Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan Tembakan Adat

Pesawat Trigana Air ditembak di Bandara Mulia, Papua. Senjata yang digunakan mirip senapan milik tentara dan polisi.

16 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAM di tangan Yus Baminggen menunjukkan pukul 08.21 WIT ketika roda pesawat Trigana Air menyentuh landasan Bandar Udara Mulia, Puncak Jaya, Papua, Ahad pagi pekan lalu. Dalam hitungan detik, tiba-tiba terdengar tembakan! Pegawai Kantor Badan Perencanaan Daerah Papua itu melihat darah muncrat di jendela kanan. "Peluru pertama itu yang mengenai leher Leiron Kogoya," kata Yus kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Leiron, wartawan Pasific Post, tewas seketika.

Berangkat pukul 07.17 WIT dari Nabire, pesawat perintis Twin Otter itu membawa enam penumpang dewasa, dua anak kecil, dan tiga mekanik. Di bagian belakang tersimpan daging dan beras, logistik yang secara rutin dikirim ke Mulia. Leiron duduk di barisan depan, sederet dengan pilot Bebi Astek dan kopilot Willy Resubun. Setelah tembakan pertama, serentetan tembakan menyusul selama satu menit. Bebi terluka oleh serpihan kaca pesawat di mata kaki kiri. Tangan kanan Willy terluka tersambar serpihan peluru.

Tembakan menyalak ketika pesawat masih melaju di landasan. Semua penumpang berteriak panik sambil menundukkan kepala. "Saya tidak bisa melihat siapa yang menembak," kata Yus. Pesawat akhirnya terhenti setelah moncongnya menabrak gudang di samping pos polisi. Yus menendang pintu pesawat dan menghambur ke luar. Penumpang lain menyusul. Di luar, penduduk yang tinggal di pinggir bandara datang menolong. Ketika itu, menurut Yus, penembak gelap sudah menghilang. Padahal peluru itu ditembakkan dari jarak dekat. "Sekitar 20 meter."

Terletak di lembah, Bandara Mulia yang luasnya sekitar 700 x 60 meter ini diapit dua gunung yang masing-masing berjarak 200 dan 500 meter. Pos polisi ada di pintu masuk bandara, sedangkan pos Brigade Mobil sekitar satu kilometer dari bandara. Sejauh 500 meter di atas gunung, ada juga satu pos tentara. Bandara tak dipa­gari; penduduk akan menyingkir jika ada pesawat hendak mendarat.

Hingga akhir pekan lalu, polisi masih belum mengumumkan pelaku dan motif penembakan. Sumber Tempo mengatakan, dari selongsong peluru yang tertinggal di pesawat, diketahui senjata yang digunakan adalah senapan serbu satu (SS1), produksi PT Pindad, Bandung. Senjata ini hanya dipakai anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia. Menurut dia, penembakan terkait dengan pemilihan kepala daerah Kabupaten Puncak Jaya, 20 Mei mendatang.

Salah satu kandidat bupati, Henokh Ibo, memang naik pesawat Trigana dari Mulia ke Distrik Illu, beberapa hari sebelum Trigana ditembak. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Puncak Jaya, Nesco Wanda, juga menduga Henokh menjadi target penembakan. "Memang rencananya dia akan pulang pada Ahad atau Senin," katanya.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo membantah anggotanya terlibat dalam penembakan itu. "Kalau ada tuduhan TNI yang melakukan, kok tidak punya hati, ya?" katanya. Soal siapa pelaku, Pramono punya tuduhan lain. "Tentu saja Organisasi Papua Merdeka. Siapa lagi?"

Koordinator Umum Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka Lambertus Pekikir menyangkal tudingan itu. Dia menerangkan, dalam adat perang suku Papua, dilarang menembak pada hari Minggu. Seorang anggota OPM yang menolak menyebutkan namanya juga mengatakan organisasinya tak mungkin masuk bandara. "Banyak aparat di sana, dan saat ini kami tak punya uang untuk membeli senjata," katanya.

Fanny Febiana (Jakarta), Jerry Omona (Jayapura), Tjahyono EP (Timika)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus