Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Memungut sampah Malioboro

Untuk menanggulangi sampah di jalan malioboro, yogyakarta, yang semakin bertimbun, mahasiswa fak. teknik sipil ugm mengadakan kampanye kebersihan dengan pengadaan tong sampah.(dh)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAH bertimbun di hampir setiap sudut seantero kota. Galian-galian jalan yang belum juga ditimbun, setiap waktu menghamburkan debu - sekaligus menyempitkan tempat lalu lintas yang memang tidak lebar. Sehingga kota tua itu tampak semakin suram. "Yogya sedang sakit parah," kata Menteri Poernomosidi. Tak sedikit warga Yogya yang prihatin melihat keadaan kota mereka. Bahkan Menteri PU, Poernomosidi, bersama Menteri Pertanian Soedarsono awal bulan ini berada di antara para mahasiswa Teknik Sipil UGM yang ramai-ramai membenahi sampah di Malioboro, jalan utama kota itu. Jalan kebanggaan warga kota gudeg itu memang termasuk bagian kota yang harus dibenahi -- paling sedikit karena timbunan sampah di sana makin menyengat mata dan hidung. Maka turunlah mahasiswa-mahasiswa Fakultas Teknik Sipil UGM ke Malioboro dengan Proyek Pengadaan Tong Sampah. Dengan 108 buah tong kaleng, 300 tong plastik dan 10 gerobak sampah, para mahasiswa itu yakin Malioboro akan bersih. "Asal sampah diambil 3 kali sehari, pagi, siang dan malam," kata Hotma Prawoto, pimpinan proyek itu. Tong-tong itu diletakkan secara permanen di depan toko-toko yang ada di sepanjang Malioboro. Kepada para penghuni di sekitarnya diingatkan agar memanfaatkannya -- sementara pihak Bagian Kebersihan Kodya Yogya pada jam-jam tertentu mengerahkan petugas pemungut. Menurut Hotma, mahasiswa-mahasiswa FTS-UGM akan memeriksa tong-tong itu setiap hari -- dan akan memperbaikinya jika rusak. "Ide membuat tong sampah muncul karena melihat sampah di Yogya makin jadi problem," ungkap Hotma. Nyatanya memang sejak 5 tahun lalu, sampah sudah memusingkan banyak orang, baik warga kota, maupun petugas kebersihan. Tapi sampai kini masalah sampah tidak kunjung terselesaikan. Karena itu mudah dipahami jika Menteri Poernomosidi dengan penuh gairah membantu gerakan kebersihan yang dilakukan mahasiswa-mahasiswa FTS-UGM itu. "Bukan tugas mereka sebenarnya," ucap Menteri beberapa saat setelah meresmikan pemakaian tong sampah itu di Malioboro. "Tapi kalau mahasiswa ikut memikirkan masalah sampah, masa kita tidak bantu." Martowiharjo Dalam kampanye kebersihan itu Ditjen Cipta Karya PU menyediakan segala bahan yang dibutuhkan seperti tong, pipa besi, semen, pasir. Para mahasiwa kemudian membuat disainnya sekaligus mengerjakan sampai jadi. Tong sampah buatan Gajah Mada itu berdiameter 57 cm, tinggi 45 cm. Gerobaknya berukuran 1,5 x 1,25 x 0,75 m dengan rangka pipa ledeng, alas dan dinding dari kayu, roda dari sepeda motor Honda. Tongtong dikerjakan 3 minggu sebelum dipasang, didahului oleh survei selama 2 minggu. Pada tiap tong dan gerobak tertulis "Universitas Gajah Mada Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil." Sistem penanggulangan sampah dengan tong bukan hal baru di Malioboro. Bagian Kebersihan Kodya Yogya pernah mencobanya tapi menurut C.H. Zarkasi Effendi, yang mengepalai instansi itu, dalam 3 bulan sudah hancur. "Kami kalah cepat dengan gelandangan yang selalu membolak-balik tong," ujar Zarkasi, "akhirnya tong rusak. Malah besi penahan tong pun diambil." Lagipula tong itu mudah dirusak karat. Pada 1979 tong digantikan bak sampah, tapi ini pun tanpa hasil. Dalam penilaian Hotma dan kawan-kawannya sistem terdahulu gagal, semata-mata karena tidak disertai penyuluhan kepada masyarakat. Tapi diakuinya juga bahwa kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan masih rendah. Untuk itu para mahasiswa juga merencanakan pembentukan pos-pos komando yang bertugas memungut iuran, memberi penerangan dan peragaan. Tentang iuran sampah, Menteri PU menghimbau setiap kepala keluarga di Yogya untuk menyumbang Rp 250 dan Rp 1.000 bagi tiap toko di Malioboro sebulan. Himbauan ini tercetus sesudah Poernomosidi bercakap-cakap dengan Martowiharjo, 59 tahun, pemimpin kelompok kebersihan di daerah sepanjang Malioboro. Lelaki tua yang sudah berdinas 30 tahun dan tampak dekil itu hanya menerima upah Rp 9.000 sebulan untuk menghidupi istri dengan 7 orang anak. "Bagaimana kota akan bersih, kalau petugasnya saja tak dihargai?" kata Menteri dengan prihatin, Poernornosidi pun menyumbangkan 20 sepeda bagi para petugw kebersihan, satu di antaranya untuk Martowiharjo. Petugas kebersihan Yogya seluruhnya berjumlah 500 orang, sebagian besar nasib mereka lebih buruk dari kelompok Malioboro itu. Sambil menyanding nasib buruk itu mereka tiap hari diharapkan melaksanakan tugas besar: membuang sampah 720 meter kubik. Mudah dipahami jika tak semua kotoran itu terbuang, karena ternyata juga armada yang ada hanya 16 truk dan 50 gerobak. Sampah di Yogya juga menghadapi masalah tempat pembuangan. Selama ini barang-barang bekas itu hanya dilempar ke lembah Kali Code, tak jauh dari Studio RRI Yogya. Tak heran jika warga di sekitar sana acap menutup hidung di siang hari dan harus memejamkan mata di malam hari karena sarang sampah itu juga dijadikan tumpukan pelacur. Mulai akhir tahun ini, menurut Zarkasi, lembah Kali Code itu akan dijadikan taman. Untuk tempat pembuangan sampah sudah ditentukan sebuah areal di Desa Tamanan, wilayah Kabupaten Bantul, agar langsung diserap oleh sebuah pabrik kompos yang juga akan segera dibangun di sana. Kota Yogya yang bersih, bukan hanya impian warga Yogya. Lebih-lebih lagi harapan Walikota Haji Achmad yang menyerahkan jabatannya kepada Kolonel Infanteri Soegiarto, Rabu minggu lalu. (lihat box). Tapi Achmad mengakui belum berhasil menjadikan Yogya sebagai kota bersih. Apakah karena itu, masa jabatannya tak diperpanjang sehingga harus menyerahkan jabatannya pekan lalu? Tak ada yang dapat menjawab pasti. Wakil Ketua DPRD Yogya, Drs. Soempono berpendapat lain. "Walikota Achmad tidak begitu gagal menangani sampah," katanya "masalahnya sampah yang begitu banyak, hanya ditangani tenaga dan peralatan yang serba kurang-ditambah kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga masih amat kurang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus