Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Prestasi Sepak Bola Indonesia

Setelah kiprah puluhan pemain dan pelatih dalam dan luar negeri, apa prestasi sepak bola Indonesia?

10 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak Jawab Linda Susanti

NARASI berita Tempo yang berjudul “Benarkah Pimpinan KPK Memeras Hakim Agung?” di edisi 4-10 Maret 2024 sangat menyudutkan saya dan tidak sesuai dengan keterangan yang saya berikan dalam wawancara. Saya diwawancarai dua wartawan Tempo pada 1 Maret 2024. Dalam berita, Tempo menyebutkan bahwa saya dipanggil oleh penyidik Unit 3 Satuan Reserse Mobil Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada 1 Maret 2024 dan sampai pukul 00.30 WIB baru diperbolehkan pulang. Saya terkesan seolah-olah ditahan di Polda Metro Jaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faktanya, saya hanya meng-cross-check ulang keterangan hasil klarifikasi dan tidak mau menandatangani berkas apabila tidak sesuai dengan peristiwa yang saya alami mengenai urusan saya dengan Ahmad Sulaiman. Saat itu penyidik ingin saya cepat pulang karena sudah malam. Saya tidak mau pulang karena dalam ketikan penyidik terbukti banyak kata yang makna dan peristiwanya berbeda dengan fakta apabila tidak diperbaiki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya saya datang pada 6 Maret 2024. Tapi saya tidak mau menunggu lama karena hanya ingin laporan seorang pegawai Mahkamah Agung bernama Ahmad Sulaiman diselesaikan sesegera mungkin. Saya ingin menjelaskan secara lengkap dan saya harus mengecek keterangan saya yang telah dicatat penyidik.

Artikel Tempo juga menyatakan bahwa saya bertemu dengan Ahmad Sulaiman pada 6 Mei 2022. Kenyataannya, saya bertemu dengan Ahmad Sulaiman pada Juni 2022 dan bertemu lagi pada April 2023. 

Linda Susanti
Pemimpin Umum EBC Media

Artikel tersebut tak menyebut soal penahanan Anda.

Klarifikasi PT Halmahera Sukses Mineral

KAMI ingin mengklarifikasi artikel Tempo edisi 4-10 Maret 2024 berjudul “Gula-gula Nikel Halmahera”.

1. Izin PT Tekindo Energi dicabut berdasarkan berita pada April 2022, tapi PT Halmahera Sukses Mineral sudah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) bernomor SK.193/MENLHK/SETJEN/PLA.0/3/2022 pada 4 Maret 2022. Jadi izin sudah keluar sebelum pencabutan. Artinya, berita tersebut tidak valid. Tidak ada korelasi antara PT Halmahera Sukses dan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) PT Tekindo Energi.

3. IPPKH ini yang digunakan sebagai dasar untuk menggunakan area tersebut sebagai tempat penumpukan bijih, kantor, mes, workshop, dan lainnya. Ini sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

4. Perihal Sungai Sagea, sebagai informasi, pada 29 Agustus 2023 telah dilakukan verifikasi lapangan oleh pemerintah Halmahera Tengah melalui Dinas Lingkungan Hidup Halmahera Tengah. Kesimpulannya, pencemaran Sungai Sagea tidak berkaitan dengan pertambangan PT Halmahera Sukses. Sebab, semua air limpasan yang telah diolah mengalir ke Sungai Ake Mein dan Ake Sakaulen, lalu berujung di daerah aliran Sungai Kobe. Semua kegiatan verifikasi ini dicatat dalam berita acara verifikasi resmi yang ditandatangani pihak Dinas Lingkungan Hidup dan PT Halmahera Sukses. 

Ihwan Nurvianto
General Manager PT Halmahera Sukses Mineral

Terima kasih atas penjelasan Anda. Berdasarkan basis data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga saat ini izin pertambangan area eks PT Tekindo belum dimiliki siapa pun, termasuk PT Halmahera Sukses Mineral.

Prestasi Sepak Bola Indonesia

SELALU menjadi topik yang menarik apabila kita membicarakan prestasi sepak bola Indonesia. Dengan jumlah penduduk kurang-lebih 278 juta jiwa dan merupakan negara dengan populasi nomor empat dunia, prestasi sepak bola negeri ini cukup memprihatinkan, bahkan untuk tingkat Asia Tenggara.

Pada saat ini kesebelasan sepak bola Indonesia menduduki peringkat ke-142 versi Federasi Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA), sebelumnya ke-146. Usia Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah cukup tua karena didirikan jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada 1930. Sejak PSSI berdiri sampai sekarang, sudah ada 20 tokoh yang menjabat Ketua Umum PSSI, silih berganti dari Soeratin sampai Erick Thohir. 

Selama kurun waktu tersebut, tim nasional sudah ditangani oleh 45 pelatih dan 22 di antaranya adalah pelatih asing yang mendapatkan bayaran mahal. Untuk memperkuat tim nasional, akhir-akhir ini naturalisasi pemain asing makin gencar dilakukan. Sudah ada 39 pemain yang dinaturalisasi. Ada kemungkinan jumlahnya bertambah dalam waktu tidak terlalu lama.

Naturalisasi menyisakan pertanyaan besar, apakah memang benar langkah tersebut sudah tepat? Karena itu, perlu diadakan kajian mendalam mengenai dampaknya, apakah positif atau negatif. Selain itu, pemain naturalisasi sebaiknya dipilih secara lebih selektif. Namun, dengan segala upaya yang dilakukan, ternyata tetap saja prestasi sepak bola kita belum mampu berbicara banyak di tingkat Asia, bahkan di Asia Tenggara.

Kita mengenal banyak pemain tim nasional yang legendaris pada era tersebut. Di antaranya Iswadi Idris, Ronny Pattinasarany, Rully Nere, Simson Pasal, Ronny Pasla, Yudo Hadianto, Risdianto, Yuswardi, dan Junaedi Abdillah. Padahal, pada era Iswadi Idris dan kawan-kawan, pembinaan sepak bola belum sebaik sekarang. Mereka bisa menorehkan prestasi yang terus dikenang masyarakat. Kedisiplinan, nasionalisme, dan kebanggaan bertanding membawa nama negara merupakan modal kuat para pemain.

Salah satu langkah perbaikan dan peningkatan prestasi adalah mengembalikan kepengurusan sepak bola sepenuhnya kepada tangan-tangan yang tepat dan ahli. Berikan kesempatan kepada orang profesional yang sepenuh hati mencintai sepak bola dan berdedikasi serta tidak mencari keuntungan material atau nonmaterial dari jabatan pengurus. Yang paling penting, jauhkan kepengurusan dari politikus dan pejabat pemerintah atau penganggur yang mencari kesibukan. Sebab, mereka hanya mencari panggung. Belum terbukti politikus dan pejabat pemerintah bisa menghasilkan prestasi seperti yang diharapkan. Bahkan yang lebih sering terjadi adalah kekisruhan karena kepentingan pribadi.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus