Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menyajikannya dengan apik. Buku ajaib yang menampung "semua" informasi tentang dunia, tentang Indonesia, berikut segenap isinya. Pengetahuan mengenai "segalanya" itu seakan dapat dimampatkan dalam sebuah kotak kardus dengan 12 jilid buku di dalamnya.
Ya, kita membicarakan ensiklopedi, sebuah "jendela" untuk menyerap pengetahuan secara pintas, dalam tempo singkat, tapi berbobot. Dulu, pada 1974, Hassan Shadily, sosok yang lebih dikenal sebagai penyusun kamus Indonesia-Inggris, memimpin 44 ahli dari pelbagai bidang. Dan hasilnya, Ensiklopedi Indonesia. Ensiklopedi itu terdiri dari enam jilid, dengan total 4.538 halaman. Kemasannya dibuat menarik, tiap jilid dijual Rp 25 ribu waktu itu.
Sekarang, ketika bahasa visual sering mengalahkan efektivitas bahasa tulisan, ada Prof Fuad Hassan, guru besar psikologi Universitas Indonesia, mantan Menteri Pendidikan, yang mengepalai "pasukan khusus". Enam belas pakar memerankan penjaga rubrik agama, astronomi, biologi, ekonomi, sejarah, dan seni. Di bawah mereka, 40 penulis spesialis, ahli dalam bidang masing-masing.
Di toko buku, kita bisa melihat karya mereka. Berkulit tebal, dengan warna cerah dan ilustrasi meriah, 2.088 halaman, dijilid rapi, dengan kertas jenis mattpaper. Terbit akhir Januari kemarin, itulah 12 jilid Ensiklopedi Umum untuk Pelajar (EUP). Penerbitnya, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, satu di antara sejumlah penerbit yang punya spesialisasi dalam buku-buku referensi sejak 1980.
Ya, ensiklopedi untuk pelajar SMP hingga SMA adalah ensiklopedi yang, tentu saja, memberi porsi lebih besar untuk bidang olahraga ketimbang filsafat. "Karena, menurut survei, bidang ini lebih menarik para pelajar," kata Fuad Hassan. Juga ensiklopedi yang menyajikan hal-hal populer, menyimpan banyak gambar serta ilustrasi, di samping disajikan dengan penulisan yang tidak membuat kening berkerut. Pendek kata, ia harus informatif, juga atraktif.
Lihatlah jilid 11, yang mereka sebut dengan istilah khusus, "Faktaneka". Informasi itu menjelaskan dengan lebih banyak gambar, ilustrasi, daripada dengan kata-kata. Faktaneka tentang sejarah Indonesia melukiskan negeri ini dari zaman prasejarah hingga pemilu presiden langsung yang memilih SBY-JK, serta bencana tsunami yang menggulung Aceh pada 26 Desember tahun lalu. "Hanya dalam sekali baca, para pelajar diharapkan bisa memahami perjalanan sejarah Indonesia," kata Starlita, pemimpin redaksi sekaligus editor bahasa Van Hoeve.
Ensiklopedi pelajar yang enak dipandang, ringkas bahasanya, adalah sajian dari sebuah dapur yang sibuk, bahkan hiruk-pikuk. Kegiatan dapur ensiklopedi, misalnya, adalah penambahan lema (entry) yang sekonyong-konyong setelah hari-hari rapat yang melelahkan. Sangkot Marzuki, ahli bioteknologi kedokteran, angkat bicara. Ia mengusulkan tambahan bidang baru: kloning. Kontroversi segera pecah, tapi persoalan kloning sekarang bisa dijumpai dalam ensiklopedi pelajar. Dengan kata lain, jumlah lema yang telah menyusut dan dengan susah payah diperas dari 5.000 menjadi 1.500 itu membengkak lagi. Jumlah lema final kini: 1.625.
Dapur ensiklopedi adalah juga penderitaan para penulis, para pakar yang mendapati naskahnya diobrak-abrik, atau dikembalikan oleh redaktur. Kesimpulannya: karya-karya terbaik belum tentu menyimpan daya tarik. Profesor Achadiati Ikram, penanggung jawab bidang bahasa dan sastra, menghadapi tulisan yang terlalu ilmiah, seperti tesis yang terlalu jauh dari jangkauan awam. "Mereka akan kehilangan selera untuk membacanya," ucap guru besar fakultas ilmu budaya Universitas Indonesia ini.
Suka Harjana, penulis lema bidang musik, menemui kesulitan lain. Meski kolumnis ini biasa menulis di sejumlah media massa, ia mengaku mendapat kesulitan menulis dengan bahasa yang gampang diterima anak-anak SMP dan SMA. "Apalagi saya terbiasa menulis untuk pembaca umum," Suka menambahkan. Selain itu, pemain klarinet dan mantan dirigen Orkes Simfoni Jakarta ini juga sedikit tersendat kala menulis secara definitif dan lugas. Bahasa khas ensiklopedi, seperti yang digambarkan Fuad Hassan: "jelas, berbobot, tapi mudah dimengerti dan informatif". Fuad sendiri memeriksa 10 hingga 15 naskah sehari.
Dunia ensiklopedi di Indonesia diawali pada 1953 dengan terbitnya Ensiklopedi Umum susunan Adinegoro. Terbit sekali, hanya satu jilid, 400 halaman. Lalu, pada 1954 muncul Ensiklopedi Indonesia yang terdiri dari tiga jilid. Ensiklopedi yang diterbitkan penerbit milik Belanda, Van Hoeve, Bandung, itu disusun oleh Profesor Mulya dan Profesor KAH. Hiding. Dan kini Ensiklopedi untuk Pelajar, produk yang telah melalui perjalanan panjang.
Semua berangkat dari sebuah ide pembuatan pada 2002. Survei digelar, dan dewan redaksi mulai bergerak berdasarkan temuan itu. Dari situ, mereka mendapat gambaran tentang berbagai lema yang minimal harus diketahui pelajar SMP dan SMA. Penyusunan dimulai awal 2003, dan enam bulan berselang naskah pertama mengalir masuk. Bagi-an dari naskah-naskah yang mengalami perjalanan panjang.
Ensiklopedi untuk Pelajar bukanlah ensiklopedi pelajar yang pertama. Sebelumnya, misalnya, sudah ada Ensiklopedi Pelajar keluaran Grolier Internasional, Jakarta, terbit pertengahan 1990-an. Bentuknya cukup mewah, juga penuh ilustrasi. Tapi ia sebuah ensiklopedi hasil terjemahan. Ensiklopedi untuk Pelajar adalah asli made in Indonesia, dengan tim penyusun orang Indonesia.
Sebuah ensiklopedi telah dihasilkan, tapi bukan di situ terminal perjalanannya. Penerbit memeras pikiran: bagaimana memasarkan sebuah produk yang telah menelan ongkos pembuatan Rp 1,3 miliar. Untuk menjual 12 jilid ensiklopedi seharga Rp 2,4 juta, mereka menurunkan armada sekitar 130 tenaga penjual, langsung ke sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Sebab, "Toko buku biasanya enggan menjual ensiklopedi," kata Starlita.
Nurdin Kalim, Evieta Fadjar, Suseno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo