Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Helikopter Latih Jatuh
HELIKOPTER latih milik Badan SAR Nasional jatuh ke laut di sekitar Pantai Marina, Semarang, Rabu pekan lalu. Lima orang yang berada di dalam helikopter Bolcow NBO 105 itu selamat setelah meloncat ke laut ketika helikopter kehilangan kendali.
Helikopter jatuh sekitar tiga kilometer dari bibir pantai dengan kedalaman 4-7 meter. Helikopter jatuh ketika melakukan terjun bebas di atas permukaan laut. "Karena terlalu rendah, skip heli sebelah kanan menyentuh air, lalu jatuh," kata S. Riyadi, Kepala Badan SAR Nasional Kota Semarang.
Riyadi mengatakan kondisi helikopter asal Surabaya itu layak terbang. Menurut dia, kapten pilot dan kopilot serta para penumpang terbang dalam kondisi sehat. Helikopter mengangkut lima orang, yakni pilot Kapten Marsidi, kopilot Letnan Satu Wahyu Ardi, instruktur Mikael, serta peserta latihan dasar, Slamet Wijayanto dan Nur Isrodin. "Semua selamat, hanya luka sedikit di kening," kata Riyadi. n
Puteh Bebas Bersyarat
BEKAS Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 4 tahun 11 bulan, Rabu pekan lalu. Puteh bersama istrinya, Marlinda Purnomo, sujud di depan pintu penjara Sukamiskin, Bandung.
Puteh menjadi terpidana kasus korupsi pengadaan helikopter di Aceh senilai Rp 12,5 miliar. Pada April 2005, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Puteh sepuluh tahun, uang pengganti Rp 3,6 miliar, dan denda Rp 500 juta. Mahkamah Agung memperkuat hukuman Puteh pada 13 September 2005.
Setelah dipenjarakan di Salemba, Jakarta, Puteh meringkuk di penjara Sukamiskin pada Mei 2006. Menerima remisi dua tahun dan lima hari, Puteh seharusnya bebas bersyarat pada 7 November lalu, namun belum bisa membayar denda Rp 500 juta.
Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat Danny Hamdani mengatakan Puteh baru bebas murni pada 23 Maret 2012. Pembebasan bersyarat bisa dicabut kalau Puteh mengulang tindak pidana, menimbulkan keresahan masyarakat, serta tak mengikuti pembinaan badan pemasyarakatan.
Indeks Korupsi Indonesia
HASIL survei Transparency International menyatakan Indonesia masih dianggap negara yang memiliki masalah korupsi pejabat pemerintah dan politikus. Dalam indeks persepsi korupsi yang diluncurkan Selasa pekan lalu, Indonesia menempati urutan 111 dari 180 negara dengan skor 2,8.
Posisi Indonesia naik dibanding tahun lalu, yang menempati peringkat 126 dari 180 negara dengan skor 2,6. Indeks pengukuran mulai skala 0, artinya sangat korup, sampai 10, sangat bersih.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki mengatakan skor 2,8 masih menempatkan Indonesia sebagai negara yang dipersepsikan korup. Di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Singapura (9,2), Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,5), dan Thailand (3,3). "Perubahan skor 0,2 tak signifikan," ujar Teten.
Teten mengatakan indeks akan meningkat signifikan jika pemerintah melaksanakan kebijakan antikorupsi di setiap departemen dan lembaga penegak hukum. Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Departemen Keuangan memberikan kontribusi peningkatan indeks persepsi korupsi.
Teten menambahkan, indeks persepsi korupsi Indonesia mungkin akan turun tahun depan karena kasus kriminalisasi terhadap pemimpin Komisi Antikorupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. "Yang diberantas KPK, bukan korupsi," kata Teten.
Wartawan Asing Ditahan di Riau
POLISI Riau menahan wartawan Hidustan Times, India, Kumkum Dasgupta, serta L'Espresso, Italia, Raimondo Bultrini, Selasa pekan lalu. Keduanya dalam perjalanan meliput demon-strasi Greenpeace yang memprotes pembukaan lahan gambut di Semenanjung Kampar, Riau. Area ini masuk lahan konsesi perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper.
Rombongan wartawan datang dari Pekanbaru bersama beberapa aktivis Greenpeace dengan dua mobil. Belum sampai rombongan di lokasi liputan, polisi menghadang mobil dan meminta mereka kembali ke Kepolisian Pelalawan-tempat mereka melapor sebelumnya. "Mereka dalam perjalanan, jadi apa yang ilegal?" kata juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar.
Kepala Polisi Pelalawan Ajun Komisaris Besar Ary Rachman Nafarin mengatakan dua wartawan asing itu ditangkap karena tak memenuhi syarat liputan, yakni surat rekomendasi Departemen Komunikasi dan Informatika serta surat keterangan jalan dari Markas Besar Kepolisian RI dan Kepolisian Resor Pelalawan. "Mereka hanya melapor lisan," ujar Ary.
Rabu pekan lalu, Kantor Imigrasi Riau memulangkan dua jurnalis ini ke negaranya. Kantor imigrasi juga memulangkan dua aktivis Greenpeace, Tom Keunen asal Belgia dan Chiara Campione asal Italia. Sebelumnya, polisi juga mendeportasi 11 aktivis Greenpeace dari Brasil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina.
Prita Dituntut Enam Bulan
JAKSA Pengadilan Negeri Tangerang menuntut Prita Mulyasari, 33 tahun, hukuman penjara enam bulan, Rabu pekan lalu. Ibu dua anak ini dituduh mencemarkan nama baik dokter Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang, Grace Hilda Yar Nel Nela dan Henky Gozal.
Jaksa penuntut umum Riyadi mengatakan Prita sengaja mengirimkan surat elektronik kepada kawan kerja, atasan, dan suami pada 15 Agustus 2008. Menurut dia, surat yang ditujukan kepada 20 orang itu mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik yang tak terhapus sampai kapan pun.
Kasus bermula ketika Prita menceritakan pengalamannya dirawat di unit gawat darurat rumah sakit Omni pada 7 Agustus 2008. Prita tak puas dengan pelayanan rumah sakit, yang menolak memberikan penjelasan tentang pemeriksaan laboratorium. Prita menulis pengalaman itu dan mengirimkannya kepada sejumlah orang melalui surat elektronik.
Prita sempat mendekam di penjara selama 21 hari. Ia keluar dari penjara dan menjadi tahanan kota karena kasus ini menjadi sorotan publik. Pengadilan menyatakan Prita bebas karena surat dakwaan dinilai kabur dan tak lengkap pada 25 Juni lalu.
Jaksa melakukan perlawanan. Pengadilan Tinggi Banten mengabulkan permohonan jaksa pada 3 Agustus lalu dan meminta Pengadilan Negeri Tangerang melanjutkan sidang. "Tuntutan jaksa dipaksakan supaya Prita bersalah," kata kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono.
Polisi Panggil Media
POLISI memanggil redaksi koran Kompas dan Seputar Indonesia untuk dimintai keterangan tentang rekaman percakapan Anggodo Widjojo, Jumat pekan lalu. Polisi juga memanggil kedua media ini karena laporan Presiden Kongres Advokat Indonesia Indra Sahnun Lubis soal penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap kuasa hukum Anggodo, Bonaran Situmeang.
Juru bicara Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, mengatakan pemanggilan itu bertujuan memformulasikan penyidikan sehingga bisa menjerat Anggodo sebagai tersangka.
Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan polisi menanyakan pemuatan transkrip rekaman Anggodo yang diputar di Mahkamah Konstitusi, 3 Agustus. Kompas memuat rekaman itu 4 Agustus. Menurut dia, penyidik tak menanyakan sumber berita.
Koran Seputar Indonesia juga memenuhi panggilan polisi. Redaktur Pelaksana Nevy Hetharia mengatakan surat panggilan berdasarkan laporan Anggodo Widjojo mengenai percakapannya dengan beberapa orang.
Pemanggilan dua media ini menjadi sorotan banyak pihak. Dari Senayan, sejumlah anggota Dewan mengecam pemanggilan itu. Sejumlah organisasi wartawan, seperti Persatuan Wartawan Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen, juga menyatakan keprihatinan. "Cara seperti ini pernah dilakukan pada masa Orde Baru," kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo