Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Respons Negatif Monyet pada Ketidakadilan

21 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti manusia, monyet sangat sadar pada adanya ketidakadilan. Hal ini, menurut sebuah studi mutakhir oleh dua ilmuwan dari Emory University di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa harapan untuk memperoleh persamaan adalah warisan dari nenek moyang di kalangan primata.

Sarah Brosnan dan Frans de Waal, ahli perilaku satwa universitas itu, sengaja mengajari monyet capuchin menerima koin sebagai penghargaan dan menukar koin itu untuk mendapatkan makanan. Mulanya monyet-monyet itu mau menukar koin mereka dengan mentimun. Tapi, jika para peneliti memberikan anggur kepada salah satu monyet, monyet yang lain cemburu. Beberapa monyet akan menolak menukarkan koin. Yang lain masih mau menukar, tapi menolak memakan mentimun yang didapat.

Perasaan jengkel kian meluap jika monyet yang memperoleh anggur itu sebenar-nya tak melakukan apa-apa. "Orang menilai keadilan baik berdasarkan distribusi keuntungan dan alternatif yang mungkin untuk suatu hasil yang pasti," kata Brosnan dan De Waal dalam tulisan mereka di jurnal Nature edisi terbaru, "Begitu pula monyet capuchin.... Mereka merespons negatif penghargaan sebelumnya jika mitra mereka memperoleh hal yang lebih baik."

Rekor Terdingin dari MIT-Harvard

Sekumpulan atom sodium di laboratorium di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, diklaim sebagai benda terdingin di jagat raya sekarang ini. "Yang kita ketahui, di jagat raya ini tidak ada benda yang secara alami sedingin ini," kata Aaron Leanhardt, ahli fisika dari MIT-Harvard Centre for Ultra-Cold Atoms.

Di bawah pimpinan Leanhardt, para ahli fisika di lembaga itu telah mendinginkan 2.500 atom sodium hingga mencapai suhu setengah dari sepersemiliar di atas titik nol absolut (-273 derajat Celsius atau nol derajat Kelvin). Pada suhu itu, gerakan atom menjadi lambat dan bahkan berhenti sama sekali.

Menurut Leanhardt, rekor lama suhu terendah yang dibuat oleh manusia—enam kali suhu yang bisa dicapai tim MIT-Harvard—dipublikasikan di jurnal Nature. "Moga-moga hasil (riset) kami yang dipublikasikan di (majalah) Science akan dianggap cukup bagus untuk diterima sebagai rekor dunia Guinness," katanya.

Leanhardt menjelaskan, pendinginan dilakukan dengan memerangkap atom-atom itu melalui penyeimbangan medan gravitasi dan magnet, lalu membiarkan gas berkembang. Dalam lingkungan gas, suhu adalah ukuran kecepatan rata-rata atom. Ketika gas berkembang, atom menyebar dan gerakannya melambat—sekaligus menurunkan suhu. Dalam eksperimen itu, atom punya kecepatan rata-rata hanya satu milimeter per detik ketika suhu jatuh hingga 450 picokelvin.

Dalam keadaan panas, gerakan atom menyebabkan frekuensi sangat berfluktuasi. Sebaliknya, dalam dingin, atom bisa digunakan untuk menjaga akurasi pengukur waktu.

Perempuan Jago Menghitung Cepat

Sebuah eksperimen membuktikan bahwa performa perempuan lebih baik dalam menghitung cepat dibandingkan dengan pria. Studi yang dilakukan dalam pameran sains di Bristol, Inggris, itu memastikan bahwa otak punya cara berbeda dalam menghitung—sebuah gagasan yang pertama kali dikemukakan 50 tahun lalu.

Brian Butterworth, ilmuwan dari University of College London, Inggris, yang memimpin eksperimen itu, menjelaskan gagasan itu begini. "Jika saya mengacungkan tiga jari, kebanyakan orang tak perlu menghitung lagi untuk menga-takan jumlahnya." Tapi, ia melanjutkan, untuk lebih dari segenggam obyek, waktu yang dibutuhkan oleh orang untuk menghitung bertambah besar, dan kian bertambah dengan bertambahnya pula jumlah obyek. Ini menunjukkan bahwa orang menggunakan dua mekanisme berbeda untuk menaksir jumlah kecil dan besar.

Tantangannya adalah mendemonstrasikan bahwa kedua proses itu benar-benar berbeda. Pendekatan yang diambil oleh tim Butterworth adalah mencari faktor yang mempengaruhi salah satu jenis cara menghitung, bukan yang lainnya—menunjukkan bahwa keduanya punya dasar yang berbeda.

Mereka melakukan percobaan dengan subyek 18 ribu pengunjung pameran di pusat sains Bristol. Para pengunjung itu sudah langsung menghadapi percobaan ketika memasuki tempat pameran, ketika berinteraksi dengan obyek-obyek pameran. Pada obyek-obyek itu terdapat layar sentuh. Sebuah layar, misalnya, menayangkan gambar kumpulan titik dengan jumlah berbeda-beda. Lama waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah titik itu dicatat.

Dari situlah diperoleh kesimpulan bahwa perempuan lebih baik dalam menghitung cepat dibandingkan dengan pria. Tapi diakui bahwa percobaan dengan kondisi yang lebih terkontrol mesti dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus