Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlukah orientasi studi di kampus, yang kerap diwarnai kekerasan oleh senior, diteruskan? (12 - 19 September 2003) | ||
Ya | ||
12% | 68 | |
Tidak | ||
87.3% | 497 | |
Tidak tahu | ||
0.7% | 4 | |
Total | 100% | 569 |
Tewasnya Wahyu Hidayat, mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor, Jawa Barat, 3 September lalu, seperti bel peringatan keras bagi sistem pendidikan di perguruan tinggi kita. Sebab, itu bukan kasus pertama mahasiswa meninggal karena kekerasan yang berlangsung di sekolah, termasuk dengan dalih orientasi studi mahasiswa. Di STPDN, Wahyu adalah korban kedua dalam lima tahun terakhir.
Ironi dari kasus itu adalah masih adanya metode kekerasan atau pola militeristis yang dipakai untuk menegakkan disiplin di kampus. Padahal mahasiswa mestinya memiliki tingkat intelektualitas dan pemahaman akan hak asasi manusia yang lebih baik. Tak mengherankan jika responden yang mengikuti jajak pendapat di Tempo Interaktif sepekan lalu berpendapat praktek semacam itu harus diakhiri.
Indikator Pekan Ini:
Ide revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme kembali menjadi pembicaraan hangat. Salah satu pemicunya adalah bakal diberikannya kewenangan besar kepada TNI untuk ikut menangkal aksi terorisme, yang belakangan ini marak. Seperti disampaikan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra beberapa waktu lalu, revisi itu akan mempertegas peran TNI.
Hal itu menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Imparsial, LSM yang memonitor penegakan hak asasi manusia Indonesia, menilai ide itu berbahaya. ”Kami menganggap itu berbahaya karena melegalisasi kewenangan TNI yang bersifat permanen dalam urusan hukum dan keamanan,” kata Direktur Program Imparsial, Rachland Nashidik. Bagi pemerintah, keterlibatan TNI dan kewenangan lebih besar itu merupakan antisipasi untuk mencegah kasus bom terulang. Jadi, perlukah TNI diberi kewenangan lebih untuk menanggulangi terorisme? Kemukakan pandangan Anda lewat www.tempointeraktif.com. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 1 Januari 2001 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |