Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klarifikasi BPK
MAJALAH Tempo edisi 3-9 September 2007 memuat berita dengan judul ”Proyek Mahal Citra Bank Sentral”. Pada halaman 30, paragraf 8, tertulis: ”Menurut sumber Tempo, dokumen BPK sampai ke KPK bukan dikirim oleh bos BPK itu, melainkan oleh orang lain yang ’menaruh perhatian’ pada kasus BI….” Pernyataan ini tidak benar dan perlu kami klarifikasi sebagai berikut.
Berdasarkan Standar Audit Pemerintahan (kini Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, BPK wajib melaporkan hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya pelanggaran hukum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung. Dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan Bank Indonesia Tahun 2005, BPK menemukan penggunaan dana pada sebuah lembaga/yayasan milik BI, yakni Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia (LPPI), tidak jelas dasar hukumnya.
Sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut, BPK telah melakukan audit investigatif terhadap penggunaan dana yang berasal dari LPPI pada Bank Indonesia. Hasil pemeriksaan tersebut telah disampaikan melalui surat Ketua BPK nomor 115/S/I-IV/11/2006 tanggal 14 November 2006 kepada Ketua KPK dengan tembusan kepada Kepala Polri dan Jaksa Agung. Dengan demikian, kami menyatakan bahwa pihak BPK yang telah melaporkan kasus tersebut kepada KPK, bukan pihak di luar BPK sebagaimana ditulis dalam pemberitaan dimaksud.
Karena permasalahan ini sudah ditangani oleh aparat penegak hukum dan untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, BPK tidak akan memberikan komentar lebih lanjut terhadap permasalahan tersebut. Demikian klarifikasi kami, agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.
B. DWITA PRADANA Kepala Biro Humas dan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan RI
Koreksi BPPT
KAMI menyampaikan beberapa koreksi atas berita berjudul ”Selamat Datang Kapal Bersayap” di majalah Tempo edisi 3-9 September 2007, halaman 72-73.
1. Kapal bersayap dengan teknologi WiSE (Wing in Surface Effect) dirancang oleh BPPT bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Manufaktur prototipenya dikerjakan PT Carita Boat Indonesia sebagai pemenang tender.
2. Pendanaan tidak sepenuhnya oleh BPPT, tapi dibantu Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
3. Iskendar bukan Pemimpin Proyek WiSE, melainkan Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT. Dia memimpin unit kerja yang melaksanakan program rancang bangun kapal bersayap WiSE.
4. Dalam rancang bangun kapal ini, di samping uji sub-skala model aerodinamik, juga uji hidrodinamik, bukan uji mikro. Kapal bersayap WiSE berkapasitas delapan tempat duduk, bukan berpenumpang delapan orang ditambah empat awak.
HAMIR HAMZAH Kepala Biro Umum dan Humas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Koreksi Kasus PT Era
BERKENAAN dengan berita berjudul ”Pencemaran Lewat Surat Pembaca” (Tempo edisi 27 Agustus-2 September 2007), perlu saya sampaikan beberapa koreksi dan tambahan sebagai berikut.
- Yang saya tuntut pidana adalah Era Indonesia, bukan Era Graha.
- Dalam surat balasan Era Indonesia di Kompas tanggal 23 Agustus 2005, Era Indonesia mengatakan biaya Rp 1,248 juta, tapi di Tempo, Era Indonesia menyebutkan Rp 250 ribu.
- Pelaku usaha yang bertanggung jawab, beriktikad baik, dan tidak arogan akan menanggapi keluhan konsumen dengan baik, bukannya mempidanakan konsumen.
Teman saya menyarankan agar saya tidak meneruskan perkara ini karena yang dilawan adalah Goliath. Tapi saya menolak saran ini karena ini merupakan preseden buruk terhadap hak konsumen. Saya juga meminta bantuan masyarakat dan media untuk memantau perkara ini, supaya tidak ada campur tangan dari mafia pengadilan. Terima kasih.
STEVEN LIM [email protected]
Tanggapan Janet Steele
TERIMA kasih atas dimuatnya resensi buku saya Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru oleh Susanto Pudjomartono dalam Tempo edisi 3-9 September 2007. Wars Within adalah upaya saya untuk berkontribusi pada sejarah jurnalisme modern Indonesia—sebuah upaya yang saya harap tidak berhenti sampai di situ. Saya menginginkan kelak kemudian hari ada penulis lain yang juga menulis tentang Tempo dengan sudut pandangnya sendiri karena dengan cara itulah ilmu pengetahuan dibangun.
Kepiawaian wartawan seperti Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, dan Susanto Pudjomartono untuk menjaga standar profesionalisme yang tinggi dalam lingkungan yang tak mudah (di bawah Orde Baru) membuat Tempo terasa luar biasa. Bahwa Wars Within memunculkan kontroversi dan debat di sana-sini itu adalah bukti kesuksesan ketiganya dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan gagasan.
Goenawan Mohamad kerap mengatakan bahwa tak pernah ada pahlawan, yang ada adalah aksi-aksi kepahlawanan. Saya tak sepakat dengan pendapat ini karena saya mendapati keduanya dalam diri para wartawan Tempo: pahlawan dan kepahlawanan dalam kehidupan, tindakan, dan tulisan jurnalis Tempo. Saya mengagumi mereka sebagai pribadi dan menaruh hormat atas apa yang sudah mereka lakukan.
Salam hangat,
JANET STEELE George Washington University
Alternatif Memberangus Pers
AKHIR-akhir ini ada tren para konglomerat melakukan kriminalisasi media. Cara ini kelihatannya menjadi alternatif setelah mereka merasa tidak cukup menggunakan hak jawab dan hak koreksi, yang dijamin Undang-Undang Pokok Pers, untuk mengklarifikasi masalah. Bahkan, melalui program kehumasan, ada konglomerat yang berusaha menghancurkan karier jurnalis dan image suatu media.
Tren ini sangat memprihatinkan sekaligus membahayakan sikap kritis jurnalis dan media yang seharusnya memberikan semangat idealisme dan edukasi kepada publik. Dengan kekuatan kapitalnya, konglomerat mampu membeli apa saja dan siapa saja. Jika persoalan news dan views di media massa bisa dibeli, apa jadinya media massa kita nanti?
Karena itu, pemerintah harus serius menangani kasus-kasus kriminalisasi terhadap media yang dilakukan konglomerat. Pemerintah juga harus memantau kinerja aparatnya di lingkungan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan agar bekerja profesional tanpa terpengaruh iming-iming uang yang setiap saat dapat digelontorkan oleh konglomerat.
Jurnalis dan media massa memerlukan solidaritas publik untuk melawan manusia-manusia jahat yang sok berkuasa dan mentang-mentang punya uang banyak.
SIROJUDIN, SSos Pondok Gede, Bekasi
Belanda Hambat Kasus Munir
TERJADI keteledoran penanganan kasus kematian Munir di Belanda sehingga menyulitkan pengungkapan kasus tersebut. Sesuai dengan prosedur, pengesahan surat kematian harus oleh dokter kota praja, tapi dua dokter dari Kota Haarlem baru datang tengah hari, empat jam setelah pesawat mendarat.
Karena kedua dokter yang berwenang datang terlambat, langkah keamanan pun terlambat. Para penumpang telah lama turun dan meninggalkan bandara tanpa diperiksa. Keteledoran ini membuka kemungkinan bahwa banyak informasi penting tidak diperoleh pada saat yang tepat.
Menurut kalangan medis, otopsi dan analisis toksikologi lazimnya seminggu. Kenyataannya selesai dua bulan. Laporan otopsi, yang dijanjikan akan diterima keluarga Munir dalam tiga minggu, ditunda hingga enam minggu dengan alasan ”perlu dikaji kembali” dan mendapat ”prioritas tinggi”.
Penundaan ini diduga terjadi karena ada kepentingan tertentu dari pihak Belanda dalam kasus kematian Munir, meskipun Nederlands Forensisch Instituut yang melakukan otopsi telah membantahnya.
RINNY RAMDHIKA Perum Posal Blok P-21 Jonggol, Bogor
Kerja Sama Indonesia-Rusia
KEBIJAKAN pemerintah bekerja sama dengan Rusia merupakan pilihan rasional. Kerja sama itu bisa menyeimbangkan hubungan luar negeri Indonesia, khususnya di bidang pertahanan, yang sebelumnya lebih banyak dengan Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Australia.
Sebaiknya kerja sama itu dibarengi dengan dialog di antara para tokoh politik serta kontak-kontak tokoh masyarakat, pemuda, dan penduduk biasa dari kedua negara. Dalam konteks ini perlu dimanfaatkan potensi-potensi yang belum dikembangkan sepenuhnya di bidang kerja sama kemanusiaan serta pertukaran di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Selama ini, Indonesia sering kali dikenai sanksi embargo senjata dari Amerika Serikat dan Inggris dengan alasan politik. Bagi Indonesia, kerja sama pertahanan dengan Rusia dapat meningkatkan independensi atas alat utama sistem senjata (alutsista).
KISWOYO GUNAWAN Jalan Raya Ciomas 24 Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Deklarasi Sydney Jangan Basa-basi
PARA pemimpin Asia Pasifik yang bertemu di forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney sepakat mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca yang membuat bumi kian panas. Kita berharap, dari Deklarasi Sydney, dapat dirumuskan langkah konkret bagi semua negara anggotanya untuk serius mengurangi emisi terhadap gas rumah kaca.
Ini penting untuk mencegah semakin parahnya kerusakan lapisan ozon serta mengupayakan skenario berlanjut untuk menyelesaikan masalah pemanasan global. Jika bumi tidak lagi menjadi ”rumah” yang nyaman bagi anak-cucu kita, ke manakah kita harus berlindung?
IR SARJITO Volunteer NGO,tinggal di Lhokseumawe, NAD
Kejar Terus Obligor BLBI
SAYA mendukung penuntasan kasus obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Para obligor harus diusut dan jangan sampai lepas dari jeratan hukum karena kerugian negara banyak sekali. Sementara itu, para tersangkanya enak-enak menikmati uang hasil korupsi karena hukum belum bisa menjangkau mereka.
Semua pihak harus mendukung aparat dalam menuntaskan kasus obligor BLBI tersebut, sehingga paling tidak aparat bisa menyeret pelaku penyelewengan dana BLBI ke pengadilan dan memberikan hukuman setimpal. Syukur-syukur uang negara yang ditilap para obligor BLBI yang jumlahnya triliunan rupiah bisa kembali ke negara dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
DWI LESTARI Perum Telaga Kahuripan, Bogor
Penanganan Terorisme
SAYA sebagai warga negara Indonesia sepakat jika penanganan masalah terorisme tidak semata didekati dengan penegakan hukum semata, tapi juga dengan pendekatan kekeluargaan. Cara ini bisa menyadarkan pelaku atas kekeliruan perbuatannya.
Konon, cara Indonesia ini mendapat simpati dari negara-negara yang menghadapi masalah serupa. Kabarnya, banyak negara ingin menimba pengalaman dari Indonesia. Negara-negara ini memandang cara Indonesia dapat menjadi alternatif dalam memperlakukan tersangka terorisme.
Pelaku terorisme tentu saja harus tetap diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tapi tanpa mengesampingkan bahwa mereka juga manusia biasa. Berikan kesempatan untuk menebus kesalahannya dan jangan kucilkan dari masyarakat.
PRIBADI SANTOSA Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor
Pancasila Pemersatu Bangsa
POLEMIK soal asas partai menarik diikuti. Ada kubu yang ingin partai politik kembali menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Tapi para pengamat mengatakan bahwa itu sebuah langkah mundur. Pancasila harus dianggap sebagai pemersatu bangsa, bukan asas seperti zaman Orde Baru.
Saya sangat setuju dengan pendapat kedua. Saya berharap, pada Pemilu 2009, semua partai peserta pemilu berkomitmen bahwa Pancasila menjadi dasar negara, falsafah hidup bangsa Indonesia, yang sekaligus sebagai pemersatu bangsa. Keanekaragaman suku, bangsa, agama, dan bahasa butuh pengikat yang cocok, yaitu Pancasila.
NAWANG WULAN Jalan Agung Raya, Jakarta Selatan
DPR Tak Peka
DALAM keadaan rakyat sedang serba susah, DPR yang disebut sebagai wakil rakyat justru ingin mempertontonkan keangkuhan demi kepentingannya sendiri. Setelah gagal mengajukan proyek pengadaan laptop, mereka kembali mengeluarkan ide kontroversial untuk merenovasi gedung DPR dengan biaya Rp 40 miliar.
Rencana ini mengundang pertanyaan: apakah mereka kurang puas dengan kondisi gedung yang sudah megah dan di dalamnya tersedia begitu banyak fasilitas? Harusnya mereka melihat nasib gedung-gedung sekolah di sebagian wilayah Indonesia yang hancur tapi para penghuninya tetap bersemangat untuk belajar. Sekali lagi yang kita tuntut adalah kepekaan DPR. Yang kita inginkan bukan anggota DPR yang berteriak menuntut kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan mengatasnamakan rakyat.
MAXIMUS MERE Jalan Tambak 39, Jakarta
Kapan DPR Berhemat?
BADAN Urusan Rumah Tangga DPR berencana merenovasi gedung DPR. Rencana renovasi itu merupakan bagian dari rencana besar dalam penataan fasilitas kerja Dewan untuk menjamin kelayakan kebutuhan gedung parlemen selama puluhan tahun ke depan. Anggaran untuk renovasi itu mencapai Rp 40 miliar.
Angka Rp 40 miliar bukan jumlah yang kecil. DPR mestinya mulai berhemat. Ingatlah bahwa masih ada 16,58 persen warga yang hidup di bawah garis kemiskinan dari total penduduk Indonesia yang mencapai 224,177 juta jiwa. Bila penghematan tidak dilakukan, catatan negatif terhadap DPR akan bertambah panjang.
Langkah penghematan yang dilakukan DPR juga menjadi percontohan bagi lembaga lain. Mari kita tunggu iktikad para anggota Dewan yang terhormat untuk berhemat demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kalau rakyat negeri ini bisa berhemat, mengapa tidak dengan DPR?
SIS ANDONO Depok Timur
Mercon Meresahkan
Setiap kali memasuki bulan Puasa, perasaan was-was selalu menyergap. Sudah beberapa kali terjadi ledakan mercon di rumah-rumah para pembuat mercon. Terakhir, kejadian ledakan di Desa Kalianyar, Kecamatan Kerangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Jumat lalu. Kejadian itu menyebabkan satu orang tewas dan delapan rumah rusak.
Polisi memang belum memastikan apa penyebab ledakan tersebut. Tapi, besar kemungkinan ledakan itu berasal dari mercon. Apakah masyarakat kita tidak kapok-kapok menyaksikan kejadian seperti itu. Sudah saatnya masyarakat menghentikannya dengan berhenti membeli mercon.
M. Rahman Bekasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo