Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhirnya Gus Dur dipastikan duduk di utusan golongan di MPR. Tapi, sebelumnya, langkah Gus Dur dan Muchtar Pakpahan untuk menduduki kursi utusan golongan mendapat cobaan dari Tim 15 KPU dengan alasan Gus Dur dan Muchtar Pakpahan, sebagai deklarator PKB dan PBN, mengacu pada Undang-Undang No. 4 /1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Kenapa hanya Gus Dur dan Mucthar Pakpahan yang dipermasalahkan oleh pihak KPU sebagai partisan partai politik? Bagaimana dengan wakil dari Walubi, Siti Hartati Murdaya? Bukankah ia adalah anggota tim pemenangan pemilu Golkar dalam pemilu yang lalu, bahkan menjadi caleg Partai Golkar untuk DKI Jaya? Bukankah itu partisan? Kenapa tak dipermasalahkan oleh KPU? Lalu, apakah ia juga seorang agamawan Buddha (biksuni)?
Kemudian, maraknya demo oleh umat Buddha di KPU yang menentang sosok Siti Hartati Murdaya tak dijadikan acuan oleh pihak KPU ketika hendak menunjuk (mengesahkan) perwakilan dari umat Buddha. Tapi, kenapa untuk kedua tokoh seperti Gus Dur dan Muchtar Pakpahan, yang memang mampu, pihak KPU ngotot mengacu pada Undang-Undang No. 4/1999, tapi tidak untuk Siti Hartati?
Boleh-boleh saja ia mengaku-ngaku didukung oleh mayoritas umat Buddha dengan demo tandingan yang mendukungnya. Tapi, perlu diketahui, mayoritas umat Buddha bukan menolak Walubi duduk di utusan golongan MPR. Yang kami tolak adalah sosok Siti Hartati yang jelas-jelas pro-status quo.
R. ONG
Tangerang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo