Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

16 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Honor Dewan Kesenian Jakarta

Biennale Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta, yang berakhir pada Januari 2012, membawa bencana untuk anggota Dewan Kesenian sendiri. Honorarium mereka, yang nilainya sedikit di atas upah minimum regional, tak dibayarkan karena panitia tekor.

Jauh sebelum Biennale berlangsung, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menebar angin surga berupa iming-iming akan menyediakan dana Rp 3 miliar. Nyatanya, sampai perhelatan itu berakhir, janji tinggal janji.

Panitia yang dipimpin Ketua Dewan Kesenian Firman Ichsan, terpaksa berutang Rp 1 miliar. Untuk menutup lubang, panitia meminjam kas Dewan Kesenian Rp 500 juta. Inilah yang membuat honorarium anggota Dewan Kesenian tak dibayarkan sejak Maret lalu. Semua utang ini kabarnya baru bisa dilunasi jika pemerintah Jakarta menggelontorkan dana APBD 2012 pada Mei depan.

Saya khawatir utang ini bisa berimplikasi buruk. Soalnya, masa bakti Dewan Kesenian yang sekarang akan berakhir pada pertengahan 2012. Siapa yang sudi duduk dalam keanggotaan Dewan Kesenian yang baru tapi harus langsung memikul utang setengah miliar rupiah?

Martin Aleida
Anggota Komite Sastra
Dewan Kesenian Jakarta


Keberatan Harga Baru Tempo

Saya pembaca setia majalah Tempo sejak pertama kali terbit pada 1970-an. Saya masih ingat betapa dahsyat liputan investigasi Tempo pada masa itu. Berita-berita rubrik politik dan ekonomi juga mendapat porsi jumbo.

Selain itu, keberadaan para kolumnis, macam Bur Rasuanto, Abdurrahman Wahid, Mahbub Djunaidi, dan Dawam Rahardjo, dengan tulisan mereka yang cerdas, bernas, dan lugas, mendapat tempat khusus di hati pembaca.

Sejak awal, Tempo adalah majalah yang berwibawa, berpengaruh, berani, dan independen. Karena itu, menurut saya, Tempo tak usah ikut-ikutan majalah lain di pasar yang mempercantik penampilan dengan desain dan format baru. Yang terpenting adalah isi pemberitaannya.

Karena itu, saya keberatan dengan harga baru Rp 29.700. Jika harganya lebih murah, saya yakin pembacanya pun akan lebih banyak, bahkan bisa sampai jutaan orang.

Tempo harus tetap seperti Le Monde di Prancis atau Time di Amerika, menjadi guru rakyat dan penjaga negara.

Hendra Djaja Juwono
Cakung, Jakarta Timur


Kecewa PNPM Mandiri

Mewakili warga Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, saya mohon Gubernur DKI Jakarta bisa meninjau kembali proyek pembangunan gedung pendidikan anak usia dini di RT 03 RW 01, Kelurahan Tanah Tinggi.

Gedung yang dibangun dengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Provinsi DKI Jakarta, BLM tahap I, pada 2011 ini merobohkan pos penjagaan keamanan di wilayah permukiman kami. Selain itu, bangunan tersebut memakan badan jalan dan menghambat evakuasi jika terjadi kebakaran.

Sebagai warga setempat, kami telah mengajukan protes kepada ketua rukun warga, lurah, sampai wali kota. Kami tidak pernah meminta bangunan itu didirikan di permukiman kami. Terima kasih.

Nidzom
Jalan Tanah Tinggi III Nomor 9C
Johar Baru, Jakarta Pusat


Kecewa Bank Mandiri

Sekitar lima tahun lalu, tepatnya 23 Agustus 2007, Pengadilan Negeri Tarakan, Kalimantan Timur, memutus perkara penggelapan sertifikat tanah milik Ibu Hajah Nurhayah yang digunakan Kurniawan alias Kumis bin H Hamsah sebagai agunan kredit di Bank Mandiri cabang Tarakan.

Pengadilan memutuskan bahwa sertifikat tersebut sah milik Ibu Nurhayah dan memerintahkan Bank Mandiri mengembalikannya kepada Ibu Nurhayah. Sayangnya, sampai sekarang, meski sudah ada surat eksekusi dari Kejaksaan Negeri Tarakan, sertifikat itu masih disimpan Bank Mandiri.

Saya mohon pihak Bank Mandiri bersedia melaksanakan amar putusan pengadilan negeri dan mengembalikan sertifikat tersebut kepada keluarga kami. Terima kasih.

Iswan Cahyadi
Jalan Sampit 4 No. 3A, Jakarta Selatan


Tanggapan Bank Mandiri

Terima kasih atas masukan Bapak Iswan Cahyadi. Kami telah menghubungi beliau langsung untuk memberikan penjelasan bahwa Bank Mandiri masih membutuhkan waktu untuk memproses penyelesaian permasalahan ini. Kami akan menyampaikan hasilnya langsung kepada Bapak Cahyadi pada kesempatan pertama.

Apabila masih ada pertanyaan atau saran, kami akan membantu melalui Mandiri Call layanan 24 jam di nomor 14000, website www.bankmandiri.co.id, dengan memilih menu contact us atau melalui e-mail ke [email protected]. Terima kasih.

Sukoriyanto Saputro
Corporate Secretary
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk


Tiket Elektronik KRL Jabodetabek

SEJAK Februari lalu, PT KAI Commuter Line mengganti karcis berlangganan bulanan (abonemen) untuk pengguna kereta api Jakarta dan sekitarnya dengan tiket elektronik bernama kartu Comet (Electronic Ticket). Di semua stasiun diumumkan agar semua pengguna karcis berlangganan beralih ke kartu yang saldonya bisa ditambah setiap bulan ini (top up).

Sayangnya, sejak awal April lalu, sejumlah stasiun KRL di Bogor dan Depok tidak lagi melayani pembelian kartu Comet baru. Alasannya tidak jelas.

Ini tentu menyulitkan pengguna kereta. Pasalnya, di sejumlah stasiun KRL di Jakarta, pintu otomatis yang hanya bisa dilalui dengan menempelkan kartu elektronik ini sudah mulai beroperasi. Tanpa kartu Comet, kami harus antre keluar dari stasiun secara manual dan berdesak-desakan.

Saya mohon penjualan kartu elektronik baru dibuka kembali untuk wilayah Bogor dan Depok. Saya yakin masih banyak pelanggan kereta api yang belum memilikinya. Terima kasih.

Yessi Crosita Octaria
Bukit Cimanggu City
Bogor, Jawa Barat


RALAT

Ada sejumlah kesalahan yang mengganggu pada rubrik Wawancara di majalah Tempo edisi  9-15 April 2012. Rubrik itu memuat wawancara khusus kami dengan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan.

Pada satu bagian tertulis "Over kuota BBM bersubsisdi 2011 sekitar Rp 35 triliun", padahal seharusnya yang benar Rp 3,5 triliun.

Selain itu, di bagian lain tertulis, "Kalau lengkap dengan kilang petrokimia, bisa US$ 12 juta." Seharusnya angka yang benar adalah US$ 12 miliar.

Terakhir, pada biodata Karen, kami menulis beliau lahir di London, Inggris. Padahal yang benar Karen lahir di Bandung. Kami mohon maaf atas kesalahan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus