angkutan publik yang masih bisa menikmati manisnya bensin murah.
Kebijakan drastis pemerintah ini tentu tak mudah diterapkan. Sekian puluh tahun kita terbiasa hidup dengan harga bensin yang supermurah. Jumlah mobil dan sepeda motor terus melonjak dan memacetkan lalu lintas banyak kota, salah satunya karena ongkos membeli bahan bakar minyak tak pernah terlalu menggigit dompet. Semua itu kini bakal berubah.
Jelas transisi ini bukan perkara gampang. Akan ada gejolak dan penyesuaian. Kesiapan pemerintah diuji di sini. Masalah sudah membayang di depan mata. Pagi-pagi Pertamina mengeluh banyak stasiun pengisian bahan bakar yang belum menyediakan Pertamax. Meski dari 3.062 unit pompa bensin di Jawa dan Bali sudah ada 2.080 unit yang menjual Pertamax, jumlah itu dinilai masih jauh dari memadai. Rencana untuk mendorong pemilik mobil beralih menggunakan gas juga masih tak jelas. Hanya ada 18 stasiun pengisian bahan bakar gas di Jakarta.
Tak mengherankan, mayoritas pembaca Tempo.co ragu melihat berbagai persiapan yang compang-camping ini. Sebagian besar menilai pemerintah masih setengah-setengah dalam menyukseskan program pembatasan BBM bersubsidi ini. Tak kurang dari 86,5 persen responden dalam jajak pendapat sepanjang pekan lalu menilai pemerintah tak cukup siap. "Lihat saja bagaimana kekacauan akibat proses peralihan minyak tanah ke elpiji," kata satu pembaca, Hasyim. "Saya lihat pemerintah belum sepenuhnya mengantisipasi apa yang bakal terjadi kelak."
Indikator Pekan Ini NASIB Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kini di ujung tanduk. Sejumlah saksi di persidangan kasus suap Wisma Atlet—dengan terdakwa mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin—memberikan kesaksian yang memberatkan dia. Tampaknya tinggal menunggu waktu saja sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Anas sebagai tersangka. Tetua Partai Demokrat pun bergerak. Dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dewan Pembina partai itu menggelar rapat khusus membahas masalah ini. "Kami membahas bagaimana caranya menyelamatkan citra partai yang terus merosot," kata salah satu petinggi partai itu, Achmad Mubarok. Opsi mengganti ketua umum di tengah jalan, menurut Mubarok, tidak dibicarakan. "Kami menunggu kepastian hukum," katanya. Jika KPK menetapkan Anas sebagai tersangka, Mubarok memastikan barulah dia resmi diminta mundur. Tapi kabar angin soal pergantian Anas terus berembus. Sejumlah nama disebut-sebut sebagai calon pengganti. Mulai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto sampai Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Banyak pihak meramalkan akhir karier politik Anas yang begitu cemerlang sudah semakin dekat. Menurut Anda, apakah sudah sepantasnya Anas Urbaningrum dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempo.co. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo