Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan PT Carrefour Indonesia
KAMI selaku kuasa hukum PT Carrefour Indonesia perlu menyampaikan hak jawab klien kami terhadap editorial majalah Tempo edisi 9-15 November 2009 yang berjudul ”Cegah Monopoli Sejak Awal” di halaman 25. Opini tersebut secara keseluruhan cukup netral.
Namun terdapat kesalahan faktual yang signifikan. Pada paragraf ketiga tertulis, ”Setelah akuisisi, 48 persen pasar retail dikuasai Carrefour, pemasok yang dikuasai menjadi 67 persen.” Menurut kami, data ini tidak benar dan mengakibatkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha salah.
Berdasarkan bukti kajian AC Nielsen, Carrefour dalam sektor retail modern hanya mempunyai pangsa pasar 17 persen. Berdasarkan kajian Mars Indonesia, Carrefour hanya memiliki pangsa pasar 5,8 persen. Selain itu, data pada halaman 7-8 putusan Komisi sendiri yang berasal dari Euromonitor menyebutkan pangsa pasar Carrefour pada 2007 hanya 19,63 persen.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kajian dari tiga lembaga tersebut, Carrefour tidak mempunyai posisi monopoli atau posisi dominan dalam sektor retail modern karena pangsa pasar Carrefour masih jauh di bawah 50 persen.
Ignatius Andy, SH
Kuasa hukum PT Carrefour Indonesia
Terima kasih atas masukannya. Angka dalam opini tersebut didasarkan pada putusan Komisi Pengawas.
Solusi Kemacetan
KESAN dan pesan Wali Kota Bogota periode 1998-2001, Enrique Penalosa, di majalah Tempo edisi 16-22 November 2009 untuk mengatasi kemacetan Jakarta sungguh menarik. Saya lantas ingat, pada 2002 saya mengusulkan solusi kemacetan dengan menulis surat kepada Gubernur DKI Jakarta. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, dan Kepala Kantor Wilayah Perhubungan. Umumnya surat rakyat, agaknya dibaca pun tidak.
Secara ringkas saya mengusulkan melarang mobil berpelat hitam keluar secara bersamaan. Caranya, mobil bisa melaju dengan bergilir berdasarkan angka terakhir pada nomor polisi. Misalnya, mobil dengan nomor akhir 0 dan 1 dilarang keluar setiap Senin, 2 dan 3 pada Selasa, 4 dan 5 pada Rabu, dan seterusnya.
Menurut saya, cara itu mempunyai banyak sisi positif. Pertama, secara teoretis, mobil pelat hitam akan berkurang 20 persen setiap hari sehingga mengurangi kemacetan. Kedua, adil karena tidak dikaitkan dengan usia kendaraan. Ketiga, murah karena tidak memerlukan marka dan rambu-rambu. Yang diperlukan hanyalah ketajaman mata polisi. Kini aturan ini bisa diperluas untuk sepeda motor yang semakin merajai jalan.
H.A. Pawan
Jalan Carita, Puri Cinere
Pangkalan Jati, Depok
Salut Cover Tempo
SALUT kepada tim kreatif majalah Tempo yang membuat karya cemerlang karikatur Komisaris Jenderal Susno Duadji. Pose dia di sampul depan edisi 16-22 November sangat tepat menggambarkan karakter yang ingin disampaikan. Wawancara Tempo dengan Susno juga sangat jelas menyampaikan hal itu. Maka pembaca pun menjadi mafhum, walau ada juga yang telah tumpul nuraninya.
R. Susatyo
Jalan Cilodong Bawah Nomor 7
Senayan, Jakarta Pusat
Selamat Koran Tempo Makassar
Terbitnya Koran Tempo edisi Makassar membuat saya lega karena sudah lama saya menanti kehadirannya setelah edisi nasional yang tak beredar lagi di kota ini. Sebagai pembaca setia Tempo saya langsung berlangganan karena Tempo memang enak dibaca dan perlu. Semoga Tempo terus eksis.
Egal Kubais
Perintis Kemerdekaan, Makassar
Istilah Markus
SAYA sependapat dengan Saudara Syaiful Pandu dalam surat pembaca majalah Tempo edisi 16-22 November 2009. Saya yakin orang yang membuat istilah markus tidak bermaksud apa-apa, sekadar mendapat istilah yang mudah diingat. Hanya mengapa harus markus? Dulu ada penembak misterius yang kemudian dikenal dengan istilah petrus. Kebetulan nama-nama itu adalah nama-nama rasul Yesus Kristus. Sebaiknya gunakan singkatan atau istilah yang tidak mempunyai potensi SARA.
Jack A. Pellondo’u P. Jalan Menteng 14-B,
Jakarta Pusat
Jangan Hanya Retorika
POLEMIK Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI memberi dua momentum. Pertama, agar kita segera mereposisi peran kepolisian serta mengevaluasi kinerjanya yang selama ini banyak diragukan masyarakat. Kedua, untuk menggugah semangat memerangi mafia hukum yang sudah merambah ke seluruh sendi lembaga hukum kita. Dalam program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Ganyang Mafia sebagai prioritas utama. Menurut Yudhoyono, mafia hukum adalah yang merugikan pihak lain, seperti makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual-beli perkara, mengancam saksi, dan pungutan yang tak semestinya.
Polemik Komisi dengan kepolisian dan kejaksaan menyingkap puncak gunung es mafia hukum di negeri ini. Apa yang telah diupayakan Presiden tentu harus diberi penghargaan. Tapi jangan sampai rencana tersebut berhenti pada tataran program. Karena itu, momentum polemik ini harus dimanfaatkan untuk menghasilkan gaung yang besar dalam memberangus mafia hukum.
Teuku Fachri Awanglong 50
Samarinda, Kalimantan Timur
Keyakinan Hukum
CUKUP menarik mengkaji pendapat Jaksa Agung ketika rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat terkait kasus pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra Hamzah dan Bibit Rianto. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, jaksa penuntut umum sebagai institusi penuntutan tidak mengenal ”keyakinan” karena bukan yuris (hakim). Jaksa hanya berwenang menganalisis berkas penyidik.
Acuannya, apakah perkara yang diajukan penyidik sudah memenuhi unsur tindak pidana atau belum. Pegangannya adalah pasal yang disangkakan dan didukung alat bukti. Apabila perkara dinyatakan lengkap, dilanjutkan dengan dakwaan. ”Keyakinan” dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah pembuktian secara negatif.
Ucapan jaksa penuntut bahwa proses kasus Chandra-Bibit sudah lengkap dengan salah satu pertimbangan karena yakin perkara tersebut memenuhi unsur bisa dianggap inkonstitusional atau bentuk kepanikan. Sebab, pegangan jaksa bukan ”keyakinan” tapi alat bukti serta unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan.
Kalau perkara Chandra-Bibit telah memenuhi alat bukti, Jaksa Agung tidak perlu menyatakan di depan Dewan dan publik bahwa jaksa telah ”yakin” sebagai penekanan pembenaran. Maka ucapan keyakinan oleh Jaksa Agung ini menjadi fenomena baru.
Dan kenyatannya, setelah dengar pendapat tadi, perkara Chandra-Bibit dikembalikan ke polisi. Artinya, sebelum pertemuan itu memang belum terpenuhi unsur tindak pidananya.
C. Suhadi
Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo