RUANGAN itu penuh berbagai macam patung. Sebagian besar parung
kepala dari terra-cotta. Di salah satu sudut, ada mural dari
batu hitam yang menggambarkan kereta ditarik dua ekor kuda.
Sebuah kendi dengan perut besar, berwarna hitam
kecokelat-cokelatan melengkapi koleksi itu.
"Ada 105 macam barang yang akan saya jual," kata dr. Christopher
Hazzard pemilik barang-barang itu. Bersama istrinya, Veronica,
mereka melayani beberapa tamu yang datang melihat-lihat koleksi
itu.
"Ini harganya A$ 550," kata Hazzard sambil mencekal patung putri
yang duduk diapit dua ekor binatang yang mirip macan. Kalau
dirupiahkan, harga patung setinggi 35 cm itu hampir Rp 400. 000.
Ada pula patung kepala dari terra-cotta, harganya A$ 220 atau Rp
159. 500. Terra-cotta adalah tanah liat berwarna jingga yang
biasa dipakai sebagai bahan pecah belah.
Prapanca & Hayam Wuruk
Tetapi dari semua koleksi yang akan dijual itu, mural dari batu
hitam tadi adalah yang termahal: A$ 2.200 atau Rp 1.595.000.
Ukurannya 95 x 65 cm terpotong menjadi 10 bagian. Di situ
terlukis sebuah kereta yang ditarik tiga ekor kuda, dengan
penumpang seorang putri, berikut sais yang memegang pecut. Di
pinggir jalan yang dilewati kereta itu, berderet orang-orang
yang berambut kribo. Menurut Hazzard ornamen ini ada disebut
dalam sajak Prapanca tentang pemerintahan Raja. Hayam Wuruk.
Koleksi barang antik yang menurut Hazzard berasal dari Kerajaan
Majapahit itu, seluruhnya bernilai A$ 12.000, atau Rp 8,5 juta.
"Kami terpaksa menjua'mya," tambah Hazzard lagi. Ia tak
menjelaskan alasan keterpaksaannya. Tapi mungkin karena rumahnya
sudah terlalu penuh.
Si dokter atau istrinya, dengan sabar menerangkan kepada tamu
yang datang ke rumah mereka, mengapa ada patung terra-cotta yang
pecah ujungnya atau putus bagian leher. "Karena terpacul," kata
Veronica, "anda tahu, banyak orang mencari emas di daerah bekas
Kerajaan Majapahit."
Dokter Christopher Hazzard tinggal di Melbourne, Australia.
Katanya dia pernah tinggal di Kalimantan selama 18 tahun. Sayang
tidak menjelaskannya di kota mana dia pernah tinggal atau dalam
urusan apa dia di sana. Ketika 6 tahun yang lalu dia bersama
istrinya mampir di Surabaya, dari sebuah toko antik dibelinya
sebuah patung setinggi 3 cm. "Benda itu penuh abu, tergolek
daram sebuah mangkuk," kata Hazzard, "padahal raut muka patung
itu begitu menarik."
Semenjak itu, suami istri ini kembali ke Indonesia setiap tahun.
Sasaran utama Jawa Timur. Benda-benda yang dipercaya peninggalan
Majapahit, selalu menjadi perhatiannya. hienurut Hazzard tidak
sulit mencari benda-benda ini. Kesulitannya hanyalah kalau dia
harus bersaing dengan penguber barang antik yang berkantung
lebih tebal.
Tetapi aslikah benda-benda yang dimiliki Hazzard ini? Drs. Uka
Tjandrasasmita, Direktur Sejarah dan Purbakala, Dirjen
Kebudayaan Departemen P & K, hanya tersenyum ketika disodori
fotofoto patung koleksi Hazzard. "Mungkin satu atau dua ada yang
asli," ujar Uka. Tapi ada beberapa keganjilan dalam
patung-patung tersebut. Macan atau singa dan sejenisnya bukanlah
binatang mitologi Indonesia. Jadi tidak ada singgasana seorang
raja yang diapit oleh binatang tersebut. Goresan-goresan pada
tubuh macan itu menurut Uka, juga tampak aneh.
Mengapa Begitu
Kereta raja atau kaum bangsawan zaman dulu, selalu ditarik sapi
-- bukan kuda seperti yang terlihat pada salah satu koleksi
Hazzard. Juga tidak ada rakyat yang berdiri berjajar, seperti
menyambut tamu agung di zaman sekarang. Tapi ada lagi yang aneh.
"Dandanan rambut mereka," kata Uka, "mengapa harus begitu?".
Rambut wanita pada patung-patung itu digulung ke atas sehingga
mirip potongan kribo masa kini.
Kalau begitu koleksi Hazzard ini palsu? Uka mengangguk. "Tapi
kalau mereka percaya itu antik, biar saja," katanya.
Copy barang-barang antik sekarang semakin banyak di Indonesia.
Salah seorang ahli sejarah bahkan berkata: "Benda-benda
terra-cotta sekarang ini jauh lebih banyak dibikin daripada di
zaman Majapahit sendiri."
Ketika terjadi penggalian besar-besaran di Trowulan, Jawa
Timur, beberapa tahun yang lalu, banyak diperdagangkan arca-arca
kecil di pasaran barang antik. Terutama kepala arca yang katanya
kepala Gajah Mada. Benda-benda asal Trowulan tersebut dibuat
dari terra-cota. Tak sedikit di antaranya yang memang diduga
keras berasal dari zaman Majapahit. Tapi yang lebih banyak
rupanya adalah hasil pemalsuan.
Tumbuhnya berbagai pemalsuan itu antara lain karena penjagaan
terhadap benda-benda antik semakin ketat di Indonesia. Sebab
kerjasama antara Departemen P&K, Luar Negeri, dan Imigrasi,
menurut Uka, sudah semakin baik. Seorang asing baru
diperbolehkan membawa barang antik (di atas usia 50 tahun),
setelah bermukim 2 tahun lebih di Indonesia. "Direktorat saya
yang nantinya menilai, apakah barang-barang tersebut boleh
dibawa ke luar atau harus ditahan," kata Uka lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini