Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klarifikasi PT Effata Fajar Anugerah
SEHUBUNGAN dengan pemberitaan di majalah Tempo edisi 3-9 Februari 2014, kami ingin memberi klarifikasi atas pemuatan berita di halaman 86-87 berjudul "Obat Haram di Gudang Rahasia".
Pada alinea ke-24 (atau alinea kedua dari akhir berita), Tempo menyebutkan ada beberapa (menyebut lima perusahaan) distributor farmasi atau pedagang besar farmasi (PBF) yang terlibat (tidak mencantumkan kata "diduga" terlibat, sebagai etika untuk asas praduga tak bersalah).
Ternyata bukan lima perusahaan yang disebut, melainkan tiga, yang salah satunya adalah perusahaan kami, yakni PT Effata Fajar Anugerah (Surabaya), dan disebut perusahaan lain, yakni Cibadak Agung Perkasa (Bandung).
Setahu kami, tidak ada nama Cibadak Agung Perkasa (Bandung) sebagai salah satu PBF di Indonesia, sehingga kami ragu terhadap isi berita pada alinea tersebut. Wartawan Tempo yang menyebutkan nama perusahaan kami, sampai berita diturunkan, juga tidak melakukan klarifikasi. Maka kami merasa keberatan karena ada ketidakberimbangan pemberitaan dan dengan demikian ada kaidah jurnalistik yang tidak dipenuhi wartawan (cover both sides).
Perlu diketahui, sejak Desember 2012, perusahaan kami sudah tidak mendistribusikan produk (obat) dari PT Himajaya Raya, yang menurut berita Tempo digerebek kepolisian Bandung pada Januari 2014. Artinya, sejak Desember 2012, kami sudah tidak memiliki hubungan usaha atau bisnis dengan PT Himajaya Raya.
Bahwa dalam berita acara pemeriksaan yang kami konfirmasikan di kepolisian dan di Balai Pengawas Obat dan Makanan, tidak disebutkan sama sekali PT Effata Fajar Anugerah. Maka penyebutan perusahaan kami dalam pemberitaan tersebut kami pertanyakan dan kami sinyalir ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja hendak menjatuhkan nama baik perusahaan kami.
Santoso
0811372112
PT Effata Fajar Anugerah
Jawaban:
Terima kasih atas penjelasannya. Informasi yang kami tulis berdasarkan wawancara dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Soal Lumpur Lapindo
SOAL lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang meletup pada 2006, sepertinya ada kerancuan siapa yang paling bertanggung jawab atas akibat semburan liar di sumur Banjar Panji-1,yang mengakibatkan terendamnya daerah di sekitar sumur itu.
Pemerintah sepertinya mengkategorikan semburan liar itu merupakan bencana alam sehingga pemerintah harus ikut mengganti kerugian yang dialami penduduk di sekitar semburan. Keputusan pemerintah didasarkan pada pendapat para ahli geologi bahwa semburan itu diakibatkan oleh adanya retakan-retakan bawah tanah yang terganggu gempa bumi di sekitar Yogyakarta dua hari sebelum terjadinya semburan liar.
Sebenarnya itu bukanlah bencana alam, melainkan murni kelalaian manusia yang telah dilakukan Lapindo, khususnya personel yang berada di bagian pengeboran, bukan disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi dua hari sebelumnya di sekitar Yogyakarta. Kemustahilan ini diperkuat bahwa jarak antara Yogya dan Sidoarjo sangat jauh. Dan, kalau memang gempa bumi penyebabnya, pasti juga akan mengganggu sumur-sumur di sekitar Banjar Panji-1 ini.
Saya pernah mengikuti pertemuan dengan personel Lapindo dan beberapa konsultan untuk membicarakan cara mengatasi semburan liar tersebut. Dalam pertemuan itu dibicarakan pula kronologi kejadian semburan liar, sebagai berikut:
1. Well kick terjadi setelah pengeboran mencapai formasi Kujung, yang memang menjadi target sumur ini.
2. Pipa selubung yang berukuran 9 5/8 inci memang akan dipasang setelah pengeboran mencapai puncak formasi Kujung, tapi ternyata terjadi well kick(masuknya gas ke lubang sumur yang seharusnya bisa dikontrol agar tidak menjadi semburan liar).
3. Pengontrolan well kick ini terhambat oleh pipa pengeboran yang terjepit di dalam lubang sumur, sehingga pipa tidak bisa dinaik-turunkan dan karena itu gas penyebab well kick ini bertambah banyak, sementara tekanan gas cukup besar.
4. Karena terjadi well kick dengan tekanan gas yang cukup besar, ditambah masalah pipa kejepit,formasi yang cukup panjang (cukup dalam) dan belum terpasang pipaselubung itu tidak kuat menahan tekanan gas, sehingga gas mulai mencari jalan keluar ke permukaan.
5. Pada saat gelembung gas muncul di permukaan,diputuskan rig dibongkar dan dipindahkan ke tempat aman.
6. Setelah itu, Lapindomendatangkan unit rig yang kecil, yang disebut snubbing unit, untuk melakukan survei dengan menurunkan alat melalui wire line. Hasilnya, pipa buntu sehingga survei lanjutan dibatalkan dan unit ini dibongkar, lalu dipindahkan.
7. Gelembung gas tadi akhirnya diikuti oleh semburan liar lumpursampai sekarang.
Dalam pertemuan itu dibicarakan juga cara penanggulangan semburan liar ini, tapi rupanya penanggulangan dihadapkan pada:
a. Perlu tiga rig untuk membuat sumur relief untuk memompakan lumpur ke lubang sumur Banjar Panji-1.
b. Kesulitan menempatkan tiga buah rig ini karena pada akhirnya akan terendam juga.
c. Kesulitan mendatangkan pompa lumpur untuk menginjeksikan lumpur pemati sumur yang jumlahnya banyak, yang bisa mengimbangi volume lumpur yang menyembur.
d.Demikian juga bahan material lumpur untuk injeksi yang memerlukan tidak sedikit bahan materialnya.
e. Sumur Banjar Panji-1 adalah sumur vertikal tidak mengarah sehingga tidak tahu ke arah mana nantinya sumur relief diarahkan karena tidak dilakukan pengukuran arah dan inklinasi sumur Banjar Panji-1.
Dengan kendala ini akhirnya diputuskan untuk dibiarkan sumur menyembur dengan harapan akan mati sendirinya sama seperti sumur-sumur lain yang mengalami semburan liar. Nyatanya, di luar perkiraan, semburan tidak mati sampai sekarang. Mungkin sumber lumpur yang menyembur ini berupa mud volcano yang sama kejadiannya dengan semburan mud volcano di negara lain.
Jadi sebenarnya penyebab masalah ini bukan dari alam, melainkan dari kelalaian manusia. Dan pemerintah tidak sepantasnya ikut menanggung biaya ganti rugi kepada rakyat yang terkena musibah lumpur ini.
Anwas Tanuwijaya
[email protected]
RALAT:
Dalam rubrik Intermezzo "Kisah Yess & Idealisme Kaset Rumahan" di majalah Tempo edisi 7-13 April 2014 terdapat kesalahan penulisan identitas sumber. Nama Gatot Widiyanto seharusnya Gatot Widayanto.
- Kami mohon maaf atas kekeliruan ini. - Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo