BEBERAPA tahun lalu, muncul ketentuan pemerintah: karyawan perusahaan pers harus memiliki setidaknya 20% saham perusahaan. Kami di TEMPO tak menjadi sibuk dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Izin Usaha Penerbitan Pers itu. Soalnya, sudah lama karyawan di TEMPO memiliki saham secara kolektif. Maka, begitu berlaku ketentuan tadi, 20% saham yang harus dimiliki karyawan disalurkan saja ke yayasan. Dan sejak April 1985, sebagai pemegang saham (kolektif) di PT Grafiti Pers, penerbit majalah TEMPO, karyawan ikut dalam rapat umum pemegang saham yang berlangsung setahun sekali. Tentu tak semua karyawan, yang jumlahnya ratusan itu, hadir dalam rapat tadi. Mereka diwakili oleh pengurus Yayasan Karyawan. Yayasan itu pun sudah ada sejak 26 Februari 1975. Namanya Yayasan Kesejahteraan Karyawan TEMPO. Pendirinya adalah Harjoko Trisnadi (Direktur PT Grafiti Pers, penerbit TEMPO), Lukman Setiawan (waktu itu redaktur pelaksana), ditambah dua karyawan, Harun Musawa, dan Hiujana Prajna. Menurut anggaran dasar dan rumah tangga yayasan, dewan pengurus dimungkinkan duduk untuk beberapa periode. Walaupun ada ketentuan itu, tentu tak etis kalau pengurus terus itu ke itu saja. Maka, sejak 18 tahun lalu, sudah beberapa kali terjadi reshuffle. Pada tahun 1987, misalnya, seorang anggota dewan pengurus (sekretaris) keluar dari TEMPO, maka tempat yang lowong itu diisi Redaktur Pelaksana Zakaria M. Passe, yang dipilih dalam rapat umum. Kemudian pada tahun 1991, ketua yayasan Susanto Pudjomartono pindah bekerja ke harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post, maka Zakaria jadi pejabat sementara ketua yayasan. Ia dibantu Hendrix Kusni Hidayat (sekretaris), Asikin (bendahara), dan Bandawa, anggota. Selasa pekan lalu, kembali terjadi pergantian pengurus yayasan. Rapat umum yayasan memilih lima calon. Mereka adalah Bambang Bujono, Nico J. Tampi, Nurhayatun, Sukarmo, dan Sigit Pramono. Mereka dinilai mencerminkan semua unsur yang ada di PT Grafiti Pers. Pemilihannya cukup demokratis. Mengingat tak mudah mengumpulkan orang dalam satu ruangan pada hari kerja, beberapa bulan yang lalu pengurus lama menyebarkan angket kepada semua karyawan. Hasilnya kemudian baru disahkan dalam rapat umum anggota, yang disebut di atas. Ada 21 calon yang terpilih. Tapi karena ada konsensus, para pengurus tak boleh merangkap jabatan di organisasi lain yang ada di TEMPO seperti Dewan Karyawan dan Koperasi akhirnya kelima nama tadi (berdasarkan urutan perolehan suara terbanyak) ditetapkan menjadi pengurus yayasan. Dan untuk praktisnya, mereka sendirilah nanti yang menyusun komposisi pengurus: siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Menurut amanat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yayasan, tugas Yayasan Karyawan ini tak hanya menjadi terminal pembagian dividen pada tiap akhir tahun buku. Idenya, yayasan memang punya kesempatan menghimpun dana, dengan jalan membuka usaha. Yang sudah dilakukan, pada tahun 1988, yayasan bekerja sama dengan PT Pustaka Utama Grafiti menerbitkan buku Sri Sultan: Hari-Hari Hamengku Buwono IX. Buku ini ternyata amat laris. Hasil penjualan buku itu kemudian dibagi-bagikan kepada anggota yayasan. Itu memang baru salah satu upaya yang sudah dilakukan Yayasan Karyawan. Masih banyak cara dan usaha lain yang bisa mereka kerjakan. Pengurus barulah nanti yang harus mengerjakan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini