Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melawan Arah di Lenteng Agung
PARA pengendara sepeda motor sering terlihat nekat melawan arah di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, persisnya sebelum Universitas Pancasila di dekat penyeberangan rel kereta gardu. Mereka yang melanggar tidak tahu betapa berbahayanya melawan arah di daerah padat seperti itu.
Hampir setiap pagi, banyak pengendara sepeda motor memutar dan berbalik arah di jalan tersebut untuk menuju jalan pintas yang mengarah ke kampus Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia). Perilaku ini harus segera diatasi karena membahayakan para pengendara lain, bahkan si pelanggar sendiri.
Untuk itu, mari kita menyadari bahwa keselamatan diri lebih penting dengan memutar ke arah yang lebih jauh, yakni flyover perbatasan Jakarta-Depok, agar lebih aman ketimbang melawan arah. Diperlukan kesadaran pengendara sepeda motor untuk tidak sembarangan dalam berkendaraan agar selamat sampai tujuan. Terima kasih.
Riyan Felani
Mahasiswa, tinggal di Beji Timur, Depok, Jawa Barat
Penalti Murabahah Bank Syariah Mandiri
SEBAGAI nasabah Bank Syariah Mandiri (BSM), saya ingin menyampaikan sejumlah hal kerugian yang saya alami sebagai debitor program Pembiayaan Murabahah. Keputusan pihak bank terkait dengan kredit, saya merasakan dirugikan. Berikut ini rangkuman permasalahan yang saya hadapi.
1. Saya tertarik mengajukan pinjaman lewat program Pembiayaan Murabahah karena marketing BSM menyebutkan bahwa saya hanya membayar outstanding pokok (sisa pokok/baki debit) tanpa dikenai biaya penalti. Informasi ini dipertegas lagi di dokumen perjanjian yang menuliskan bahwa saya dapat melakukan percepatan pelunasan seluruhnya (100 persen dari outstanding pokok) setelah 12 kali angsuran dalam masa pembiayaan.
2. Pada 30 September 2016, saat akan mempercepat pelunasan, saya harus membayar sisa pokok utang yang per 1 September 2016 ditambah selisih margin Rp 54.105.139.85. Biaya selisih margin ini dasar penghitungannya adalah dokumen syarat dan ketentuan umum tertanggal 17 Mei 2016, tapi tidak pernah disampaikan kepada saya dan tidak pernah saya setujui.
3. Klausul yang menundukkan debitor kepada peraturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh kreditor (BSM) dalam masa debitor bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Pasal 12 dan SP3 klausul huruf E.3, yang pada pokok keduanya menyebutkan bahwa setiap perubahan hanya dapat dilakukan secara tertulis dan ditandatangani pihak bank dan nasabah, dalam hal ini saya dan BSM.
4. BSM dianggap memberikan informasi yang tidak jelas dan tidak jujur serta menyesatkan mengenai jumlah yang harus saya bayarkan pada saat ingin mempercepat pelunasan. Informasi mengenai selisih margin atau biaya tambahan di luar outstanding pokok beserta besarannya tidak pernah disampaikan kepada saya, sebelum ataupun saat penandatanganan perjanjian. BSM secara sepihak menentukan besaran biaya tambahan di luar sisa pokok tanpa persetujuan saya.
5. BSM tidak menyampaikan kepada saya bahwa untuk Pembiayaan Murabahah, pada saat melakukan pelunasan dipercepat, konsumen harus membayar total margin 10 tahun. Seandainya informasi ini disampaikan kepada saya di awal, saya tidak akan mengambil pembiayaan itu di BSM. Apa logis, berutang 2 tahun tapi harus membayar bunga 10 tahun? BSM memanfaatkan ketidakpahaman saya mengenai Pembiayaan Murabahah untuk mengenakan biaya tambahan di luar sisa pokok pada saat melakukan pelunasan dipercepat.
6. Hak saya sebagai konsumen sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 9 Tahun 1999 untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Itu sebabnya saya menolak membayar selisih margin ini karena tidak ada satu pun klausul di dalam perjanjian yang menyebutkan bahwa saya harus membayar selisih margin.
Saya melaporkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini ke Otoritas Jasa Keuangan pada 30 September 2016. Sampai saat ini, saya tidak mendapatkan jawaban dari OJK. Setelah empat bulan, saya mengadukan pelanggaran peraturan mengenai perlindungan konsumen oleh BSM, tapi jawaban dari OJK hanya sedang diklarifikasi. Pada 1 Februari 2017 (lima bulan setelah tanggal pengaduan), saya bertemu dengan Direktur Pelayanan Konsumen OJK. Tapi saya hanya mendapatkan jawaban bahwa personel BSM kurang memahami definisi Pembiayaan Murabahah. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh OJK selain meminta BSM melakukan pelatihan lagi kepada pegawainya. OJK ternyata tidak bisa melakukan penindakan terhadap bank yang memberikan informasi yang salah kepada nasabah.
Selain itu, saya mencoba menempuh jalur gugatan perdata sederhana di Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat, karena dijanjikan bahwa gugatan perdata sederhana bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan biaya yang relatif murah yang tercantum di Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015. Setelah dua bulan persidangan dan satu bulan pengurusan memori keberatan, Pengadilan Negeri Bekasi memutuskan bahwa kasus saya bukan perkara gugatan sederhana. Artinya harus diselesaikan di pengadilan biasa meski nilai gugatan materiil saya di bawah Rp 200 juta dan saya anggap memenuhi kriteria perkara gugatan sederhana.
Sekarang saya tidak tahu lagi harus mencari perlindungan ke mana pada saat seluruh komponen yang selayaknya melindungi konsumen dan rakyat kecil seperti saya tidak bekerja sebagaimana mestinya. OJK sebagai lembaga pengawas perbankan mendiamkan saja pelanggaran perlindungan konsumen yang dilakukan oleh BSM. Lalu Small Claim Court, yang bertugas menangani sengketa perdata dengan nilai kecil, juga menolak menangani kasus saya.
Anita Rosalina
Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo