Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

2 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sanggahan Pemberitaan Majalah Tempo Atas ”Kasus Hilton”

Merujuk berita majalah Tempo edisi 24 Juni 2007 terkait kasus Hilton, kami selaku kuasa hukum Pontjo Sutowo, berdasarkan surat kuasa tanggal 22 September 2006, memberikan tanggapan dan koreksi sebagai berikut:

Dalam rubrik Opini berjudul ”Pontjo Menang Sebelum Sidang”.

1. Paragraf I terdapat pernyataan: ”bebasnya Pontjo Sutowo dan Ali Mazi mestinya tak perlu bikin kaget kalau ditilik dari cara jaksa menyidik. Sejak awal, kedua tokoh ini sudah diuntungkan. Selain mendapat perlakuan khusus, mereka tak dijebloskan ke ruang tahanan.”

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak mewajibkan penyidik, penuntut umum, maupun hakim untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka ataupun terdakwa.

Menurut KUHAP seorang tersangka atau terdakwa hanya akan ditahan apabila terdapat kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP.

Pemberitaan pada paragraf I rubrik Opini berita dapat menimbulkan pengertian yang salah di masyarakat di mana seakan-akan setiap orang yang diduga melakukan suatu tindak pidana harus ditahan.

Dengan tidak ditahannya klien kami juga menunjukkan tidak terpenuhinya alasan-alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP. Apalagi terbukti juga bahwa klien kami tidak pernah atau tidak ada indikasi akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Dengan demikian sekali lagi kami sampaikan bahwa adalah tepat apabila penyidik, penuntut umum, maupun hakim tidak melakukan penahanan terhadap klien kami.

2. Pada paragraf VI dan VIII terdapat pernyataan sebagai berikut: ”… dengan mengadili mereka terlebih dulu, kejaksaan harusnya bisa mengungkap ”permainan” oknum BPN dengan Ali Mazi dan Pontjo ....”

”….. mustahil kalau tak ada ”sesuatu” yang membuat para pejabat pertanahan berani senekat itu. Rasanya bukan sebuah kebetulan soal penting ini tak disertakan dalam dakwaan.”

Pemberitaan pada paragraf VI dan VIII sangat provokatif dan menyudutkan klien kami. Terlebih lagi, pemberitaan tersebut merupakan pendapat majalah Tempo yang bersifat menghakimi klien kami dan bukan merupakan fakta sama sekali. Pemberitaan majalah Tempo dapat membangun opini yang salah di masyarakat di mana seakan-akan telah terjadi ”penyuapan” dalam proses perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora atas nama klien kami yang pada faktanya tidak pernah terjadi. Dan hal ini juga didukung kuat oleh fakta di persidangan yang tidak pernah ada tuduhan dan dakwaan tentang ”penyuapan” dalam proses perpanjangan HGB No. 26/Delora dan HGB No. 27/Gelora.

Berita majalah Tempo tak sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) UU Pers dan penjelasannya, di mana pers tak boleh menyiarkan informasi yang bersifat menghakimi atau menyimpulkan kesalahan seseorang. Dan yang lebih utama ialah majalah Tempo tidak menghormati asas praduga tak bersalah.

Dalam rubrik Hukum halaman 92-93 berjudul ”Ada Beringin di Tanah Senayan”.

1. Tempo menyatakan: ”Menurut cerita jaksa, hak atas 13 hektare lahan hotel tersebut—yang mengambil sebagian dari tanah milik Gelora Bung Karno di Senayan—sebenarnya tak bisa diperpanjang lagi. Sebab, per 19 Agustus 1989, Badan Pertanahan telah menerbitkan sertifikat hak pengelolaan Nomor 1/Gelora atas nama Sekretariat Negara.”

Bahwa berita tersebut tidak benar dan keliru dengan menyatakan ”hak atas 13 hektare lahan hotel itu—yang mengambil sebagian dari tanah milik Gelora Bung Karno di Senayan”. Hak atas tanah lahan 13 hektare lahan Hotel tersebut (HGB No. 26 dan HGB No. 27) bukan tanah milik Gelora Bung Karno. HGB No. 26 dan HGB No. 27 sejak perolehannya pada tahun 1973 berada di atas tanah negara dan bukan di atas tanah milik Gelora Bung Karno.

2. Tempo menyatakan: ”Sertifikat terbit karena berdasar Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1984, tanah dan bangunan di Senayan—yang pada 1962 dibangun untuk Asian Games IV—milik negara dan dikelola Sekretariat Negara.”

Penjelasan mengenai Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1984 adalah tidak tepat karena tanah HGB No. 26 dan HGB No. 27 bukan milik negara.

3. Tempo menyatakan: ” Yasidi Hambali atas nama Direksi BPGS pun mengundang Pontjo untuk membicarakan perjanjian tanah pada Agustus 2004. Pontjo tak menanggapi. Revisi atas hak guna bangunan itu pun tak pernah terjadi.”

Bahwa berita majalah Tempo tersebut telah membentuk opini publik seolah-olah perpanjanqan HGB No. 26 dan HGB No. 27 di atas tanah negara adalah salah dan dengan tidak ditanggapinya ajakan bersepakat untuk merevisi perpanjangan HGB No. 26 dan HGB No. 27, maka itu juga merupakan kesalahan klien kami.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut kami mengajukan hak jawab dan hak koreksi terhadap berita yang telah saudara muat tersebut.

Tim Penasihat Hukum Pontjo Nugro Susilo alias Pontjo Sutowo Frans H. Winarta, S.H., M.H.

Jawaban Tempo

Menyangkut isi Rubrik Opini

1. Berdasarkan fakta, Pontjo Sutowo tidak ditahan. Padahal, jika mengacu pada sejumlah kasus yang ditangani Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor), para tersangkanya selalu ditahan. Contohnya, kasus mantan Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar, kasus E.C.W. Neloe (mantan Direktur Utama Bank Mandiri), atau kasus Omay K. Wiraatmadja (Direktur Utama PT Pupuk Kaltim).

2. Berdasarkan wawancara dan informasi dari sejumlah sumber Tempo, Badan Pertanahan Nasional telah melakukan kekeliruan dalam perpanjangan hak guna bangunan (HGB) ini. Terbukti pada Rabu lalu pengadilan memvonis tiga tahun penjara mantan Kepala BPN Jakarta Robert karena dinilai menyalahgunakan wewenangnya dengan menyetujui perpanjangan HGB yang diajukan PT Indobuildco tanpa berkoordinasi dengan Sekretariat Negara sebagai pemilik hak pengelolaan lahan kawasan Senayan (Koran Tempo, 28 Juni 2007).

Menyangkut isi rubrik hukum artikel ”Ada Beringin di Tanah Senayan”.

1. Kami peroleh berdasarkan wawancara dengan jaksa dan isi dakwaan jaksa.

2. Kami peroleh berdasarkan wawancara jaksa dan isi dakwaan jaksa.

3. Berita itu juga kami peroleh berdasar wawancara jaksa dan kutipan dakwaan jaksa terhadap Pontjo Sutowo.

Demikian jawaban kami. Terima kasih atas tanggapan Anda.

Terteror ANZ Panin Bank

Hampir setiap pekan saya selalu mendapat telepon dari pegawai bagian sales ANZ Panin Bank. Bahkan akhir-akhir ini setiap hari. Isinya klise bahwa saya mendapat kehormatan dan terpilih untuk menggunakan kartu Platinum ANZ Panin Bank. Awalnya dengan berbaik-baik saya selalu menjelaskan bahwa saya tidak butuh lagi kartu kredit atau charge card karena di dompet saya sudah ada empat kartu kredit. Tapi biasanya si penelepon akan bertele-tele memberikan alasan akan pentingnya saya menambah satu kartu lagi, yaitu ANZ Platinum.

Lama-lama saya semakin jengkel karena selalu saja telepon dari ANZ masuk lagi dan lagi. Hanya, peneleponnya berganti-ganti. Sering saya merasa terganggu ketika sedang memimpin rapat penting di kantor. Sampai-sampai saya bilang agar jangan ditelepon lagi karena sampai mati pun saya sudah bertekad tidak akan memakai kartu ANZ.

Toh, telepon yang sama datang lagi. Saya kadang-kadang kasihan kepada karyawan yang kena marah oleh saya. Sebab, saya tahu mereka tidak salah. Saya yakin yang mengerjai saya adalah koordinatornya dan bukan pegawai kecil atau calon karyawan tersebut.

Saya bisa menduga bahwa karyawan yang menelepon hanya mendapat sederet nama dan nomor ponsel dari atasannya. Sebab, menurut pengalaman saya, si karyawan sesungguhnya tidak pernah tahu siapa orang yang diteleponnya. Memang di ANZ kabarnya banyak calon karyawan diterima dan selama masa percobaan hanya ditugasi menelepon nomor-nomor ponsel calon nasabah yang sudah disediakan atasannya.

Melalui surat ini dan mewakili kawan-kawan yang juga merasa terganggu, saya mohon ANZ mencoret nama dan nomor ponsel saya dari daftar yang harus ditelepon tiap pekan. Sebab, saya tidak akan pernah bersedia menjadi nasabah atau memegang kartu ANZ. Kalau itu strategi marketing ANZ, sadari strategi itu keliru. Sebab, semua calon nasabah sudah muak sebelum jadi nasabah ANZ.

Karni Ilyas Pemimpin Redaksi ANTV Jakarta

Kecewa Layanan BCA

Sebagai nasabah Bank BCA, saya terkejut dengan penarikan tabungan Rp 800 ribu lewat anjungan tunai mandiri (ATM) Grand Cempaka Mas tertanggal 19 April 2007. Saat itu, saya sedang di kantor, jadi tak mungkin saya melakukan penarikan. Sementara, ada beberapa orang di kantor yang tahu nomor PIN kartu ATM saya. Untuk mengetahui secara pasti orang yang mengambil uang tersebut, saya ke kantor BCA Grand Cempaka Mas untuk melihat gambar dari kamera yang terpasang 24 jam di ruang ATM.

Cuma, usaha saya tak menuai hasil. Petugas di Grand Cempaka Mas dan Halo BCA memberikan jawaban yang berbeda-beda terhadap keinginan saya melihat hasil rekaman. Ada petugas yang mengatakan tidak bisa memperlihatkan data karena di lokasi itu tak ada kamera, data rekaman akan terhapus jika dalam sehari tidak ada komplain, kamera hanya untuk mengetahui kalau terjadi kerusakan mesin, dan jawaban-jawaban lucu lainnya.

Saya kecewa dengan jawaban yang berbeda-beda seperti itu. Keberadaan kamera di ruang ATM yang selama ini dianggap sebagai salah satu fasilitas terpenting bagi keamanan nasabah ternyata hanya aksesori belaka. Saya tak pernah sekalipun berharap BCA mengganti uang tersebut, saya cuma ingin menikmati fasilitas keamanan yang disediakan BCA.

SELLA NOVITASARI MARLISSA Jalan Sriwijaya C4, No. 21 Cimanggu Permai, Bogor

BCA, Serahkan Giro Saya

Saya menjalin kerja sama dengan Bapak S, pemilik sebuah klinik kecantikan di kawasan Wijaya, Jakarta Selatan, untuk membuat program di sebuah stasiun televisi lokal sebanyak 13 episode. Setiap pembayaran selalu menggunakan giro. Pembayaran tahap pertama tak ada masalah dengan total empat giro senilai Rp 50 juta.

Namun, sejak pembayaran episode enam dan tujuh, mulai ada masalah. Giro yang saya terima ketika saya kliring via Bank Permata Fatmawati atas nama Haerudin dan istri saya Munasifah tak dapat dicairkan. Giro itu bernomor BG 775135 dan 775136 dari BCA Cabang Pembantu Penjernihan.

Pada awal penolakan, yakni 25 Mei 2007, alasannya saldo rekening giro atau rekening giro khusus tidak cukup. Pada penolakan berikutnya dinyatakan syarat formal cek/giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal penarikan. Lalu, pada penolakan ketiga, 31 Mei 2007, dinyatakan cek bilyet giro diblokir pembayarannya oleh penarik karena hilang. Anehnya, bukan nasabah BCA-nya yang di-black list, justru giro Bapak S yang diberikan kepada saya ditahan oleh BCA.

Kenapa bank sehebat dan sebesar BCA melindungi nasabah nakal yang memberikan giro kosong dalam transaksi bisnis? Adakah peraturan dari Bank Indonesia bahwa BCA boleh menahan giro yang diberikan oleh nasabahnya? Bagaimana saya bisa menagih uang Rp 30 juta jika bilyet aslinya ditahan BCA? Saya berharap, BCA segera mengembalikan bilyet giro saya. Sebab, itu hak saya yang diberikan oleh Bapak S.

HAERUDIN Jakarta Selatan (Alamat lengkap ada pada Redaksi)

Tertipu Program Bank Niaga

Saya dan kawan-kawan ditawari untuk membuat kartu kredit Bank Niaga oleh petugas pemasaran bernama Yohanes. Penawarannya, untuk kartu kredit silver akan mendapat Nokia 1255 dan kartu gold memperoleh Nokia 2255, bagi yang aplikasinya disetujui sebelum 31 Mei 2007. Tertarik iming-iming hadiah itu, saya mengajukan aplikasi. Persyaratan untuk mendapat ponsel, yakni kartu silver dengan total pemakaian Rp 3 juta yang diakumulasi selama tiga bulan. Sementara, untuk kartu gold, pemakaiannya Rp 6 juta.

Setelah memenuhi syarat yang ditentukan dan melakukan pembayaran Rp 3.050.000 pada 24 Mei 2007, saya menanyakan hadiah ponsel ke Bank Niaga. Jawabannya, saya tak termasuk dalam kategori penerima hadiah, dan tak menerima hadiah pengganti yang nilainya sama dengan hadiah ponsel yang telah dijanjikan. Bank hanya mau memberikan kompensasi berupa gratis iuran tahunan untuk kartu silver Rp 125 ribu per tahun selama tiga tahun sebagai pengganti hadiah ponsel yang bernilai Rp 500 ribu.

Bank Niaga tidak menepati janji memberikan hadiah pengganti yang nilainya relafif sama apabila hadiah ponsel telah habis. Nama-nama penerima hadiah juga tak diumumkan secara tertulis sehingga banyak nasabah yang tak tahu statusnya, apakah mereka berhak mendapatkan hadiah atau tidak. Bagaimana bank sekelas Bank Niaga tidak transparan dalam mengumumkan nama penerima hadiah? Kalau seperti itu, bagaimana bisa dipercaya masyarakat luas?

SUGIHMAN HARTADJAJA [email protected]

Interpelasi Bukan Solusi Terbaik

Interpelasi yang kini sedang digalang dan akan diajukan oleh sejumlah anggota DPR RI bukan merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Solusi terbaik yang harus dikerjakan adalah bagaimana membuat para pengungsi hidup normal seperti sebelum terjadi semburan lumpur, dan menangani semburan. Selain itu, pemerintah—dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono—telah meminta agar permasalahan ganti rugi warga korban lumpur Lapindo segera diselesaikan dalam waktu dekat.

Kalau interpelasi dilakukan, paling-paling nanti pemerintah datang ke DPR RI, kemudian memberikan penjelasan. Kalau tak ada solusi yang terbaik akan sama saja hasilnya. Interpelasi juga memakan waktu lama, perlu dibawa ke sidang paripurna, kemudian dibawa ke Badan Musyawarah. Lebih baik DPR RI memanggil menteri terkait, Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (BPLS), dan Lapindo terlebih dahulu untuk melaporkan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

Banyak masukan yang sudah sampai ke BPLS, namun lembaga ini hanya menampung. Padahal semestinya pada tahun kedua ini mereka harus sudah bertindak. Badan ini harus sudah memastikan teknologi apa yang akan dipakai. Sebaiknya DPR memanggil pejabat BPLS agar tidak banyak melakukan rapat-rapat, tapi harus banyak kerjanya. Selain itu, mereka jangan banyak ke Jakarta, tetapi harus lebih sering di Sidoarjo dan bekerja. Sebab, mereka sudah digaji.

FAREL KUTO Perumahan Puri Mas Sawangan, Depok Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus