Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan untuk Catatan Pinggir
TEMPO edisi lalu (25 Desember 2011) memuat Catatan Pinggir berjudul "Machiavelli, Marx, dan Mungkin". Tulisan itu menanggapi ceramah saya berjudul "Marx atau Machiavelli: Menuju Demokrasi yang Bermutu di Indonesia dan Amerika" pada acara Nurcholish Madjid Memorial Lecture di Aula Universitas Paramadina, Jakarta, 8 Desember lalu.
Dalam Catatan Pinggirnya, Goenawan Mohamad mengeluh bahwa Machiavelli tidak menyajikan "rumus dan aturan... percaturan sosial-politik sehari-hari", yang diibaratkannya sebagai "lempung meleleh yang tak menjurus ke sebuah wujud karya keramik".
Sebetulnya ceramah saya berisi sebagian besar gagasan praktis bagi kaum demokrat masa kini. Gagasan itu saya ambil dari khazanah ilmu politik abad ke-20 dan ke-21 justru untuk mengatasi kekurangan yang disebutkan Goenawan.
Untuk memperoleh naskah lengkap dari ceramah saya, pembaca Tempo bisa mengunduhnya di website Yayasan Paramadina: http://www.paramadina.or.id/2011/12/09/publikasi/artikel/marx-atau-machiavelli.html. Terima kasih.
Bill Liddle
Columbus, Amerika Serikat
Klarifikasi Lemhannas
Majalah Tempo edisi 12-18 Desember 2011 memuat artikel tentang kasus pembunuhan siswa SMA Pangudi Luhur, Raafi Aga Winasya, pada rubrik Hukum. Dalam artikel itu ditulis, "Menantu seorang marsekal madya yang masih aktif di Lemhannas ini diduga mengajak Sunari, seorang anggota TNI Angkatan Udara yang kini berdinas di Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres)."
Kami tegaskan berita itu tidak benar. Tak ada pejabat berpangkat marsekal madya TNI yang berdinas aktif di Lembaga Ketahanan Nasional RI. Kami mohon penjelasan dan klarifikasi. Terima kasih.
Brigjen TNI Irwan Kusnadi S. Sos, MSc
Kepala Biro Humas
Lemhanas RI
Terima kasih atas koreksi Anda. Yang benar adalah marsekal muda. Kami mohon maaf atas kesalahan ini.
—Redaksi
Koreksi Tank Leopard
SAYA ingin memberikan koreksi untuk artikel berjudul "Selamat Datang Bongsor" yang dimuat di majalah Tempo edisi 12-18 Desember 2011 pada rubrik Nasional. Tulisan ini berisi informasi seputar rencana TNI Angkatan Darat membeli tank tempur utama Leopard 2A6 dari pemerintah Belanda.
Dalam artikel itu, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Budiman mengatakan Leopard bisa menyelam ke dalam air sampai 100 meter (halaman 37, kolom 2). Sebetulnya, Leopard 2 bisa mengarungi air (fording) sampai kedalaman 4 meter saja dengan perlengkapan snorkel (Christopher F. Foss, Tanks and Combat Vehicles Recognition Guide, 2002).
Pada edisi majalah yang sama, Tempo juga memuat wawancara dengan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Pada artikel itu, Pramono Edhie mengatakan, "Kalau tank kita 76 (ton) dan di sana 105 atau 120, kita belum melihat tank mereka, sudah ketembak dulu."
Saya kira Tempo salah menafsirkan pernyataan KSAD. Angka 76, 105, dan 120 bukan merujuk pada berat tank (ton), melainkan mengacu pada kaliber peluru meriam utama. Kaliber peluru meriam salah satu versi tank ringan Scorpion (Inggris) adalah 76 milimeter, pada tank tempur M60 (Amerika) adalah 105 milimeter, dan pada Leopard 2 memang 120 milimeter.
Selain itu, ada pernyataan Pramono Edhie soal penggunaan tank tempur utama Amerika, Abrams, yang katanya hanya diberikan kepada sekutu-sekutu negara itu, seperti Israel atau Australia. Setahu saya Israel menggunakan tank buatan sendiri, Merkava. Pengguna Abrams terbaru adalah Irak.
Lalu disebutkan Malaysia punya main battle tank dari Rusia T-91. Dalam referensi saya, tank Malaysia itu (tepatnya disebut PT-91) bukan buatan Rusia, melainkan Polandia. Tank itu adalah pengembangan T-72M1 yang aslinya memang produk Uni Soviet (The Encyclopedia of Tanks and Armoured Fighting Vehicles, 2006).
Demikian catatan kecil dari saya. Terima kasih.
Eduard Lukman
Jalan Warga Nomor 21
RT 014/03 Pejaten Barat
Jakarta Selatan
Kehilangan Bagasi di Lion Air
PADA 30 Oktober 2011, saya terbang dari Yogyakarta ke Jakarta menggunakan pesawat Lion Air JT-555. Setibanya saya di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, barang bawaan yang saya titipkan di bagasi hilang. Saya langsung melaporkan masalah ini kepada bagian kehilangan bagasi dan diterima seorang petugas bernama Arief N. Petugas itu memberi bukti pelaporan (Property Irregularity Report) dan berjanji dalam waktu dua pekan (14 hari) masalah bagasi saya akan diselesaikan.
Karena tidak kunjung ada perkembangan atas laporan kehilangan itu, saya kemudian mendatangi kantor Lion Air di Gedung Menara Lion Air, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Lagi-lagi saya dijanjikan akan mendapat respons dalam waktu 14 hari.
Tapi sampai batas waktu yang dijanjikan, Lion Air tetap tidak melaporkan perkembangan atas kehilangan bagasi yang saya alami. Baru pada hari ke-16, saya dihubungi seorang petugas Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta. Dia menjelaskan, karena selepas dua pekan bagasi saya belum juga ditemukan, tas itu dinyatakan hilang. Lion Air menawarkan ganti rugi sebesar Rp 20 ribu per kilogram tas saya. Menurut catatan Lion Air, tas saya hanya seberat 4 kilogram. Karena itu, saya hanya berhak mendapat ganti rugi sebesar Rp 80 ribu. Saya amat kecewa dengan cara Lion Air menangani masalah kehilangan bagasi saya.
Dwi Setiahardi
Jalan Petamburan VII Tanah Abang
Jakarta Pusat
RALAT
Pada Tempo edisi pekan lalu, rubrik Opini di halaman 25, disebutkan pencurian ikan membuat negara rugi US$ 10-23 juta. Seharusnya angka kerugian yang benar adalah US$ 10-23 miliar. Kami mohon maaf atas kekurangtelitian ini.
Tempo edisi lalu juga memuat sebuah foto yang keliru pada artikel berjudul "Transaksi Ajaib di Rumah Uang" di rubrik Nasional. Foto yang ditampilkan di sana bukanlah Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation Budi Santoso. Redaksi mohon maaf atas kesilapan ini. Berikut ini foto yang benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo