Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Berita Tempo Plus

Surat Pembaca

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Surat Pembaca
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tantangan SBY

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menantang kalangan industri dalam negeri, Departemen Pertahanan, dan TNI bersama-sama mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Namun ia minta pengembangan industri pertahanan jangan menjadi pemborosan bagi anggaran negara.

Memang, selama ini alokasi terbesar belanja negara untuk sektor pertahanan dan keamanan menggunakan fasilitas kredit ekspor yang menjadikan biaya tinggi. Penyebabnya, fasilitas kredit ekspor berbunga tinggi karena mengacu pada bunga pasar yang berlaku, serta periode yang pelunasan sangat pendek, apalagi dikenai biaya premium.

Artinya, penggunaan fasilitas kredit eks-por menambah beban utang luar negeri In-donesia, yang untuk tahun 2005 saja menganggarkan pembayaran Rp 71,9 triliun atau sekitar US$ 7,99 miliar. Utang ini terdiri dari pembayaran cicilan pokok Rp 46,8 triliun dan pembayaran bunga Rp 25,1 triliun.

Pada 2005, lebih dari 50 persen belanja TNI dibiayai melalui fasilitas kredit ekspor, yakni sekitar Rp 4,1 triliun. Untuk tahun 2004, pemerintah bahkan mengucurkan Rp 3,5 triliun atau 106 persen dari permintaan Departemen Pertahanan Rp 3,3 triliun. Adapun pada 2003, pemerintah mencairkan anggaran 102 persen (Rp 3,3 triliun) dari permintaan Departemen Pertahanan Rp 3,2 triliun.

Menurut data Bappenas, hingga Desember 2003, lebih dari 22 persen stok utang luar negeri pemerintah atau sekitar US$ 18,3 miliar berupa kredit ekspor. Data Bappenas menunjukkan bunga kredit ekspor 13,7-23,7 persen. Bandingkan dengan bunga utang bilateral 0,8-1,7 persen, bunga utang multilateral 5,4-5,7 persen.

Karena itu, pihak yang terkait harus merespons secara baik tantangan Presiden untuk mengembangkan industri pertahanan dalam negeri sebagai alternatif solusi menyiasati kondisi persenjataan TNI yang sangat mengenaskan tetapi tersandung permasalahan anggaran yang terbatas dan embargo. Tentunya pengembangan industri pertahanan dalam negeri jangan justru menjadi ajang sumber pemborosan baru keuangan negara, sehingga kebiasaan berutang bisa dinegasikan dan penggunaannya bisa diprioritaskan untuk pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.

Nawawi Bahrudin Meruya Selatan Jakarta Barat


Artis Asing Pancasilais

Sebuah harian Ibu Kota memberitakan aktris cantik Amerika Serikat, Sandra Bullock, yang populer melalui film Speed, merogoh koceknya hampir US$ 1 juta untuk menyumbang para korban bencana tsunami.

Seolah tak mau kalah dengan kedermawanan Sandra Bullock, Michael Schumacher, sang juara dunia Formula 1 tujuh kali, juga menyumbangkan dana pribadinya sejumlah 7,5 juta euro (US$ 10 juta) dalam acara penggalangan dana untuk bencana tsunami melalui televisi milik pemerintah Jerman, ZDF. Sumbangan ini hanya dapat dikalahkan oleh Deutsche Bank sebesar 10 juta euro.

Yang paling besar adalah kedermawanan pemerintah dan warga Jerman, yang mengirim bantuan 850 juta euro atau US$ 1.130,5 juta. Tertinggi di antara bantuan luar negeri untuk korban tsunami di Asia, yang berasal dari negara tetangga, Amerika, Eropa, Australia, maupun dari bank atau lembaga keuangan asing.

Kita mengucapkan syukur dan sangat berterima kasih kepada Sandra Bullock, Michael Schumacher, dan tentunya warga asing lainnya, termasuk pemerintah negara asing itu, yang tanpa banyak bicara langsung mengikhlaskan dana mereka demi meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan daerah Asia lainnya yang terkena musibah tsunami.

Bagi Michael Schumacher yang kehidupannya tak bisa dilepaskan dari adu balap, barangkali tragedi tsunami pada 26 Desember 2004 itu juga dijadikannya sebagai ajang lomba adu kedermawanan, layaknya balapan Formula 1.

Ternyata, selain penampilan fisik mereka yang ganteng dan cantik itu, mereka juga memiliki tabiat, budi pekerti, dan kepedulian yang sangat mulia. Meskipun mereka tidak mengenal apa itu falsafah Pancasila, ternyata mereka telah mempraktekkan sila kedua Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab.

Batas agama, suku, ras, maupun golongan tak lagi mereka hiraukan. Agaknya mereka mempunyai prinsip yang sangat mulia, yaitu bahwa sesama umat Tuhan harus tolong-menolong.

Bagi kita, khususnya mereka yang berkemampuan finansial lebih, baik pribumi maupun nonpribumi, saatnya untuk menyisihkan harta kita sebagai wujud nyata keprihatinan dan kesetiakawanan. Seandainyapun tak memiliki harta atau uang, tenaga dan pikiran bisa kita sumbangkan untuk mereka yang sedang terkena musibah bencana. Tentu saja sungguh perbuatan tercela dan nista, apabila kita justru berusaha mengambil keuntungan pribadi di tengah penderitaan yang teramat menyedihkan saudara-saudara kita.

Tidaklah berlebihan bila kepada Michael Schumacher dan Sandra Bullock mewakili artis asing yang dermawan itu, kita berikan apresiasi sebagai pahlawan sejati bagi para korban tsunami.

H. Wisdarmanto G.S. Jalan Gang H. Sinem Jakarta Selatan


Penerimaan Pegawai Negeri Sipil

Salah satu sistem warisan masa lalu yang hingga kini terus dilakukan pemerintah pusat adalah mencampuri secara berlebihan (monopoli) berbagai urusan di daerah. Sebenarnya tidak ada salahnya pemerintah pusat mencampuri urusan daerah, hanya barangkali perlu proporsi yang benar. Jangan sampai semua sisi dikuasai.

Dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang dilakukan baru-baru ini di Medan, misalnya, menurut saya sungguh keterlaluan campur tangan pusat ke daerah. Semua ketentuan diatur dari pusat, seolah-olah daerah sarat dengan KKN, sedangkan di pusat bersih. Padahal tidak demikian benar. Sejauh yang saya pahami, penilaian lembaga transparansi internasional yang memasukkan Indonesia sebagai negara terkorup nomor enam di dunia itu meliputi seluruh Indonesia, bukan hanya Medan.

Benar, pemerintah baru Presiden Yu-dhoyono ini tampak berusaha menciptakan segalanya ?bersih?. Apakah kebersihan itu hanya bisa terlaksana di pusat? Lebih jauh lagi, apakah hal itu sudah benar-benar terlaksana? Sedangkan di daerah tidak mampu melaksanakan? Ibarat menjodohkan anak, orang tua yang menentukan, sedangkan yang akan menjalani rumah tangga si anak. Bagaimana tanggapan si anak?

Begitu juga sistem penerimaan pegawai negeri ini, yang hendak memakai adalah daerah, mengapa pula pusat menentukan. Saya kira tidaklah bijaksana benar apa pun yang sifatnya memaksakan kehendak. Dalam agama kita diajarkan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana yang wajar dan mana yang tidak wajar. Bukankah demikian?

SYAHRUDDIN Jalan Antariksa Gang Cempaka No. 2 Medan


Arogansi Oknum TNI Angkatan Laut

Pada Senin, 31 Januari 2005, sekitar pukul 17.00, kami sekeluarga hendak pulang dari suatu acara. Saat itu kami melintas di jalan sekitar Cikeas menuju Jonggol, yang kala itu cukup ramai. Selepas Kota Wisata Cibubur, tiba-tiba dari sisi kiri muncul sebuah mobil berusaha mendahului mobil kami meskipun di jalur kiri dipenuhi motor.

Karena penuh-sesaknya kendaraan, kami tidak mungkin pindah jalur dengan lekas, sehingga mobil kami terpaksa tetap di sebelah kanan. Di depan Polsek Cileungsi, mendadak mobil tadi (Suzuki Sidekick warna silver B 20.. BJ) menyalip dari sebelah kiri dan sang pengemudi menunjuk-nunjuk mobil kami. Karena merasa tidak melakukan apa pun, kami tetap berjalan normal. Setiba di dekat jembatan layang Cileungsi, mobil tadi memaksa mobil kami berhenti dengan cara memalangkannya.

Lalu turun sang sopir berseragam TNI AL dengan emblem Koarmabar di lengan kirinya. Dari pangkat di pundaknya, kami mengenali bahwa ia seorang kapten, dan nama yang tertera di dadanya berinisial T.

Sang kapten tadi langsung memukul-mukul kaca spion kanan mobil kami, dan membentak-bentak dengan kasar seperti sedang marah-marah. Terdengar juga sang kapten menantang adu kebut. Merasa tidak mengerti dan tidak ada masalah, saya tidak meladeninya. Mungkin karena merasa tidak mendapat tanggapan, Pak Kapten dengan muka masam lalu kembali masuk mobil lagi dan pergi begitu saja.

Saya jadi perpikir sekaligus ingin bertanya, apakah seorang perwira seperti Pak Kapten tadi bijaksana bertindak sesuka hati dan emosional di jalan raya menghadapi masyarakat sipil seperti kami? Istri dan anak perempuan saya yang masih berusia 5 tahun menjadi gemetar ketakutan di mobil. Saya khawatir trauma mereka meninggalkan kesan buruk yang mendalam terhadap aparat keamanan secara umum.

RONALD R. Alamat lengkap ada pada Redaksi


Kasus Universitas Muhammadiyah Jember

Membaca ?Tanggapan Universitas Muhammadiyah Jember? dalam Tempo edisi 24-30 Januari 2005, dapat dijelaskan bahwa dalam menghadapi semua persoalan yang membelit Universitas Muhammadiyah Jember, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah berketetapan hati agar hal itu diselesaikan melalui jalur hukum.

Sehubungan dengan sikap yang demikian, dengan ini diinformasikan sebagai berikut:

  1. Pimpinan pusat telah kalah di Mahkamah Agung dalam gugatannya kepada mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Jember, Moh. Iqnak SH tentang kepemilikan tanah seluas 3 hektare. Dalam putusannya tanggal 29 Juli 2002 nomor 2558 K/Pdt/1997, tanah tersebut dinyatakan sah milik Moh. Iqnak SH. Dalam perkara ini PP Muhammadiyah tidak melakukan upaya peninjauan kembali.

  2. Tahun 2000 Rektor Universitas Muhammadiyah Jember melaporkan Ketua Yayasan Universitas Muhammadiyah Jember melakukan penggelapan uang Rp 120 juta. Walaupun sempat ditahan polisi dan jaksa, bahkan diputus hukuman 18 bulan penjara, di pengadilan banding dan kasasi Ketua Yayasan Universitas Muhammadiyah dinyatakan tidak bersalah. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 8 Oktober 2003 No. 391 K/Pid/2002 memberikan putusan bebas.

  3. Tentang putusan MA nomor 61 K/Pdt/1998 yang dikemukakan oleh Badan Rektor Universitas Muhammadiyah Jember, dapat diinformasikan bahwa terhadap putusan tersebut, Moh. Iqnak SH sebagai tergugat telah melakukan upaya hukum PK ke Mahkamah Agung. Sampai sekarang belum keluar putusannya.

  4. Persengketaan harta milik Yayasan Universitas Muhammadiyah Jember yang diklaim oleh PP Muhammadiyah, saat ini sedang disidangkan oleh Pengadilan Negeri Jember. Sidang ini dilakukan berdasarkan gugatan Yayasan Universitas Muhammadiyah Jember tanggal 10 Oktober 2004 No. 83/PDT.P.G/2004/PN Jr. Didudukkan sebagai tergugat pimpinan Bank Mandiri dan PP Muhammadiyah.

  5. Saat ini sedang digelar sidang pidana di PN Jember dengan terdakwa Drs A. Sucipno, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Jember. Mantan rektor ini didakwa telah melakukan upaya hukum tindak pidana pelanggaran Pasal 385 KUHP. Bila nanti dakwaan dinyatakan terbukti, man-tan rektor ini bisa dihukum.

  6. Juga saat ini Bapak Rektor Unmuh Jember justru sedang menghadapi beberapa kasus tindak pidana yang sedang diperiksa di Polres Jember. Salah satu kasus yang berkasnya telah dikirim ke kejaksaan dan telah dinyatakan P19 adalah tentang sangkaan tindakan penggelapan. Jika pemeriksaannya cepat selesai, Bapak Rektor pasti akan didudukkan sebagai terdakwa di pengadilan.

PROF DR MULJONO H.S. Jalan Karimata 66 Jember, Jawa Timur


Pernyataan Sikap Aliansi Pembela Pasal 28

PEMERINTAH secara resmi telah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada DPR RI. RUU KUHP ini dimaksudkan sebagai perbaikan terhadap KUHP yang lama. Namun kami melihat bahwa draf revisi tersebut tampaknya tidak lebih baik dan justru menyediakan banyak ancaman bagi masa depan demokratisasi di Indonesia.

Berkaitan dengan RUU KUHP tersebut, Aliansi Pembela Pasal 28 menyampaikan sikap:

  1. RUU KUHP menghadirkan ancaman serius bagi iklim kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers yang mulai terwujud di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. RUU KUHP memuat pasal karet tentang kejahatan, di antaranya ?Pencemaran Nama Baik?, ?Penghinaan terhadap Pemerintah?, ?Penghinaan terhadap Presiden?, ?Penghinaan terhadap Kepala Negara Sahabat?, ?Penghinaan terhadap Golongan Penduduk?, ?Penghasutan Melawan Penguasa Umum?, dan ?Penyiaran Berita Bohong dan Berita yang Tidak Pasti?.

  2. Jenis-jenis kejahatan itu tidak dirumuskan dengan definisi dan ruang lingkup yang jelas, sehingga implementasinya akan sangat bergantung pada interpretasi sepihak para pejabat publik dan para penegak hukum. Sejarah telah membuktikan implementasi pasal-pasal karet tersebut lebih banyak merugikan praktek kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers, serta merampas hak rakyat untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap penyelenggaraan kekuasaan.

  3. RUU KUHP menghadirkan ancaman serius bagi upaya perwujudan pemerintahan yang bersih yang harus dilakukan melalui pelembagaan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan hak publik atas informasi. RUU KUHP tersebut memuat pasal tentang ?Tindak Pidana Pembocoran Rahasia? dan kejahatan ?Pengkhianatan terhadap Negara dan Pembocoran Rahasia Negara?. Tanpa definisi dan ruang lingkup yang jelas, pelaksanaan pasal tersebut akan sangat bergantung pada subyektivitas para pejabat publik. Di masa lalu, para pejabat publik begitu mudah menggunakan klaim rahasia negara, rahasia lembaga, atau rahasia jabatan untuk menghindari permintaan informasi dari publik, pers, atau LSM.

  4. Pasal ?Rahasia Negara? hanya akan menjadi tameng bagi para pejabat bermasalah dan lembaga pemerintah yang korup untuk menghindar dari proses penyidikan. Dengan kata lain, pasal ?Rahasia Negara? justru kontraproduktif bagi upaya pemerintah SBY untuk memberantas korupsi.

  5. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa RUU KUHP bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, Pasal 19 Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat, menyampaikan pikiran, serta mendapatkan dan menyebarkan informasi.

Karena itu, Aliansi Pembela Pasal 28 menyampaikan tuntutan sebagai berikut:

  1. Menuntut pemerintah untuk merevisi RUU KUHP dengan sebesar-besarnya memperhatikan prinsip kemerdekaan sipil, kebebasan berekspresi, kebebasan informasi, dan kebebasan pers.

  2. Menuntut DPR RI untuk menolak RUU KUHP versi pemerintah sebelum proses revisi tersebut dilakukan.

  3. Menuntut DPR RI untuk benar-benar memperhatikan aspirasi dan tuntutan masyarakat sipil berkaitan dengan substansi dan proses pembahasan RUU KUHP.

  4. Menuntut DPR untuk melakukan debat publik yang transparan, komprehensif, dan melibatkan semua unsur masyarakat sipil sebelum melanjutkan proses pembahasan RUU KUHP.

  5. Menuntut segenap unsur masyarakat sipil dan pers untuk benar-benar memperhatikan dengan seksama substansi dan proses pembahasan RUU KUHP, berikut ancaman-ancaman yang dapat ditimbulkannya bagi proses demokratisasi dan perwujudan masyarakat madani di Indonesia.

Aliansi Pembela Pasal 28 Jalan Prof Soepomo SH No. 1A Komp. BIER Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus