Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

11 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terima Kasih Profesor Padmo

MEMOAR Profesor Padmosantjojo di majalah Tempo edisi 27 April-3 Mei 2009 mengingatkan saya kepada kerja berat tim dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang telah menyelamatkan jiwa seorang pensiunan pegawai negeri yang sangat lanjut.

Saya berutang budi kepada Profesor Padmo. Kegigihannya mengembangkan Bagian Bedah Saraf RSCM membuahkan hasil. Saya dan keluarga ikut menikmatinya. Para sejawatnya mewarisi semangat kerja dalam tim dan profesionalisme tinggi. Yang lebih mengagumkan adalah dimasukkannya tenaga-tenaga medis muda.

Tiba-tiba, air mata saya menitik ketika sampai pada narasi: ”Setelah 47 tahun berkarya, di usia 71 tahun ini saya serba punya satu. Satu rumah, satu mobil Mercedes tua, satu istri, dan satu anak.” Dibandingkan dengan Profesor Padmo, saya merasa sangat amat kaya. Padahal, pekerjaan saya sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tidak lain hanyalah meneliti dan mempublikasikan hasil penelitian saya untuk nama saya sendiri. Memoar Profesor Padmo memacu agar saya bisa berbuat lebih banyak untuk anak didik. Terima kasih, Profesor Padmo.

SETIJATI D. SASTRAPRADJA
Selakopi I/7, Loji, Sindangbarang, Bogor Barat


Iklan Pendidikan Gratis Menyesatkan

IKLAN pendidikan gratis yang diperankan Cut Mini lebih banyak menyesatkan. Artis pendukung film Laskar Pelangi itu mengatakan ”...biar anak sopir angkot, bisa jadi pilot.…” Pernyataan tersebut tidak tepat. Untuk menjadi pilot harus masuk sekolah menengah atas, dan itu tidak gratis. Belum lagi biaya pendidikan pilot yang butuh uang banyak.

Iklan tersebut menjadi mubazir. Dengan penayangan terus-menerus, tentu biayanya besar. Selain itu, sekolah dasar dan menengah yang gratis merupakan program sebelum Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Janganlah menipu rakyat dengan iklan yang menyesatkan.

M. FOEAD
Cibubur, Bekasi


Soal Taekwondo Selesai

DI majalah Tempo edisi 30 Maret-5 April 2009 ada surat saya yang berjudul ”Wajib Taekwondo di Stella Maris”. Dengan ini saya informasikan bahwa setelah diadakan pertemuan dicapai pemahaman bersama. Untuk itu saya mohon maaf sedalam-dalamnya kepada Stella Maris International Gading Serpong atas kesalahpahaman tersebut sehingga mengakibatkan pemberitaan yang merugikan.

ANAH SRI WAHYUNI
Vila Melati Mas SR 24/3 Serpong,
Tangerang


Semarang, Miskin Area Publik

BEBERAPA pekan ini, kawasan Tugu Muda Semarang selalu marak oleh masyarakat terutama pada malam hari. Air mancur di tugu itu baru diperbarui sehingga melontarkan air sedemikian tinggi. Dengan membeludaknya pengunjung, akhirnya parkir motor menempati seputaran tugu yang dapat membahayakan pengguna jalan.

Pemerintah Kota Semarang seharusnya tanggap atas keinginan masyarakat untuk memiliki ruang terbuka, taman kota yang cukup luas, dan menjadi daerah tujuan wisata. Sudah saatnya Semarang memiliki tempat layaknya Taman Menteng Jakarta untuk olahraga, wisata, atau sekadar berkongko. Ini lebih baik daripada hanya membangun mal, pusat hiburan malam, atau hotel yang tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya.

DONNY RESPATI
Semarang


Musik Live di Pagi Hari

SAYA prihatin dengan musik live di pagi hari yang disiarkan televisi swasta. Bukan prihatin dengan musiknya, melainkan dengan jam tayangnya. Bukankah pagi hari merupakan waktu efektif bekerja. Pelajar dan mahasiswa harus bekerja. Dengan tayangan live tersebut, para remaja datang membeludak.

Tidakkah pemilik televisi berpikir, di desa-desa, masyarakat kita berkumpul di warung-warung yang mempunyai parabola untuk menyaksikan acara ini. Padahal, sepagi itu, mereka biasanya mendodos sawit, atau menoreh getah di kebun. Kami tetap menyukai musik. Tapi, sebaiknya setelah pukul 16.00 WIB. Televisi tidak bijak jika membuat bangsa ini menjadi tidak produktif.

SYAIFUL PANDU
SMP Cendana, Riau


Mau ke Mana, PAN?

KINI, kekuatan politik terpolarisasi menjadi dua. Pertama, kubu incumbent yang terdiri atas partai yang lahir di era reformasi seperti Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera. Kedua, kekuatan yang dimotori Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. Mereka diikuti antara lain oleh Hanura, Gerindra, dan Partai Bintang Reformasi. Partai baru Hanura dan Gerindra dipimpin Prabowo Subianto dan Wiranto, dua tokoh penting dari masa Orde Baru.

Di antara partai politik yang lahir ketika reformasi, hanya Partai Amanat Nasional yang belum menentukan arah koalisi. Cukup ironis jika partai ini bergabung dengan partai yang menjadi musuh bersama pada saat reformasi. Keprihatinan itu tecermin dari langkah Amien Rais, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional. Dia mengumpulkan Dewan Pimpinan Wilayah se-Indonesia di Yogyakarta terkait langkah Soetrisno Bachir yang hendak berkoalisi dengan Partai Gerindra dalam pemilihan presiden.

RYAN TRIKORA
Jl. Kutilang Raya 119, Depok
Jawa Barat


Wakil Presiden Pengusaha

PARTAI politik kini mementingkan kelompok mereka daripada kepentingan rakyat dan kemajuan negeri. Ini terlihat dari sikap partai-partai. Mereka mengedepankan kader inti masing-masing partai atau ketua umumnya untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden. Mereka tidak melihat putra-putri terbaik bangsa di luar partai.

Sewajarnya, wakil presiden merupakan tangan kanan presiden untuk menangani masalah-masalah perekonomian. Jadi, harusnya dari kalangan profesional. Partai harus memilih yang ahli, bukan sesuai dengan skenario mereka. Saya usulkan calon wakil presiden dari kalangan pengusaha. Bisa diseleksi dari pembayar pajak terbesar (bukan pengusaha rokok) dan pemimpin perusahaan yang berprestasi baik, perusahaan yang berkembang secara perlahan tapi mantap dan bukan mendadak besar.

Negara kita harus dibangun oleh pribadi berkualitas yang dapat membawa kemakmuran, serta memajukan bangsa.

LIE GAN YONG
Pulogadung, Jakarta Timur


Koalisi Pragmatis

PADA 2004, pemilihan presiden membuat koalisi makin pragmatis. Kesatuan ideologi dan platform sebagai syarat koalisi benar-benar ditenggelamkan oleh keinginan menjadi calon presiden dan wakil. Pemilu 2009 kali ini juga melahirkan koalisi baru. Bisa dipastikan, semangat koalisi pada pemilu kali ini makin jauh dari ideal. Koalisi hanya tergantung pada kecocokan individu-individu partai yang akan dijual ke pemilih.

RONALD SURBAKTI
Jalan Tebet Barat I/19,
Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus